|
|||||
DALAM RANGKA SUKSES UNBK, UAMBN DAN UM | |||||
TAHUN PELAJARAN 2016/2017 | |||||
NO | TANGGAL | KEGIATAN | |||
1 | Desember 2016 | Photo Ijazah | |||
2 | 22 Desember 2016 - 26 Januari 2017 | Pendaftaran UNBK | |||
3 | 09 Januari 2017 | Pendataan Peserta | |||
4 | 26 Januari 2017 | Penetapan Madrasah Pelaksanaan UNBK | |||
5 | 26 - 31 Januari 2017 | Pengaturan Penempatan Perserta ke Server | |||
6 | 01 - 08 Pebruari 2017 | Penyiapan Data di Pusat | |||
7 | 06 - 09 Pebruari 2017 | Try Out 1 tingkat SMP/MTs Kab Wonosobo | |||
8 | 20 - 23 Pebruari 2017 | Try Out 1 Tingkat KKM MTs Kab Wonosobo | |||
9 | Minggu ke-3 Pebruari 2017 | SBT | |||
10 | 27 - 28 Pebruari 2017 | Simulasi UNBK1 | |||
11 | Mulai 06 Pebruari 2017 | Les UAMBN | |||
12 | Mulai hari Jum'at bulan Pebruari 2017 | Mujahadah Peserta Dididk | |||
13 | 1,2,3,4 Maret 2017 | Ujian Praktek | |||
14 | 06 - 11 Maret 2017 | Penilaian Tengah Semester | |||
15 | 13 - 16 Maret 2017 | Try Out 2 Tingkat SMP/ MTs Kab Wonosobo | |||
16 | 20 - 21 Maret 2017 | Gladi Bersih UNBK SMP/MTs | |||
17 | 22 - 25 Maret 2017 | Try Out 2 Tingkat KKM MTs Kab Wonosobo | |||
18 | Maret 2017 | Try Out UAMBN | |||
19 | 20 - 22 April 2017 | UAMBN (Utama) | |||
20 | 25 - 27 April 2017 | UAMBN (Susulan) | |||
21 | 25 - 28 April 2017 | Ujian Madrasah | |||
22 | April 2017 | Rekap Nilai | |||
23 | April 2017 | Out Bond | |||
24 | 29 April 2017 | Mujahadah Peserta Dididk,Dewan Guru,Karyawan,Wali Murid dan Komite | |||
25 | 02,03,04,08 Mei 2017 | Ujian Nasional Berbasis Komputer (Utama) | |||
26 | 22 - 23 Mei 2017 | Ujian Nasional Berbasis Komputer (Susulan) | |||
27 | 16 Mei 2017 | Perpisahan | |||
28 | 27 Mei 2017 | Pengiriman data hasil UNBK ke Propinsi | |||
29 | 02 Juni 2017 | Pengumuman kelulusan Peserta Didik | |||
30 | Juni 2017 | Cap 3 Jari dan Pembagian Ijazah | |||
Wonosobo, 30 Januari 2017 | |||||
Kepala | |||||
Dra.Hj.Ratna Ayu Kartika Wulan,MM.Pd | |||||
NIP.196608311993032 002 |
This is default featured slide 1 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
This is default featured slide 2 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
This is default featured slide 3 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
This is default featured slide 4 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
This is default featured slide 5 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
Minggu, 29 April 2018
TIME SCEDULE SUKSES UM,USBN,UAMBN DAN UNBK 2016/2017
22.52
No comments
TIME SCEDULE SUKSES US/MBN,UAMBNBK DAN UNBK 2017/2018
22.49
No comments
Rabu, 18 April 2018
Jumat, 16 Maret 2018
madrasah di masa NOW
MADRASAH
DI MASA NOW
Pembelajaran
merupakan kegiatan inti dan utama dari proses pendidikan karena pembelajaran
itu memang yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani
peserta didik, yang manifestasinya berupa perubahan tingkah laku dan
pembentukan kepribadian peserta didik. Oleh karena itu, pembelajaran menjadi
masalah pokok dalam kehidupan umat manusia, sebab hampir semua perbuatan dan
perkembangan manusia terjadi karena pembelajaran. Pembelajaran adalah suatu proses atau ihtiar untuk
memperoleh pengetahuan (knowledge),
keterampilan hidup (life skill), dan
sikap (attitude). Pembelajaran itu
sendiri merupakan perbuatan yang disengaja untuk memperoleh hasil yang
diinginkan. Proses belajar-mengajar itu bersifat kompleks,karena didalamnya
didaktis-pedagogis pada pihak guru dan kegiatan belajar pada pihak siswa saling
berinterkasi.Siswa masuk sekolah untuk belajar dan tenaga pengajar mendampingi
serta menuntun siswa dalam mempelajari pelajaran tertentu, melalui suatu proses
belajar demi mencapai suatu hasil yang Nampak dalam prestasi belajar siswa.[1] pembelajaran
tersebut dihayati oleh masing-masing pribadi peserta didik yang berbeda-beda,
di mana ada yang dengan mudah dan cepat mencerna, tetapi ada pula yang
mengalami kesukaran dalam prosesnya, yang kesemuanya menjadi penyebab perbedaan
prestasi belajar. Prestasi belajar merupakan hasil yang telah di capai atau
sebagai bukti dari usaha yang dapat dicapai seseorang alam belajarnya dan
menjadi derajat keberhasilan yang dimiliki oleh setiap pelaku pendidikan,
terutama peserta didik di sekolah-sekolah formal.
