Rabu, 08 Februari 2017

Konsep Hermeneutika Schleiermacher Terhadap Q.S.Yasin Ayat 38

PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS SAINS ALQUR’AN




Copy (2) of logo unsiq
 







MAKALAH



Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hermeneutika yang diampu oleh:
Dr.Phil.Sahiron Samsyudin,MA
 Konsep Hermeneutika Schleiermacher Terhadap Q.S.Yasin Ayat 38


Disusun oleh:
ACHMAD ZUDIN
NIM: 681.17.115





BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
1. Pemahaman Al Qur’an
Al Qur'an merupakan petunjuk bagi seluruh umat manusia. Al Qur`an juga menjadi penjelasan (bayyinaat), dari petunjuk tersebut sehingga kemudian mampu menjadi pembeda (furqaan)-antara yang baik dan yang buruk. Di sinilah manusia mendapatkan petunjuk dari al Qur`an. Manusia akan mengerjakan yang baik dan akan meninggalkan yang buruk atas dasar pertimbangannya terhadap petunjuk al Qur`an tersebut.Kemampuan setiap orang dalam memahami lafald dan ungkapan Al Qur’an tidaklah sama, padahal penjelasannya sedemikian gemblang dan ayat-ayatnya pun sedemikian rinci. Perbedaan daya nalar diantara mereka ini adalah suatu hal yang tidak dipertentangan lagi. Kalangan awam hanya dapat memahami makna-makna yang zahir dan pengertian ayat-ayatnya secara global, sedangkan kalangan cendekiawan dan terpelajar akan dapat mengumpulkan beberapa makna. Dan diantara cendikiawan kelompok ini terdapat aneka ragam dan tingkat pemahaman. maka tidaklah mengherangkan jika Al-Qur’an melalui pengkajian intensif terutama dalam rangka menafsirkan kata-kata garib (aneh-ganjil) atau mentakwil tarkib (susunan kalimat) dan menterjemahkannya kedalam bahasa yang mudah dipahami[1]. Pada makalah ini kami akan membahas satu ayat dalam Al Qur’an surat Yasin ayat 38 yang berbunyi :  وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ (38)”  Dan Matahari berjalan ditempat peredaranya itu adalah ketetapan yang maha Perkasa lagi Maha mengetahui “ [2]
2. Hermeneutika Schleiermacher
Hermeneutika secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu teori atau filsafat tentang interpretasi makna[3]Kata hermeneutika itu sendiri berasal dari kata kerja Yunani hermenuin,yang memiliki arti menafsirkan,menginterpretasikan atau menterjemahkan.[4]. Dilihat dari perkembangan hermeneutika,maka ia memiliki pengertian dasar sebagai ilmu tentang intepretasi atau lebih spesifik, prinsip-prinsip tentang interpretasi teks. Sebagai ilmu interpretasi, hermeneutika merupakan proses yang bersifat triadic (mempunyai tiga aspek yang saling berhubungan),yaitu: 1. Tanda (sign),pesan(massage),teks. 2. Perantara atau penafsir.3. Penyampaian kepada audiens[5].Salah satu tokoh yang berjasa besar dalam mematangkan Hermeneutika sebagai suatu bidang yang umum adalah Shleiermacher. Filsuf, teolog dan tokoh Filsafat bahasa asal jerman ini dikatakan sebagai bapak hermeneutika modern. Hal tersebut karena dia telah menaikkan level kajian hermeneutika dari paradigma yang ekslusif menuju paradigma yang inklusif dan umum. Kajian Hermeneutika ala Schleiermacher ini kemudian menjadi kajian dalam bidang kehidupan mansia yang tidak hanya berkutat pada urusan teologis, tapi juga pada bidang-bidang kehidupan lainnya seperti sejarah dan sastra.

Secara epistemologis, pandangan hermeneutika Schleiermacher dikonsepsikan dalam dua model utama yang bersifat timbal balik, yakni pendekatan tafsir gramatikal dan pendekatan tafsir psikologis. Dua pendekatan dalam hermeneutika ini menjadi awal terbentuknya suatu konsep hermenutika yang umum.

Dalam suatu aktivitas penafsiran, dua konsep di atas menjadi hal yang niscaya, karena menafsirkan berarti mengetahui pesan atau keinginan yang ditanamkan pengarang pada karangannya. Untuk menuju penafsiran yang sempurna itu, Scheleirmacher memberikan langkah-langkah penting dalam melakukannya.

a. Biografi singkat Schleiermacher
Friedrich Ernst Daniel Schleiermacher dilahirkan pada tahun 1768 di Breslau, Silesia, Prusia, Jerman pada tanggal 21 november 1768[6]. Dia adalah seorang filosof dan teolog Jerman. Schleiermacher dikenal sebagai “Bapak Hermeneutika Modern” sekaligus orang yang berusaha membakukan hermeneutika sebagai metode umum[7]. Dia terlahir dari rahim keluarga yang taat beragama protestan yang ayahnyan pun seorang pendeta.

Schleiermacher menempuh pendidikan di institusi-institusi Morovian Brethren, sebuah sekte militan dalam Agama Kristen, namun sangat tertarik dalam humanisme. Karena dia skeptik terhadap beberapa doktrin Kristiani di lembaga-lembaga tersbeut, dia pada tahun 1787 pindah ke University of Halle yang dipandangnya lebih liberal, namun dia diperguruan tinggi ini tetap menggeluti teologi, disamping filsafat dan filologi klasik sebagai minor field. Dia lulus ujian-ujian dalam bidang teologi Kristen pada tahun 1790, lalu bertugas sebagai pengajar atau tutor swasta ( private tutor) hingga tahun 1793.[8]

Selain itu, dia juga dikenal sebagai bapak Teologi Modern. Hal ini disematkan karena dia memiliki cara pemahaman baru terhadap Bible, yakni memberikan level yang lebih tinggi terhadap hermeneutik[9]. Artinya cara penafsiran bible yang dulu dikenal dengan hermeneutik tidak hanya digunakan untuk penafsiran kitab suci, tapi juga bidang-bidang lain kehidupan seperti Sejarah dan Sastra.

Dalam hal intelektualitas, Schleiermacher tidak bisa dipisahkan dari dua guru berpengaruh pada masa mudanya, yakni  Friedrich Ast dan F. August Wolf. Kedua pemikir Jerman ini memiliki keahlian yang berbeda, dimana Ast adalah seorang ahli Filologi dan Wolf adalah seorang pengkaji Hermeneutika pada waktu itu. Pandangan kedua orang ini pada gilirannya begitu kental mempengaruhi pemikiran Schleiermacher. Misalnya apa yang dikonsepsikan dirinya tentang pembagian model penafsiran yakni penafsiran dengan melihat aspek gramatik dan penafsiran yang melihat aspek psikologis pengarang[10].