Keberhasilan prestasi
belajar siswa merupakan hasil dari berbagai bentuk interaksi yang disengaja
(interaksi edukatif). Interaksi
Edukatif adalah interaksi yang berlangsung dalam suatu ikatan untuk tujuan
pendidikan dan pengajaran.[2]
Oleh karena itu, interaksi edukatif perlu dibedakan dari bentuk interaksi yang
lain. Dalam arti yang spesifik pada
bidang pendidikan juga dikenal adanya istilah interaksi belajar mengajar.
Sehubungan dengan hal tersebut perlu ditegaskan bahwa prinsip mengajar adalah
mempermudah dan memberikan dorongan kegiatan belajar, sehingga guru sebagai
pengajar memiliki tugas memberikan fasilitas atau kemudahan bagi suatu kegiatan
belajar siswa (subyek belajar).
Apa yang telah dicapai
oleh siswa setelah melakukan krgiatan belajar sering disebut prestasi
belajar.Tentang apa yang telah dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan
belajar,ada juga yang menyebutnya dengan istilah hasil belajar seperti Nana
Sudjana (1991). Pencapaian prestasi belajar atau hasil belajar siwa merujuk
kepada aspek-aspek kognitif,afektif dan psikomotor. Menurut Sudjana
(1991), ketiga aspek diatas tidak berdiri sendiri, tetapi merupakan satu
kesatuan yang tidak terpisahkan,bahkan membentuk hubungan hierarki.[3]Prestasi belajar yang
maksimal tidak akan terwujud tanpa adanya strategi yang memang dipersiapkan
untuk mencapainya. Apalagi dalam persaingan global yang menuntut adanya
kapabilitas, motivasi dan inovasi tinggi[4].
Hal itu diperlukan karena penguasaan teknologi dan informasi menjadi hal yang
mutlak untuk memperkuat kemampuan dan posisi tawar bangsa Indonesia dalam
menghadapi kerjasama maupun persaingan global. Meskipun untuk mengejar
ketertinggalan dengan negara lain masih menjadi harapan, namun setidaknya mampu
membuat bangsa ini tetap bertahan, tidak semakin terpuruk dan rapuh oleh krisis
multidimensional yang sedang dihadapi saat ini. Di Madrasah pada tahab akhir belajar ada 4 evaluasi yaitu UN (Ujian Nasional,UAMBN (Ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional),USBN (Ujian Sekolah Berstandar Nasioanal),UM (Ujian Madrasah) dan Ujian Praktek.UAMBN Bahkan seiring perkembangan informasi
dan tekhnologi sekarang semua berbasis komputer yang semuanya merupakan salah satu unsur dalam pendidikan di madrasah yang ditujukan untuk mendongkrak kualitas pendidikan Nasional
sehingga kualitas lulusan (output dan out
came) pendidikan dapat mencapai standar yang lebih tinggi.Yang terjadi dilapangan untuk mata
pelajaran UAMBN seakan terpinggirkan oleh mata pelajaran UN sehingga membuat
pembelajarannya kurang menggairahkan.Idealnya
standar nilai dalam mata
pelajaran UAMBN (Ujian Akhir
Madrasah Berstandar Nasional) benar-benar dapat menjadi cermin bagi prestasi
belajar di madrasah. Namun demikian belum jelas apakah standar
nilai mata pelajaran UAMBN (Ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional)
kali ini benar-benar akan mencerminkan kualitas pendidikan siswa atau tidak,
masih sulit untuk menjawabnya secara pasti. Sebab meskipun berangkat dari teori
pendidikan yang sama (yaitu kurikulum 2013) namun
di lapangan terjadi proses aplikasi yang beragam. Ditambah lagi, adanya
kesenjangan mengakses sarana pendidikan secara maksimal antara sekolah yang
berada di kawasan pinggiran dengan sekolah yang berada di pusat perkotaan
merupakan fakta yang sulit dipungkiri. Dengan kata lain masih ada diskriminasi
dalam mekanisme pendidikan yang berujung pada kesenjangan kualitas Pendidikan..
Madrasah adalah
institusi pendidikan paling awal yang mengajarkan nilai-nilai Islam di
Indonesia dan tumbuh serta berkembang jauh sebelum kemerdekaan negeri ini.[5]Madrasah
sebagai salah satu sub sistem dari sistem pendidikan nasional telah menunjukkan
kontribusi yang cukup berarti terhadap
pendidikan di Indonesia.Sedangkan
adanya opini publik yang menyatakan bahwa pencapaian prestasi siswa juga diukur dari
prestasi mata pelajaran UAMBN (Ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional),
semakin tinggi prestasi mata pelajaran UAMBN (Ujian Akhir Madrasah Berstandar
Nasional) nya semakin dianggap bagus prestasi madrasah
tersebut. memang hal ini tidak salah. Yang jadi
permasalahan yaitu madrasah tetap harus konsisten pada tujuan institusionalnya,
sementara itu muatan kurikulum pada madrasah amat padat.Tantangan madrasah sangat besar
disamping dituntut berprestasi akademik juga nilai kemadrasahan tidak
boleh pudar dan madrasah harus memberiakan sumbang sihnya terhadap pembangunan
Nasioanal melalui SDM yang mumpuni dan terbebas dari Korupsi.
[1] Winkel, W.S., Psikologi Pengajaran (Yogyakarta: Media Abadi, 2012), hlm. 49.
[2] Sardiman A. M., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2001), hlm. 1.
(Jakarta;PT Rajagravindo Persada,2014) hlm.172
[4] Al-Hamzah, Memecahkan Labirin
Pendidikan Nasional: Upaya Keluar dari Paradigma Involusi (Jurnal Ilmiah
Sketsa, edisi I/LPM/11/2000. LPM Sketsa Universitas Jendral Soedirman,
Purwokerto, 2000), hlm. 270.
[5] M.Nur Kholis Setiawan,Akademisi
dipusaran birokrasi Menata yang terserak,(Yogyakarta;
Kaukaba
Dipantara,2015) hlm.15
Selasa, 13 Maret 2018
STRATEGI MADRASAH DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATA PELAJARAN UAMBN (UJIAN AKHIR MADRASAH BERSTANDAR NASIONAL) (Studi Kasus Di MTs Negeri Wonosobo)
23.55
No comments
STRATEGI MADRASAH DALAM
MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATA PELAJARAN UAMBN
(UJIAN AKHIR MADRASAH
BERSTANDAR NASIONAL)
(Studi Kasus
Di MTs Negeri Wonosobo)
BAB I
PENDAHULUAN
|
A.
Latar Belakang Masalah
Pembelajaran
merupakan kegiatan inti dan utama dari proses pendidikan karena pembelajaran
itu memang yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani
peserta didik, yang manifestasinya berupa perubahan tingkah laku dan
pembentukan kepribadian peserta didik. Oleh karena itu, pembelajaran menjadi
masalah pokok dalam kehidupan umat manusia, sebab hampir semua perbuatan dan
perkembangan manusia terjadi karena pembelajaran. Pembelajaran adalah suatu proses atau ihtiar untuk
memperoleh pengetahuan (knowledge),
keterampilan hidup (life skill), dan
sikap (attitude). Pembelajaran itu
sendiri merupakan perbuatan yang disengaja untuk memperoleh hasil yang
diinginkan. Proses pembelajaran tersebut dihayati oleh masing-masing pribadi
peserta didik yang berbeda-beda, di mana ada yang dengan mudah dan cepat
mencerna, tetapi ada pula yang mengalami kesukaran dalam prosesnya, yang
kesemuanya menjadi penyebab perbedaan prestasi belajar.[1]
Prestasi belajar merupakan hasil yang telah di capai atau sebagai bukti dari
usaha yang dapat dicapai seseorang alam belajarnya dan menjadi derajat
keberhasilan yang dimiliki oleh setiap pelaku pendidikan, terutama peserta
didik di sekolah-sekolah formal.