Dari latar historis di atas, dalam proses intelektualnya, Schleirmacher mengalami dua pase pemikiran, yang pertama pase pengkajian hermeneutika yang berorientasi pada bahasa yang selanjutnya dikenal dengan istilah hermeneutika “gramatik.” Dalam pemikiran ini, dia mengatakan bahwa pengkajian teks atau proses interpretasi itu berkaitan dengan proses pemahaman linguistik secara menyeluruh. Pemahaman ini menjadi asas atau dasar pemahaman tafsiran yang sesuai teks.

Pada fase selanjutnya Shleirmacher mengubah orientasi pemikiran hermeneutikanya dari penafsiran yang bersifat gramatik menuju penafsiran yang bersifat psikologis. Namun demikian dua model penafsiran ini sejatinya merupakan dua konsep yang saling berkelindan dalam satu pemahaman, sehingga memahami keduanya merupakan mekanisme penting dalam proses melakukan interpretasi. Paradigma ini dikemudian hari akan dikenal dengan lingkaran heremeniutis. 

Selama kurun waktu antara 1794 dan 1796 Schleiermacher beraktivitas sebagai pastor di Landsberg dan pada tahun 1796 dia pindah ke Berlin untuk bekerja di sebuah rumah sakit. Di kota inilah dia baru bertemu dengan beberapa pemikir yang beraliran romantisisme, seperti Friedrich dan August Wilhelm Schlegel. Bersama mereka dia terlibat dalam gerakan romantisisme dan menerbitkan jurnal Athenaeun, meski hanya terbit sebentar, yakni tahun 1798-1800. Pada tahun 1799 dia menerbitkan karya yang sangat penting dan radikal dalam bidang filsafat agama yakni On Religion : Speeches to its Cultured Despires. Aliran romantisisme (atau aliran obyektivis) inilah yang kemudian mempengaruhi pemikiran-pemikiran hermeneutiknya.

Pada tahun 1810 dia diangkat sebagai professor teologi di University of Berlin dan pada tahun 1811 dia menjadi anggota bagi Berlin Academy of Science. Sejak saat itulah dia banyak memberikan perkuliahan dalam bidang teologi dan filsafat serta menerbitkan lebih banyak lagi karya-karya berharga bagi pengembangan pemikiran dalam bidang filsafat bahasa, teologi dan hermeneutik. Dia meninggal dunia pada taun 1834[11].

Dalam hal konsen akademik, secara konsisten Schleiermacher fokus pada Hermeneutika, Dialektika dan Filsafat Bahasa[12]. Fokus akademik inilah yang kemudian banyak berpengaruh pada konsep pemahaman Schleiermacher tentang Hermeneutika.

b. Konsep hermeneutika Schleiermacher
Proyek besar Schleiermacher pada awal kajiannya adalah menjadikan hermeneutika sebagai bidang keilmuan yang matang. Model hermeneutika ini selanjutnya akan dikenal dengan Hermeneutika Umum. Menurut Schleiermacher, Hermeneutika adalah seni memahami dimana di dalamnya terdapat prosedur-prosedur yang harus dilakukan untuk mendapatkan penafsiran yang sesuai dengan yang diinginkan[13]. Baginya, menafsirkan itu adalah menyajikan kembali isi pikiran pengarang dengan kualitas yang sama atau bahkan lebih baik dari yang digagaskan oleh pengarang.

Konsep hermeneutika Schleiermacher sejatinya adalah respon terhadap fenomena hermeneutika zaman sebelumnya yang masih bersifat otodidak dan tidak sistematis. Model itu dia anggap sebagai model hermeneutika khusus, yaitu model pemahaman yang terpaku pada bidang-bidang tertentu, maka dibutuhkanlah satu konsep hermeneutika yang bisa mengkaji teks secara umum.

Secara epistemologis, konsep hermeneutika Schleirmacher merupakan konsep yang mengalternasi model pemikiran terdahulu dengan pemahaman yang lebih general di masa depan. Sebagaimana ditulis Grondin, Schleiermacher menjadi tokoh yang mentransisi pemikiran metafisis Kant menuju Hermeneutika[14] Tentunya kenyataan ini membuat Shleiermacher menjadi tokoh penting proses berdirinya hermeneutika sebagai bidang yang utuh dan berdiri matang.

Awalnya gejolak intelekutal Schleiermacher ada pada konsep pemahaman. Baginya apa yang dilakukan manusia dalam kesehariannya adalah proses pemahaman (interpretasi). Dalam hal memahami, Schleiermacher memandang ada pemahaman gramatik dan psikologis. Artinya seseorang yang melakukan percakapan, tentulah harus memahami tanda-tanda gramatik yang ada dalam tuturan dan pengalaman pendengar itu tentang substansi yang dituturkan. Di samping itu, seseorang harus bisa menyentuh bagian psikologis pengarang untuk menemukan arah pemikiran maupun konsep yang ingin dikemukakan oleh seorang pengarang.

Secara substantif pemahaman gramatikal dan psikologis ini merupakan dua model yang tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya. Untuk membentuk suatu pemahaman yang bagus dan sesuai dengan pengarang maka penting untuk mengkomparasikan aspek gramatik dan aspek psikologis itu. Lebih jelas mari kita simak keterangan Michael N. Forester dalam artikelnya, Hermeneutics.
“Understanding occurs as a matter of course," in fact "misunderstanding occurs as a matter of course, and so understanding must be willed and sought at every point"; that interpretation needs to complement a linguistic (or "grammatical") focus with a psychological (or "technical") focus; that while a "comparative" (i.e. plain inductive) method should predominate on the linguistic side, a "divinatory" (i.e. hypothetical) method should predominate on the psychological side; and that an interpreter sought to understand an author better than the author understood himself.[15]
Tentang hubungan penafsiran gramatik dan psikologis, Schleiermacher mencetuskan konsep lingkaran hermeneutis. Lingkaran Hermeneutis adalah salah satu konsep yang sering dirujukkan kepada Scheleiermacher. Berangkat dari konsepnya tentang pemahaman, ia menjelaskan bahwa pemahaman pada dasarnya adalah sesuatu yang bekerja secara referensial. Seseorang hanya bisa memahami sebuah teks saat ia dibandingkan dengan sesuatu yang lain yang sudah diketahui terlebih dahulu. Hal ini biasanya dilakukan dengan membandingkan antara bagian-bagian dan keseluruhan secara resiprokal (timbal-balik).[16]

Dalam sebuah teks misalnya, bagian-bagian kata tertentu hanya bisa dipahami dalam kaitannya dengan keseluruhan teks atau kalimat. Begitu juga sebaliknya, keseluruhan teks atau kalimat hanya bisa dipahami dalam kaitannya dengan bagian-bagian kata yang membangun susunan teks atau kalimat tersebut (termasuk suasana psikologis pengarang). Interaksi dialektis antara keseluruhan dan bagian dalam mencari makna ini tampak sebagai sesuatu yang terus berputar satu dengan yang lain membentuk sebuah lingkaran. Inilah yang kemudian dikenal sebagai lingkaran hermeneutis.