Keberhasilan prestasi
belajar siswa merupakan hasil dari berbagai bentuk interaksi yang disengaja
(interaksi edukatif). Interaksi
Edukatif adalah interaksi yang berlangsung dalam suatu ikatan untuk tujuan
pendidikan dan pengajaran.[2]
Oleh karena itu, interaksi edukatif perlu dibedakan dari bentuk interaksi yang
lain. Dalam arti yang spesifik pada
bidang pendidikan juga dikenal adanya istilah interaksi belajar mengajar.
Sehubungan dengan hal tersebut perlu ditegaskan bahwa prinsip mengajar adalah
mempermudah dan memberikan dorongan kegiatan belajar, sehingga guru sebagai
pengajar memiliki tugas memberikan fasilitas atau kemudahan bagi suatu kegiatan
belajar siswa (subyek belajar).
Prestasi belajar yang
maksimal tidak akan terwujud tanpa adanya strategi yang memang dipersiapkan
untuk mencapainya. Apalagi dalam persaingan global yang menuntut adanya
kapabilitas, motivasi dan inovasi tinggi.[3]
Hal itu diperlukan karena penguasaan teknologi dan informasi menjadi hal yang
mutlak untuk memperkuat kemampuan dan posisi tawar bangsa Indonesia dalam
menghadapi kerjasama maupun persaingan global. Meskipun untuk mengejar
ketertinggalan dengan negara lain masih menjadi harapan, namun setidaknya mampu
membuat bangsa ini tetap bertahan, tidak semakin terpuruk dan rapuh oleh krisis
multidimensional yang sedang dihadapi saat ini. UAMBN (ujian Akhir Madrasah
Berstandar Nasional) merupakan salah satu unsur dalam pendidikan yang ditujukan
untuk mendongkrak kualitas pendidikan nasional sehingga kualitas lulusan (output dan out came) pendidikan dapat
mencapai standar yang lebih tinggi.
Pada tahun
pelajaran 2010/2011, mata pelajaran yang menjadi kriteria kelulusan siswa dari
suatu lembaga pendidikan yaitu: (a). menyelesaikan seluruh program pembelajaran;
(b). memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata
pelajaran, yang terdiri atas: 1) kelompok mata pelajaran agama dan akhlak
mulia; 2) kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian; 3) kelompok
mata pelajaran estetika, dan 4) kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan
kesehatan; c. lulus US untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan
teknologi; dan d. lulus UN. [4]
Idealnya standar nilai
dalam UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) benar-benar dapat
menjadi cermin bagi prestasi belajar. Namun demikian belum jelas apakah standar
nilai UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) kali ini benar-benar
akan mencerminkan kualitas pendidikan siswa atau tidak, masih sulit untuk
menjawabnya secara pasti. Sebab meskipun berangkat dari teori pendidikan yang
sama (yaitu kurikulum berbasis kompetensi) namun di lapangan terjadi proses
aplikasi yang beragam. Ditambah lagi, adanya kesenjangan mengakses sarana
pendidikan secara maksimal antara sekolah yang berada di kawasan pinggiran
dengan sekolah yang berada di pusat perkotaan merupakan fakta yang sulit
dipungkiri. Dengan kata lain masih ada diskriminasi dalam mekanisme pendidikan
yang berujung pada kesenjangan kualitas pendidikan dalam kategori dua sekolah
tersebut.