Mengingat lingkaran hermeneutis juga disusun dari prinsip gramatikal dan psikologis, maka ia juga mengasumsikan adanya elemen intuitif. Selain itu, dalam sebuah wacana, lingkaran hermenetis juga tidak saja mengakomodir aspek linguistik (bahasa), melainkan juga aspek materi yang dibicarakan (subjek).

Pada prinsipnya, Schleiermacher memiliki pandangan pandangan yang bersipat fundamental sebagai fondasi berdirinya hermeneutika secara bidang yang utuh dan umum. Menurut Forester, ada empat sumbangan penting Schleiermacher dalam bidang Hermeneutika[17]:
1. Memberikan ide penting tentang konsep penafsiran. Yaitu berupa pentingnya pemahaman   pendengar atau pembaca teks terhadap suatu objek. Konsep ini yang pada gilirannya banyak   menginspirasi Ernesti dan Herder.
2. Menjadikan aspek gramatik sebagai bagian penting dalam proses interpretasi.
3. Membangun konsep hermeneutika umum.
    Sebagaimana yang dipaparkan di muka, masa sebelum Schleiermacher hermeneutika yang dikaji dan digunakan adalah hermeneutika khusus yang bersifat ekslusif, maka datanglah Schleiermacher dengan konsep hermeneutika umum yang memiliki visi penggunaan hermeneutika dalam seluruh bidang kehidupan manusia. Artinya tidak hanya terpaku pada persoalaan teologis (penafsiran kitab suci) tapi juga dalam hal kajian sejarah dan sastra.
4. Memberikan inspirasi bagi Heideger untuk mengembangkan Hermeneutika lebih matang lagi.



B. RUMUSAN MASALAH
Pada penulisan makalah ini,kami merumuskan beberapa permasalahan
1. Apakah pengertian Tafsir,Ta’wil dan terjemah
2. Bagaimanakah pengertian konsep teori Hermeneutika grammatical dan psikologi fredich Scheielmacher
3. Bagaimanakah hubungan keduanya dalam menafsirkan Q.S. Yasin ayat 38
C. TUJUAN PENULISAN MAKALAH
1.Untuk mengetahui pengertian Tafsir,ta’wil dan terjemah
2.Untuk mengetahui konsep teori Hermeneutika Gramatical dan psikologi Fredich Scheielmacher
3.Untuk mengetahui hubungan keduanya dalam menafsirka Q.S. Yasin ayat 38



BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tafsir,Ta’wil dan terjemah
Kata tafsir diambil dari bahasa arab yaitu fassara-yufassiru-tafsiran yang berarti keterangan atau uraian. Tafsir secara bahasa mengikuti wazan “taf’il”, berasal dari akar kata al-fasr yang berarti menjelaskan, menyingkap dan menampakkan atau menerangkan makna yang abstrak. Kata “al-fasr” berarti menyingkap sesuatu yang tertutup, sedang kata “at-tafsir” berarti menyingkapkan maksud sesuatu lafaz yang musykil. Menurut istilah, pengertian tafsir adalah ilmu yang memepelajari kandungan kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi SAW, berikut prnjelasan maknanya, serta pengambilan hukum serta hikmah-hikmahnya. Sebagian ahli tafsir mengemukakan bahwa tafsir adalah ilmu yang memebahas Al-Qur’anul Karim dari segi pengertaiannya terhadap maksud Allah sesuai dengan kemampuan manusia. Dalam kitab Al-Burhan fi Ulumil Qur’an tafsir adalah ilmu untuk memahami kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi-Nya, dan menjelaskan makna-maknanya, mengeluarkan hukum-hukum dan hikmah-hikmahnya, menguraikan dari segi bahasa, nahwu, shorof, ilmu bayan, ushul fiqh dan imu qiraat, untuk mengetahui sebab-sebab turunya ayat dan nasikh mansukh. Sedangkan ta’wil adalah menurut bahasa mengembalikan arti lafal kepada salah satu dari beberapa artinya yang bermacam-macam. Atau menerangkan arti m’ana yang sesuai dengan lafal dari beberapa arti kandungannya. Menurut istilah ada dua pendapat yaitu:
Ta’wil arti luas: sama dengan tafsir. Yaitu meliputi keterangan arti ayat, penjelasan maksud kandungannya, dan pengisbatan hukum-hukum serta uraian kaidanya.
Ta’wil arti sempit: pengertiannya hanya khusus menentukan salah satu arti dari beberapa arti yang dimiliki lafal ayat, dari arti yang kuat ke arti yang kurang kuat, karena adanya alasan yang mendorongnya.Sedangkan terjemah adalah memindahkan satu bahasa kebahasa yang lain agar dapat dimengerti oleh orang yang tidak dapat mengerti pada bahsa yang pertama. Pengertian terjemah ini dapat di bagi menjadi dua bagian:
Terjemah harfiyah (literitik) yaitu menterjemahkan Al-Qur’an dalam bahasa inggris, jerman, prancis, dll mengenai lafal, kosa kata, jumlah dan susunannyaterjemahnya sesuai dengan bahasanya
Terjemah maknawiyah (tafsiriyah) yaitu menterjemahkan arti ayt- ayat Al-Qur’an, namun si penterjemah tidak terkait dengan lafalnya, karena ia lebih memeperhatikan ayat Al-Qur’an dengan lafal-lafal yang tidak terikat oleh kata-kata dan susunan kalimat. Penerjemah hanya berpegang pada bahsa asal lalu memahaminya kemudian menuangkan kedalam bahasa lain.
Tafsir: menjelaskan makna ayat yang kadang- kadang dengan panjang lebar, lengkap dengan penjelasan hukum- hukum dan hikmah yang dapat diambil dari ayat itu, sering kali disertai dengan kesimpulan kandungan ayt-ayat tersebut
Ditinjau dari segi sumbernya, Tafsir Al-Qur’an dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
1. Tafsir riwayat atau tafsir naql atau tafsir maktsur (atsar)
Tafsir Riwayat adalah penafsiran Al-Qur’an atau Hadits atau ucapan sahabat untuk menjelaskan kepada sesuatu yang dikehendaki Allah Swt. Tafsir ini di bagi menjadi tiga yaitu tafsir Al-Qur’an dengan Al-Qur’an, Al-Qur’an dengan As-Sunnah, Al-Qur’an dengan atsar yang timbul dari para sahabat.
2. Tafsir dirayah atau tafsir bir-ra’yu (dengan akal)
Yaitu Tafsir Al-Qur’an yang didasarkan atas sumber ijtihad dan pemikiran Mufassir terhadap tutuntunan bahasa arab dan kasusteraannya, teori ilmu pengetahuan, setelah dia menguasai sumber-sumber tadi. (Mana’ Al-Qathan)
Sedangkan menurut Qurtubi adalah ijtihad yang didasarkan pada dalil-dalil yang shahih, kaidah yang murni dan tepat, bisa diikuti dan sewajarnya digunakan oleh orang yang hendak mendalami Tafsir Al-Qur’an atau mendalami pengertiannya.
3. Tafsir isyaroh atau tafsir isyari
Yaitu cara menafsikan Al-qur’an yang didasarkan atas perpaduan antar sumber tafsir riwayah yang kuat dan shahih dengan sumber ijtihad pikiran yang sehat. Menurut Ulma’ lain Tafsir Isy’ari adalah tafsir Al-Qur’an yang berbeda dengan lahirnya lafal atau ayat, karena suatu isyarat yang sangat rahasia yang hanya diketahui oleh sebagian Ulul I’lmi dan a’rifin yang telah diterangi Allah oleh mata hatinya. Para ulama’ berselisih tentang tafsir ini, diantara mereka ada yang membenarkan dan ada yang tidak. Ada yang menggap sebagai kesempurnaan iman dan kemakrifatan dan ada yang mengganggap sebagai peneyelewengan dari ajaranNYA[18].