Madrasah sebagai salah
satu sub sistem dari sistem pendidikan nasional telah menunjukkan
kontribusi yang cukup berarti terhadap
pendidikan di Indonesia.[5]
Jumlah murid pada lembaga-lembaga pendidikan Islam (madrasah) senantiasa
mengalami peningkatan. Maksun mengatakan bahwa pada tahun 1994-1995 jumlah
murid dan mahasiswa di lebaga-lembaga pendidikan Islam (MTs/MA) mencapai 9-19 %
dari keseluruhan jumlah murid dan mahasiswa di lembaga-lembaga pendidikan di
Indonesia. Di samping itu dari sudut kurikulum, perkembangan pendidikan Islam
selama masa pemerintahan tahun 1966-1998,
menunjukkan adanya proses adaptasi yang
tinggi. Jika masa-masa sebelumnya, madrasah-madrasah di bawah Kementerian Agama
terkesan sangat eksklusif dan cenderung terasing, maka pada periode ini
lembaga-lembaga pendidikan tersebut intens pada proses perkembangan dan
perubahan kurikulumnya. Maksun mengatakan bahwa dalam proses ini, dinamika
kurikulum pendidikan Islam dapat dilihat dari empat aspek, yaitu:
1). Madrasah-madrasah mengembangkan kurikulum
yang memberikan porsi cukup besar untuk mata pelajaran non-keagamaan, 2).
Sebagian madrasah menggunakan kurikulum yang dominan berorienasi mata-mata
pelajaran keagamaan, 3). Banyak madrasah yang memanfaatkan porsi kurikulum
muatan lokal untuk mengintensifkan ciri-ciri keagamaan, kejujuran, atau
orientasi keilmuan tertentu, 4). Murid-murid tamatan madrasah dapat melanjutkan
ke sekolah dan perguruan tinggi di lingkungan Depdiknas.[6]
Ketika penulis melakukan
studi pendahuluan, terlihat berbagai kegiatan positif,
baik yang dilakukan guru, siswa maupun tenaga administasi di MTs Negeri
Wonosobo apalagi
menjelang pelaksanaan UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) pada
akhir tahun pelajaran 2014/2015 ini. Hal itu penulis pahami
adanya kemauan dan dinamika positif di madrasah tersebut untuk meningkatkan
prestasi bagi siswa-siswinya. MTs Negeri Wonosobo telah menerapkan berbagai strategi pembelajaran pada seluruh mata pelajaran dalam
rangka mempertahan kan
diri sebagai sebuah lembaga pendidikan Islam yang selama ini telah terbukti mengalami peningkatan. Hal inilah yang menjadi
fokus penelitian tesis ini.
Tidak mudah bagi
madrasah untuk mencapai prestasi yang ideal, dalam arti unggul prestasi
akademik dan non-akademik. Yang lebih memacu pihak madrasah yaitu adanya opini
publik bahwa pencapaian prestasi siswa juga diukur dari prestasi mata pelajaran
UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional), semakin tinggi prestasi mata
pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional)nya semakin dianggap
bagus prestasi madrasah tersebut. Memang hal ini tidak salah. Yang jadi
permasalahan yaitu madrasah tetap harus konsisten pada tujuan institusionalnya,
sementara itu muatan kurikulum pada madrasah amat padat.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang
masalah tersebut di atas, penulis ingin menjawab beberapa pertanyaan sebagai
berikut:
1.
Bagaimana strategi MTs Negeri Wonosobo di dalam
meningkatkan prestasi belajar mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah
Berstandar Nasional)?
2.
Apakah strategi pembelajaran yang
diimplementasikan di MTs Negeri Wonosobo tepat sasaran, yaitu mampu
meningkatkan prestasi siswa tanpa mengorbankan tujuan instituisional Madrasah?
3.
Apakah metode strategis peningkatan prestasi
belajar mata pelajaran UN di MTs Negeri Wonosobo?
C.
Tujuan Penelitian
1. Untuk mendeskripsikan strategi MTs Negeri
Wonosobo didalam meningkatkan prestasi belajar mata pelajaran UAMBN (ujian
Akhir Madrasah Berstandar Nasional).
2. Untuk menjelaskan apakah strategi pembelajaran
yang diimplementasikan di MTs Negeri Wonosobo tepat sasaran, yaitu di satu sisi
mampu meningkatkan prestasi belajar mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah
Berstandar Nasional) tanpa mengorbankan tujuan instituisional Madrasah.
3. Untuk mendeskripsikan berbagai metode strategis
peningkatan prestasi belajar mata pelajaran UN di MTs Negeri Wonosobo.
D.
Manfaat Penelitian
1.
Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi
sumbangsih (contribution) dalam
memperkuat posisi Ilmu Pendidikan sebagai sebuah ilmu pengetahuan.
b. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat
sebagai bahan kajian tentang bagaimana mengatasi problematika didalam
meningkatkan prestasi mata belajar mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah
Berstandar Nasional) sehingga problematika yang
sama dapat dihindari dan pada gilirannya dapat lebih mengefektifkan proses
pembelajaran di masa yang akan datang.
c. Hasil penelitian ini nanti diharapkan akan
bermanfaat pula sebagai salah satu acuan bagi para peneliti berikutnya yang
berminat untuk melakukan studi lebih lanjut yang berkaitan dengan permasalahan
yang bersentuhan dengan penelitian ini.