B. Tafsir Q.S Yasin ayat 38
Dalam Al Qur’an surat Yasin ayat 38 yang berbunyi :  وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ (38)”  Dan Matahari berjalan ditempat peredaranya itu adalah ketetapan yang maha Perkasa lagi Maha mengetahui “ [19]. وَالشَّمْسُ تَجْرِي ( dan matahari berjalan ) kalimat ini dan apa yang disebutkan setelahnya adalah tanda yang lain bagi mereka. لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا( di tempat peredarannya ) tidak melewatinya ذَلِكَ  (itu) peredarannya itu تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ( adalah ketetapan Sang Perkasa) dalam kerajaannya الْعَلِيمِ (lagi maha mengetahui) terhadap mahluknya[20].Allah SWT berfirman : وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا  “Dan matahari berjalan di tempat peredarannya.”
Wawu diawal ayat ini adalah huruf ‘athaf.Jadi lafal وَالشَّمْسُ   di ‘athafkan kepada lafal اللَّيْلُ yang disebutkan ayat sebelumnya,sehingga berarti “Dan matahari juga(tanda kekuasaan Allah yang besar).Dia berjalan ditempat peredarannya.”[21]Matahri itu sendiri merupakan salah satu tanda kekuasaan Allah SWT.Hawa panas dari benda yang sangat besar ini dapat mencapai ke bumi,meskipun jarak antara keduanya sangat jauh.[22]Sehingga manusia dapat mengambil manfaat dari matahari untuk kelangsungan hidup.lafal تَجْرِي artinya melaju dengan berlari,berlari artinya berjalan dengan cepat begitu pula matahari dia berjalan dengan kecepatan tinggi.Kita melihat matahri bergerak,kita melihat bayangan dari suatu benda bergerak menjauh karena ditinggalkan oleh sinar matahari.Ini menunjukan bahwa matahari berjalan pada porosnya dengan kecepatan yang sangat tinggi.[23]Kita wajib memaknai Al Qur’an berdasarkan makna zahirnya sampai kita mengetahui adanya dalil yang jelas dan dapat dijadikan argument di hadapan Allah SWT jika kita ingin keluar dari makna zahir tersebut[24].Jadi jika Allah SWT  menyatakan bahwa matahari berjalan,maka kita juga harus mengatakan demikian.kata لِمُسْتَقَرٍّ berarti tempat menetap atau kediaman.Ada yang mengatakan bahwa tempat bersemayamnya matahari bersifat zamani,yaitu suatu masa perputarannya selesai pada hari Kiamat.Ada yang mengatakan bahwa apa yang dimaksud tempat bersemayamnya adalah akhir perpindahannya dari utara ke selatan.[25]Kata تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ kata ketetapan menunjukan bahwa matahari sejak diciptakan Allah SWT sampai kelak binasa tetap berada diorbitnya,tidak bias berjalan lebih cepat maupun  lambatdan tetap akan berada dalan sunah (aturan) yang diperintahkan Allah SWT sehingga suhunya tetap tidak meninggi maupun menurun. Hal ini ditunjukan dengan sifat Allah yang maha Perkasa dan maha Mengetahui.