2.
Manfaat Praktis
a. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
para pengelola lembaga pendidikan, terutama bagi para praktiusinya (guru),
sebagai pijakan praktis untuk lebih mengefektifkan upaya meningkatkan prestasi
belajar mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional).
b. Penelitian ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang
berkompeten dengan upaya untuk meningkatkan prestasi belajar mata pelajaran UAMBN
(ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional), baik di lingkungan MTs Negeri
Wonosobo maupun para stakeholders yang terkait dengan upaya peningkatan mutu
madrasah di masa datang.
c. Atas dasar temuan-temuan peneliian ini nantinya,
diharapkan para praktisi pendidikan
dapat meningkatkan kinerja didalam meningkatkan prestasi belajar mata
pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional).
E.
Metodologi Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan
(field research) dengan studi kasus tentang strategi madrasah dalam
meningkatkan prestasi mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar
Nasional) dengan obyek studi di MTs Negeri Wonosobo. Adapun metode penelitiannya
bersifat deskriptif, yaitu mendeskripsikan berbagai strategi yang ditempuh
civitas akademika di MTs Negeri Wonosobo didalam meningkatkan prestasi belajar
mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional). Metode
derkriptif ini menjadi pilihan peneliti karena merupakan metode penelitian
lebih peka dan lebih dapat menyesuaiakan diri dengan banyak penajaman pengaruh
bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.Adapun sasaran penelitiannya
yaitu warga sekolah yang terdiri dari kepala madrasah, tenaga pengajar mata
pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional), tenaga
administrasi, dan siswa kelas IX (sembilan).Hal-hal yang berkenaan dengan
metodologi penelitian yang menjadi focus pembahasan pada bagian ini yaitu
sebagai berikut:
1. Fokus dan Ruang Lingkup Penelitian
a. Fokus Penelitian
Fokus penelitian
tesis ini tentang strategi madrasah dalam meningkatkan prestasi mata
pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional). MTs Negeri Wonosobo
menjadi pilihan obyek studi dengan alasan bahwa madrasah ini dikenal cukup baik
di Jawa Tengah terutama di Kabupaten Wonosobo.
b. Ruang Lingkup Penelitian
Sesuai dengan
fokus penelitian, secara garis besar bahwa ruang lingkup penelitian tesis ini
yaitu tentang bagaimana MTs Negeri Wonosobo dalam
mingimplementasikan berbagai strategi dalam meningkatkan prestasi mata
pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional). Adapun ruang
lingkup penelitian ini meliputi tiga hal, yaitu:
1) Strategi MTs Negeri Wonosobo didalam
meningkatkan prestasi belajar mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah
Berstandar Nasional).
2) Kebijakan madrasah yang ada kaitannya dengan
upaya meningkatkan prestasi belajar mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah
Berstandar Nasional).
3) Berbagai metode strategis peningkatan prestasi
belajar mata pelajaran UN di MTs Negeri Wonosobo.
2. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian
kualitatif, yang sering pula disebut metode etnografik, metode fenomenologis,
atau metode impresionistik, dan lain-lain.[7] Bogdan dan
Tyler mendefinisikan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.[8] Nana
Sudjana mengatakan: “Metode penelitian
deskriptif yaitu metode penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala,
peristiwa, atau kejadian tertentu.” [9] Berdasarkan
metode inilah peneliti akan menderkripsikan berbagai strategi yang ditempuh MTs
Negeri Wonosobo didalam meningkatkan prestasi mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir
Madrasah Berstandar Nasional). Metode derkriptif ini menjadi pilihan peneliti
karena merupakan metode penelitian lebih peka dan lebih dapat menyesuaiakan
diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang
dihadapi.
Data penelitian sebagai bahan kajian atau
analisis tesis ini, peneliti peroleh dengan menggunakan teknik sampel. Sebagaimana
yang dikemukakan oleh Patton, dalam pengambilan sampel ini penulis melakukan
secara selektif, dimana peneliti menggunakan berbagai pertimbangan berdasarkan
konsep teoritis yang dipergunakan, keingin tahuan pribadi (curiousity), karakteristik empiris dan sebagainya.[10] Namun
demikian, sampling yang diambil tidak ditujukan untuk generalisasi teoritis,
sehingga sampling dalam praktek ini lebih banyak bersifat purposive sampling (pengambilan
sampel yang dilandasi tujuan tertentu yang telah peneliti tentukan sebelumnya).
Secara praktis, peneliti memiliki kecenderungan lebih memilih informan yang dianggap
tahu dan dapat dipercaya sebagai sumber data yang mantap dan mengetahui
masalahnya secara mendalam. Akan tetapi pemilihan informan dapat berkembang
sesuai dengan kebutuhan dan kemantapan peneliti dalam memperoleh data. Atas
dasar itu maka sifat sampling yang dipilih dapat dikatakan berbentuk criterion based selection.[11] Yang dimaksud dengan sampling ini yaitu
memilih dan menentukan jenis sampel atas dasar criteria tertentu menurut tujuan
penelitian yang telah peneliti tetapkan sebelumnya agar tidak menyimpang dari
tujuan penelitian.
Teknik sampel ini peneliti implementasikan dengan
tujuan untuk mengemukakan dengan tepat sifat-sifat umum dari populasi dan untuk
menarik generalisasi dari hasil penyelidikan. Penentuan sampel akan diupayakan
semaksimal mungkin yang memang benar-benar dapat dipergunakan sebagai bahan
untuk mendeskripsikan obyek penelitian sesuai fakta yang ada dan sebagai bahan
analisis dalam penelitiannya.
Atas dasar uraian tentang teori pengambilan data
tersebut diatas, maka yang peneliti layak untuk dijadikan sampel penelitian
yaitu Kepala MTs Negeri Wonosobo, guru-guru mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir
Madrasah Berstandar Nasional) (guru mata pelajaran al Qur’an Hadits, guru mata
pelajaran Akidah Akhlak, guru mata pelajaran SKI,guru mata pelajaran bahasa
Arab,dan guru mata pelajaran Fiqih), tenaga administrasi, pengurus OSIS,pengurus
KAPA,Pramuka dan siswa-siswi kelas IX. Pertimbangan memilih mereka sebagai
sampel penelitian yaitu karena merekalah yang menjadi sumber berbagai informasi
dan berbagai hal yang berkaitan dengan aktivitas sekolah tersebut.
Penggalian sumber data penelitian juga diarahkan
pada berbagai dokumen yang berkaitan dengan kegiatan pembelajaran mata
pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional). Hakikat penggunaan
sampel dalam sebuah penelitian adalah juga karena sulitnya meneliti seluruh
populasi, hal ini mengingat biaya dan waktu yang begitu banyak diperlukan juka
harus meneliti seluruh populasi. Atas dasar inilah penelitian ini nanti akan
menggunakan teknik sampel dalam pengumpulan data.
3. Lokasi dan Waktu Penelitian
a. Lokasi Penelitian
Penelitian ini
berlokasi di MTs Negeri Wonosobo Kabupaten Wonosobo, tepatnya di Jl.Banyumas Km
04 Wonosobo. Adapun pertimbangan pemilihan lokasi ini yaitu bahwa MTs Negeri
Wonosobo selama ini telah memperoleh prestasi yang selalu meningkat. Prestasi
tersebut terkait dengan kelulusan siswanya terkait dengan UAMBN (ujian Akhir
Madrasah Berstandar Nasional) maupun dalam olah raga dan seni.
b. Waktu Penelitian
Waktu penelitian berlangsung
sejak bulan juli 2014 hingg bulan juni 2015 dengan tiga fase penelitian, yaitu
pree research (penelitian awal), research (penelitian), dan post research (penelitian akhir). Pada
fase awal, peneliti mengadakan studi kelayakan apakah obyek penelitian layak
diteliti, termasuk apakah peneliti memiliki kemungkinan untuk dapat mengakses
berbagai data yang dibutuhkan atau tidak. Fase kedua merupakan kegiatan inti
peneliti di dalam melakukan tugas penelitiannya. Pada tahap ini peneliti
mencurahkan segala perhatian, waktu, dan berbagai strategi atau metode untuk
semaksimal mungkin dapat memperoleh data yang dibutuhkan. Sedangkan pada fase
ketiga, peneliti mengadakan cross chech berbagai dta yang telah terkumpul dan
melakukan penyusunan laporan penelitiannya.