C.Hermeneutika Grammatical
Di dalam Al Qur’an surat Yasin ayat 38 yang berbunyi :  وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ (38)”  Dan Matahari berjalan ditempat peredaranya itu adalah ketetapan yang maha Perkasa lagi Maha mengetahui “ [26]
Schleiemacher berpendapat bahwa,Hermeneutika gramatikal berarti bahwa seorang penafsir harus memperhatikan aspek bahasa yang digunakan dalam teks yang sedang ditafsirkan. Dalam hal ini, Schleiermacher menekankan pentingnya memperhatikan aspek diakronik teks, seperti kosa kata dan tata bahasa yang memang berlaku pada saat teks yang ditafsirkan itu muncul. Selain itu, ia juga menekankan pentingnya hubungan antar bagian teks (among parts of the text) dan relasi antara bagian-bagian teks (the parts) dan keseluruhan (the whole).[27]
Menurut Schleiermacher, keterikatan antara hermeneutika dan grammar (tata bahasa) berdasarkan fakta bahwa setiap ungkapan dipahami melalui prapemahaman (presupposition of understanding) bahasa, yang mana keduanya terkait pada bahasa. Setiap pikiran diungkapkan melalui kata-kata, tanpa kata-kata pikiran tidak akan jelas dan bisa dimengerti. Oleh karena itu, hermeneutika sebagai seni pemahaman terikat pada tata bahasa karena sebuah pemikiran hanya akan bisa dipahami melalui bahasa.[28]
Disisi lain, setiap ungkapan mensyaratkan sebuah bahasa tertentu. Setiap orang memiliki bahasa tersendiri sehingga untuk memahami pemikiran orang tersebut maka diharuskan untuk memahami bahasa yang digunakan secara menyeluruh. Bahasa tidak hanya sebuah kompleks representasi tunggal, akan tetapi sebuah sistem hubungan yang melingkupi representasi tersebut.[29]
Dengan kata lain, setiap bahasa menunjukkan situasi dan kondisi dimana sang pengguna pernah hidup dan setiap pengguna bahasa tersebut hanya bisa dipahami melalui bahasa nasional mereka di masa kehidupan mereka.[30] Schleiermacher memberikan  contoh sebuah tulisan  yang pengarangnya tidak diketahui. Seseorang bisa mengetahui waktu dan tempat teks tersebut dari bahasa yang digunakan.[31]
Ungkapan tidak bisa dianggap sebagai tindakan dari pikiran jika tidak dipahami dari bentuk bahasanya, karena inti bahasa memodifikasi pikiran. Ungkapan juga tidak bisa dianggap sebagai modifikasi sebuah bahasa jika tidak dipahami sebagai tindakan dari pikiran, karena semua pengaruh masuk ke dalam pikiran yang akan dikembangkan dalam ungkapan.[32]
Selanjutnya Schleiermacher mengungkapkan tentang penafsiran alegoris, yaitu interpretasi dimana makna harfiyah berlaku dalam konteks awal dan terdapat makna lain yang bisa dipahami sebagai makna kiasan/figuratif.[33] Untuk setiap kiasan terdapat makna kedua, orang yang gagal memahami makna harfiyah bisa mengandalkan pemahaman terhadap konteks, akan tetapi tidak bisa menunjukkan makna yang dimasukkan ke dalam ungkapan. Sedangkan orang yang menemukan kiasan yang tidak dimasukkan dalam ucapan akan selalu gagal untuk menjelaskan ungkapan dengan benar.[34]
Lebih lanjut Schleiermacher menjelaskan bahwa dalam setiap bahasa terdapat banyak sekali perbedaan, baik itu dalam hal lokasi, dialek, waktu dan periode masa dari masing-masing bahasa. Bahasa berbeda dalam berbagai hal tersebut, sehingga hal ini membutuhkan aturan tertentu yang berhubungan dengan tata bahasa khusus dalam periode dan tempat yang berbeda.[35]
Hal lain yang dijelaskan oleh Schleiermacher adalah hubungan antara bagian teks. Dalam hal ini, ia menjelaskan bahwa untuk menentukan elemen formal[36], kita membedakan yang mana menghubungkan kata-kata (sentence) dan yang mana yang menghubungkan antara elemen kata.[37] Dalam hal ini, hubungan tersebut bisa berupa hubungan organik maupun hubungan mekanis.[38]
Hubungan organik bisa diakui tetap atau bebas[39], akan tetapi seseorang mungkin tidak pernah beranggapan bahwa unsur yang terhubung telah kehilangan maknanya, sedangkan yang lain beranggapan bahwa setiap sesuatu yang terhubung seketika tidak terlihat memiliki kebersamaan. Pertama dari semuanya klausa final, sebelum sebuah unsur dapat disisipkan, koneksi bisa mengarah pada klausa utama yang mendahului. Dengan cara yang sama, setelah terjadinya hubungan, klausa pertama bisa menjadi pendahulu sedangkan koneksi bisa mengarah pada pikiran utama. Selain itu, koneksi seringkali tidak merujuk pada pikiran utama terakhir, akan tetapi lebih kepada rangkaian keseluruhan, karena seluruh bagian juga tidak bisa terhubung dengan cara yang lain.[40]
Schleiermacher menambahkan: “Jika terjadi hubungan antara klausa yang tidak setara isinya, maka hubungan tersebut bukan hubungan yang seketika dan salah satunya harus kembali pada klausa yang setara isinya.”[41]
Selanjutnya Schleiermacher menjelaskan tentang relasi antara bagian teks (the parts) dan keseluruhan teks (the whole). Sebagai langkah awal memahami teks melalui penafsiran grammatikal adalah dengan menentukan antara the whole dan the parts. Penentuan elemen individu sebuah kata dari konteksnya membuat kita harus memahami kata yang dipikirkan oleh sang author.[42]
Ketika struktur pemikiran diungkapkan, tidak hanya perbedaan antara pikiran utama dan kedua yang ditemukan melalui elemen bahasa, tetapi juga pertentangan antara elemen-elemen bahasa dan pikiran yang mana merupakan bagian dari the whole dan yang mana bukan bagian darinya. Adapun hermeneutika ini hanya membantu untuk mengenali relasi yang mengekspresikan sifat dasar dari the whole dan bagian dari objek.[43]
Hubungan linguistik antara the whole dan parts terbentuk dalam hubungan subordinasi dan koordinasi. Ketika kesulitan dalam memahami makna dan penjelasan tidak terdapat dalam pikiran utama, maka pikiran kedua yang akan dianalisa. Untuk mencapai pemahaman akan pikiran kedua, dibutuhkan analisis terhadap beberapa halaman teks. Untuk mendapatkan pemahaman the whole, maka parts harus dipahami secara menyeluruh.[44]
Secara umum, seorang pembaca tidak akan bisa memahami sebuah teks dari struktur bahasanya jika tidak memperhatikan bagian-bagian (parts) dari sebuah teks yang membentuk pemahaman keseluruhan teks (the whole). Pikiran utama (main thought) biasanya diuraikan dalam pikiran-pikiran penjelas (secondary thought). Akan tetapi, terkadang terdapat sebuah teks yang tidak bisa dipahami pikiran utamanya jika belum memahami keseluruhan pikiran penjelas.
Di sisi lain, untuk mencapai maksud utama yang ingin disampaikan oleh sang author, pembaca harus menganalisis tata bahasa yang digunakan dalam teks tersebut. Keseluruhan teks terikat pada bagian-bagiannya sehingga untuk mencapai pemahaman yang ingin disampaikan author, pembaca harus memahami relasi antara bagian-bagian teks yang meliputi keseluruhan teks.

D. Hermeneutika Psikologis
Di dalam  Al Qur’an surat Yasin ayat 38 yang berbunyi :  وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ (38)”  Dan Matahari berjalan ditempat peredaranya itu adalah ketetapan yang maha Perkasa lagi Maha mengetahui “ [45]
Maka,Schleiermacher berpendapat bahwa seseorang tidak bisa memahami sebuah teks hanya dengan semata-mata memperhatikan aspek bahasa saja, melainkan juga dengan memperhatikan aspek kejiwaan pengarangnya. Seorang penafsir teks harus memahami seluk-beluk pengarangnya. Pandangan yang memberikan perhatian pada aspek psikologis ini kemungkinan dipengaruhi oleh keluasan pengetahuannya tentang filsafat ketuhanan Spinoza.

Spinoza sendiri adalah seorang filsuf jerman yang banyak berbicara tentang Tuhan[46]. Orientasi filsafat seperti ini dipengaruhi oleh situasi pada saat itu, yakni ketika metafisika (jiwa, ruh dan Tuhan) begitu sulit diterangkan oleh akal. Keadaan ini berlangsung pada awal masa pencerahan Eropa. Para pemikir yang banyak mengkaji tentang metafisik ini antara lain Immanuel Kant dan Spinoza. Schleiermacher sendiri banyak berkomentar tentang pandangan-pandangan Spinoza sebagaimana yang disinggung pada pembahasan biografinya.
Selain Spinoza, Filsuf Jerman lainnya yang mempengaruhi pemikiran Schleiermacher secara tidak langsung adalah Immanuel Kant[47]. Pandangan Kant memang cendrung metafisis karena memang basis orientasi pemikiran Kant adalah Nilai atau etika. Corak pemikirannya pun khas kekristenan. Salah satu pandangannya yang pada saat itu bisa mengalternasi kegelisahan intelektual pada masanya adalah pernyataan bahwa akal hanya bisa menyentuh hal-hal metafisis melalui silogisme saja (misalnya hukum kausalitas) hal ini selanjutnya disebut realitas subjektif, yakni pembuktian dengan premis-premis tertentu, dan tidak akan pernah bisa menyentuh lebih jauh dari itu (realitas objektif).[48] pandangan ini pada selanjutnya memicu timbulnya banyak kritik oleh pemikir-pemikir setelahnya, Kant dipandang sebagai orang yang membatasi hak intelektual dan kebebasan akal manusia.
Berdasarkan latar historis intelektual pada masa itulah, kita bisa sedikit menganalisa pandangan interpretasi psikologis ala Schleiermacher. Pada pemikiran Kant tentang pengetahuan di atas, nampak sekali ada peluang psikologi pengamat disana sebagai peneliti sauatu objek. Dengan demikian, konsep Schleiermacher tentang hermenutika psikologis menurut penulis adalah dipengaruhi oleh epistemologi filsafat yang ia adopsi dan gunakan dari para pendahulunya.
Terkait dengan pemahaman teks secara psikologis, Ada dua tawaran  metode dari Schleiermacher: divinatory method dan comparative method. Metode divinatori adalah metode dimana seseorang mentransformasikan dirinya atau memasukkan dirinya ke dalam (kejiwaan) orang lain dan mencoba memahami orang itu secara langsung. Teknis dalam analisis ini adalah mengetahui situasi psikologis pengarang untuk mendapatkan pandangan kongkrit tentang objek yang terkait.

Hal yang perlu digaris bawahi disini adalah, pendekatan psikologis bukan berarti melakukan psikoanalisis terhadap pengarang, tapi mengetahui dengan utuh situasi psikologi pengarang untuk mendapatkan pemahaman yang utuh tentang teks. Artinya psikologi pengarang dalam kajian hermenutika psikologis bukan semata mengkaji situasi batin pengarang sebagai objek tunggal, tapi hanya sebagai sarana untuk pemahaman akan teks secara sempurna[49].

Adapun Metode komparatif adalah metode memahami dimana sesorang penafsir berusaha memahami seseorang dengan cara membandingkannya dengan orang-oarng lain, dengan asumsi bahwa mereka sama-sama memiliki sesuatu yang universal. Dengan pandangan ini Schleiermacher mangajukan suatu konsep baru dimana kajian terhadap suatu teks disertakan dengan mengkaji subjek atau author suatu karya.

Schleiermacher menegaskan bahwa kedua metode tersebut tidak bisa dipisahkan. Hal ini didasarkan pada hal berikut : “divination [memasuki psikologi orang secara langsung] bisa mencapai kepastiaannya melalui perbandingan konfirmatif, karena tanpa hal itu, ia selalu tidak bisa dipercaya.

Pada akhirnya pandangan hermeneutika psikologis Schleiermarcher adalah dalam rangka memahami suatu teks secara sempurna, yakni dengan memadukan (mengkomparasikan) aspek-aspek gramatikal dan situasi batin pengarang sehingga apa yang disebut sebagai aktifitas penafsiran benar-benar menghasilkan pandangan yang objektif dan sesuai dengan keinginan pembuat teks. Di sini kembali terlihat bahwa inti dari hermeneutika Schleiermacher adalah seni menafsirkan (art of interpretation).

Dengan demikian, secara umum, konsep psikologis Schleiermacher tidak otonom atau berdiri sendiri dari konsep gramatikalnya. Artinya kedua konsep itu dalam suatu aktifitas penafsiran menjadi hal yang niscaya untuk menghasilkan penafsiran yang objektif dan sempurna.




BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Al Qur'an merupakan petunjuk bagi seluruh umat manusia. Al Qur`an juga menjadi penjelasan (bayyinaat), dari petunjuk tersebut sehingga kemudian mampu menjadi pembeda (furqaan)-antara yang baik dan yang buruk.Kemampuan setiap orang dalam memahami lafald dan ungkapan Al Qur’an tidaklah sama, padahal penjelasannya sedemikian gemblang dan ayat-ayatnya pun sedemikian rinci. Perbedaan daya nalar diantara mereka ini adalah suatu hal yang tidak dipertentangan lagi. Menurut istilah, pengertian tafsir adalah ilmu yang memepelajari kandungan kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi SAW, berikut prnjelasan maknanya, serta pengambilan hukum serta hikmah-hikmahnya. Ta’wil arti luas: sama dengan tafsir. Yaitu meliputi keterangan arti ayat, penjelasan maksud kandungannya, dan pengisbatan hukum-hukum serta uraian kaidanya. Terjemah harfiyah (literitik) yaitu menterjemahkan Al-Qur’an dalam bahasa inggris, jerman, prancis, dll mengenai lafal, kosa kata, jumlah dan susunannyaterjemahnya sesuai dengan bahasanya
Terjemah maknawiyah (tafsiriyah) yaitu menterjemahkan arti ayt- ayat Al-Qur’an, namun si penterjemah tidak terkait dengan lafalnya, karena ia lebih memeperhatikan ayat Al-Qur’an dengan lafal-lafal yang tidak terikat oleh kata-kata dan susunan kalimat. Dalam Al Qur’an surat Yasin ayat 38 yang berbunyi :  وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ (38)”  Dan Matahari berjalan ditempat peredaranya itu adalah ketetapan yang maha Perkasa lagi Maha mengetahui “ [50]. وَالشَّمْسُ تَجْرِي ( dan matahari berjalan ) kalimat ini dan apa yang disebutkan setelahnya adalah tanda yang lain bagi mereka. لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا( di tempat peredarannya ) tidak melewatinya ذَلِكَ  (itu) peredarannya itu تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ( adalah ketetapan Sang Perkasa) dalam kerajaannya الْعَلِيمِ (lagi maha mengetahui) terhadap mahluknya[51].Allah SWT berfirman : وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا  “Dan matahari berjalan di tempat peredarannya.” Sehingga dalam Q.S Yasin ayat 183 mengandung pengertian:
1. Matahari berjalan pada ketetapan dari Dzat Maha Perkasa dan Maha Mengetahui
2. Matahari dan semua makhluk pasti memiliki batas akhir dan setelah itu akan hilang
3. Matahri ini ditetapkan dengan suatu ketetapan yang benar-benar rapi.
4. Ayat ini menetapkan dua dari beberapa nama Allah SWT yaitu Maha Perkasa dan Maha Mengetahui.
5. Kedua nama ini disebutkan karena matahri bukan benda yang kecil dan mudah  dikendalikan,tapi benda yang sangat besar,yang pengendaliannya membutuhkan keperkasaan dan pengetahuan.
6. Allah SWT adalah pemilik ilmu yang sempurna dan menyeluruh.
Schleiermacher menekankan pentingnya memperhatikan aspek diakronik teks, seperti kosa kata dan tata bahasa yang memang berlaku pada saat teks yang ditafsirkan itu muncul. Selain itu, ia juga menekankan pentingnya hubungan antar bagian teks (among parts of the text) dan relasi antara bagian-bagian teks (the parts) dan keseluruhan (the whole).[52]
Menurut Schleiermacher, keterikatan antara hermeneutika dan grammar (tata bahasa) berdasarkan fakta bahwa setiap ungkapan dipahami melalui prapemahaman (presupposition of understanding) bahasa, yang mana keduanya terkait pada bahasa. Setiap pikiran diungkapkan melalui kata-kata, tanpa kata-kata pikiran tidak akan jelas dan bisa dimengerti. Oleh karena itu, hermeneutika sebagai seni pemahaman terikat pada tata bahasa karena sebuah pemikiran hanya akan bisa dipahami melalui bahasa.[53]
Ungkapan tidak bisa dianggap sebagai tindakan dari pikiran jika tidak dipahami dari bentuk bahasanya, karena inti bahasa memodifikasi pikiran. Ungkapan juga tidak bisa dianggap sebagai modifikasi sebuah bahasa jika tidak dipahami sebagai tindakan dari pikiran, karena semua pengaruh masuk ke dalam pikiran yang akan dikembangkan dalam ungkapan.[54] Secara umum, seorang pembaca tidak akan bisa memahami sebuah teks dari struktur bahasanya jika tidak memperhatikan bagian-bagian (parts) dari sebuah teks yang membentuk pemahaman keseluruhan teks (the whole). Pikiran utama (main thought) biasanya diuraikan dalam pikiran-pikiran penjelas (secondary thought). Akan tetapi, terkadang terdapat sebuah teks yang tidak bisa dipahami pikiran utamanya jika belum memahami keseluruhan pikiran penjelas.
Schleiermacher berpendapat bahwa seseorang tidak bisa memahami sebuah teks hanya dengan semata-mata memperhatikan aspek bahasa saja, melainkan juga dengan memperhatikan aspek kejiwaan pengarangnya. Seorang penafsir teks harus memahami seluk-beluk pengarangnya. Pandangan yang memberikan perhatian pada aspek psikologis ini kemungkinan dipengaruhi oleh keluasan pengetahuannya tentang filsafat ketuhanan Spinoza. Terkait dengan pemahaman teks secara psikologis, Ada dua tawaran  metode dari Schleiermacher: divinatory method dan comparative method. Metode divinatori adalah metode dimana seseorang mentransformasikan dirinya atau memasukkan dirinya ke dalam (kejiwaan) orang lain dan mencoba memahami orang itu secara langsung. Pada akhirnya pandangan hermeneutika psikologis Schleiermarcher adalah dalam rangka memahami suatu teks secara sempurna, yakni dengan memadukan (mengkomparasikan) aspek-aspek gramatikal dan situasi batin pengarang sehingga apa yang disebut sebagai aktifitas penafsiran benar-benar menghasilkan pandangan yang objektif dan sesuai dengan keinginan pembuat teks. Di sini kembali terlihat bahwa inti dari hermeneutika Schleiermacher adalah seni menafsirkan (art of interpretation).

B. SARAN-SARAN
Sudah tentu makalah ini masih banyak kekurangan bahkan jauh dari harapan,namun mari kita selalu berusaha mengolah akal dan pikir kita sehingga akan menumbuhkan sebuah ilmu yang dilandasi dengan kebijaksanaan.


Daftar pustaka
Ibnu Utsaimin,Tafsir surah Yasin Mengenal lebih dekan kandungan jantung Al Qur’an (Jatiwaringin,Jakarta Sahara Pustaka Publishers )
Tafsir jalalain
AL Qur’an dan terjemah.
Anonym. Friedrich Daniel Ernst Schleiermacher –Biography dalam situs http://www.egs.edu/library/friedrich-schleiermacher/biography/ akses tanggal 20 April 2015
Forester, Michael N.. Hermeneutics. (file pdf) diunduh dari situs: philosophy.uchicago.edu/faculty/files/. Akses tanggal 26 April 2015
Grondin, Jean. Sejarah Hermeneutik; dari Plato Sampai Gadamer. Terj. 2010. Yogyakarta: Arruz Media
___________. Sources of Hermeneutics. 1995. New York: State University of New York.
Gjesdal, Kristin. Hermeneutics. (Oxford bibliographies online) diunduh dari situs: http://www.oxfordbibliographiesonline.com/view/document/. Akses tanggal 25 April 2015
Murtaningsih, WahyuPara Filsuf dari Plato sampai Ibnu Bajjah. 2012. Yogyakarta: IRCiSoD
Parmer, Richard E. Hermeneutika Teori Baru Mengenai Interpretasi. Terj. 2005. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Rutt, Jessica. On Hermeneutic (file pdf). 2006. Tanpa kota dan tahun. Jurnal Logos dalam situs nb.vse.cz/kfil/elogos/student/rutt.pdf. akses tanggal 21 April 2015








[2] Al Qur’an dan terjemah
[3] Josep Bleicher,Contemporary Hermeneutika,Hermeneutika as Method,Philosophy,and critique (London,Boston,and Henley,Roudledge&Kegan Paul,1980)hlmn.1
[4] Mircea Eliade,The Encyclopedia of Religion,Volume 6(New York:macmillan Publishing Company,t.t) hlmn.279
[5] Edi Mulyono,Belajar Hermeneutika,(Jogjakarta,IRGSoD ) hlmn 19
[7] Jessica Rutt. On Hermeneutic, dalam jurnal Logos (file pdf) Edisi 2006. hlm, 2 dalam situs nb.vse.cz/kfil/elogos/student/rutt.pdf. akses tanggal 21 April 2015

[8] Diterjemahkan dari artikel tentang biografinya yang berjudul, Friedrich Daniel Ernst Schleiermacher – Biography dalam situs http://www.egs.edu/library/friedrich-schleiermacher/biography/ akses tanggal 20 April 2015
[9] Ibid Hal.2
[10] Richard E. Parmer. Hermeneutika Teori Baru Mengenai Interpretasi. Terj. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005) hlm. 85-93
[11] Op.cit
[12] Kristin Gjesdal. Hermeneutics. (Oxford bibliographies online) diunduh dari situs: http://www.oxfordbibliographiesonline.com/view/document/. Akses tanggal 25 April 2015
[13] Richard E. Palmer. Ibid hal 95-97
[14] Jean Grondin. Sources of Hermeneutics. (New York: State University of New York, 1995) hlm. 4-5
[15]  Michael N. Forester. Hermeneutics. (file pdf) hlm. 18 diunduh dari situs: philosophy.uchicago.edu/faculty/files/. Akses tanggal 26 April 2015

[16] Richard E. Palmer. Hermeneutika, hlm. 59
[17] Michael N. Forester. Op.cit, hlm. 20-30
[19] Al Qur’an dan terjemah
[20] Tafsir Jalalain
[21] Ibnu Utsaimin,Tafsir surat Yasin,Mengenal lebih dekat kandungan jantung Al Qur’an (Jatiwaringin Jakarta Sahara Pustaka publishers)2007
[22] Ibid hlm 181
[23] Ibid hlm 182
[24] Ibid hlm 183
[25] Ibid hlmn 184
[26] Al Qur’an dan terjemah
[27]  Sahiron Syamsudin dkk., Pemikiran Hermeneutika Dalam Tradisi Barat: Reader (Yogyakarta: LP UIN Suka), hlm. ix.
[28]  F.D.E. Schleiermacher, Hermeneutics and Criticsm (), hlm. 8.
[29] Penulis memahami dalam bahasa pembicaraan maupun tulisan itu tidak hanya menunjukkan makna yang diinginkan oleh sang author, akan tetapi juga terdapat sistem bahasa yang terbentuk disana yang mempengaruhi makna yang ingin diungkapkan oleh sang author.
[30] Ini merupakan langkah dasar dari diakronik bahasa dalam teori gramatikal Schleiermacher. Lihat F.D.E. Schleiermacher, Hermeneutics and Criticsm, hlm. 9.
[31]  F.D.E. Schleiermacher, Hermeneutics and Criticsm, hlm. 10.
[32]  F.D.E. Schleiermacher, Hermeneutics and Criticsm, hlm. 9.
[33]  F.D.E. Schleiermacher, Hermeneutics and Criticsm, hlm. 15.
[34]  F.D.E. Schleiermacher, Hermeneutics and Criticsm, hlm. 15-16.
[35]  Dari penjelasan ini bisa diketahui bahwa Schleiermacher menekankan pentingnya konsep diakronik bahasa, karena setiap kata atau konsep akan terus mengalami perubahan makna maupun paradigma dari waktu ke waktu sehingga pentingnya memahami konsep yang dipakai oleh penulis teks pada masa ia masih hidup. Lihat F.D.E. Schleiermacher, Hermeneutics and Criticsm, hlm. 19-20.
[36] Seperti halnya filsafat yang memiliki objek formal dan material, hermeneutika umum sebagai seni memahami juga memiliki elemen formal dan material, namun dalam hal ini penulis belum mengerti sepenuhnya dengan konsep formal dan material yang diungkapkan oleh Schleiermacher.
[37]  Elemen kata disini bisa berbentuk frase, klausa, proposisi maupun preposisi.
[38]  F.D.E. Schleiermacher, Hermeneutics and Criticsm, hlm. 45-46.
[39]  Maksudnya disini adalah hubungan tetap dan hubungan yang tidak terikat.
[40]  F.D.E. Schleiermacher, Hermeneutics and Criticsm, hlm. 46.
[41]  Diambil pada perkuliahan 1826. Lihat F.D.E. Schleiermacher, Hermeneutics and Criticsm, hlm. 47. Sebenarnya banyak penjelasan baik itu tentang hubungan subjek dan predikat maupun antara proposisi dan preposisi, akan tetapi penulis menyudahi pembahasan tentang “connection” disini karena istilah yang digunakan adalah istilah bahasa (linguistik) sehingga cukup rumit untuk dipahami. Untuk lebih jelasnya silahkan lihat pada halaman 46-51.
[42]  F.D.E. Schleiermacher, Hermeneutics and Criticsm, hlm. 61.
[43] Teks aslinya berbunyi: “this hermeneutics aid is only valid initially in relation to expression which have their location in the context of the whole and which belong to parts of the object” dalam menjelaskan tentang canon. Lihat F.D.E. Schleiermacher, Hermeneutics and Criticsm, hlm. 63.
[44]  F.D.E. Schleiermacher, Hermeneutics and Criticsm, hlm. 67-68.
[45] Al Qur’an dan terjemah
[46] Wahyu Murtaningsih. Para Filsuf dari Plato sampai Ibnu Bajjah. (Yogyakarta: IRCiSoD, 2012) hlm. 100
[47] Jean Grondin. Sejarah Hermeneutik; dari Plato Sampai Gadamer. Terj. (Yogyakarta: Arruz Media, 2010) hlm. 18

[48] Ibid. Hlm. 19
[49] Richard E. Palmer. Hermeneutika. Hlm, 101

[50] Al Qur’an dan terjemah
[51] Tafsir Jalalain
[52]  Sahiron Syamsudin dkk., Pemikiran Hermeneutika Dalam Tradisi Barat: Reader (Yogyakarta: LP UIN Suka), hlm. ix.
[53]  F.D.E. Schleiermacher, Hermeneutics and Criticsm (), hlm. 8.
[54]  F.D.E. Schleiermacher, Hermeneutics and Criticsm, hlm. 9.

0 komentar:

Posting Komentar