4. Sumber Data
Data penelitian sebagai bahan kajian atau
analisis tesis ini, peneliti peroleh dengan menggunakan teknik sampel.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Patton, dalam pengambilan sampel ini penulis
melakukan secara selektif, dimana peneliti menggunakan berbagai pertimbangan
berdasarkan konsep teoritis yang dipergunakan, keingin tahuan pribadi (curiousity), karakteristik empiris dan
sebagainya.[12]
Namun demikian, sampling yang diambil tidak ditujukan untuk generalisasi
teoritis, sehingga sampling dalam praktek ini lebih banyak bersifat purposive sampling (pengambilan sampel yang dilandasi tujuan
tertentu yang telah peneliti tentukan sebelumnya). Secara praktis,
peneliti memiliki kecenderungan lebih memilih informan yang dianggap tahu dan
dapat dipercaya sebagai sumber data yang mantap dan mengetahui masalahnya
secara mendalam. Akan tetapi pemilihan informan dapat berkembang sesuai dengan
kebutuhan dan kemantapan peneliti dalam memperoleh data. Atas dasar itu maka
sifat sampling yang dipilih dapat dikatakan berbentuk criterion based selection.[13] Yang dimaksud
dengan sampling ini yaitu memilih dan menentukan jenis sampel atas dasar criteria
tertentu menurut tujuan penelitian yang telah peneliti tetapkan sebelumnya agar
tidak menyimpang dari tujuan penelitian.
Teknik sampel ini peneliti implementasikan
dengan tujuan untuk mengemukakan dengan tepat sifat-sifat umum dari populasi
dan untuk menarik generalisasi dari hasil penyelidikan. Penentuan sampel akan
diupayakan semaksimal mungkin yang memang benar-benar dapat dipergunakan
sebagai bahan untuk mendeskripsikan obyek penelitian sesuai fakta yang ada dan
sebagai bahan analisis dalam penelitiannya.
Atas dasar uraian tentang teori
pengambilan data tersebut diatas, maka yang peneliti layak untuk dijadikan
sampel penelitian yaitu Kepala MTs Negeri Wonosobo, guru-guru mata pelajaran UAMBN
(ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) (guru mata pelajaran al Qur’an
Hadits, guru mata pelajaran Akidah Akhlak, guru mata pelajaran SKI,guru mata
pelajaran bahasa Arab,dan guru mata pelajaran Fiqih), tenaga administrasi,
pengurus OSIS,pengurus KAPA,Pramuka dan siswa-siswi kelas IX. Pertimbangan
memilih mereka sebagai sampel penelitian yaitu karena merekalah yang menjadi
sumber berbagai informasi dan berbagai hal yang berkaitan dengan aktivitas
sekolah tersebut.
Penggalian sumber data penelitian juga
diarahkan pada berbagai dokumen yang berkaitan dengan kegiatan pembelajaran
mata pelajaran Pendidikan Agama Islam.
Hakikat penggunaan sampel dalam sebuah penelitian adalah juga karena sulitnya
meneliti seluruh populasi, hal ini mengingat biaya dan waktu yang begitu banyak
diperlukan juka harus meneliti seluruh populasi. Atas dasar inilah penelitian
ini menggunakan teknik sampel dalam pengumpulan data.
5. Metode Pengumpulan Data
Sehubungan studi
ini termasuk jenis penelitian lapangan (field research) dengan studi
kasus, maka untuk mendapatkan data yang diperlukan dengan proses terjun
langsung ke lapangan atau lokasi penelitian, yakni melalui survey, wawancara,
pengamatan, penggunaan dokumen, maupun pencatatan lapangan. Adapun untuk memperkuat
pembahasan, peneliti melengkapi dengan pembahasan teori-teori melalui
penelitian kepustakaan (library research).
Langkah-langkah
pengumpulan data dilakukan dengan mengambil data yang disesuaikan dengan focus
penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk
mempermudah peneliti untuk menjawab permasalahan penelitian. Untuk itu peneliti
melakukan reduksi data sebagai proses
pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan
transformasi data kasar yang muncul dan catatan-catatan tertulis lapangan.
Reduksi data berlangsung terus-menerus selama proses penelitian berlangsung.
Adapun
langkah-langkah kongkrit pengumpulan data penelitian tersebut yaitu sebagai
berikut:
a. Observasi
Adapun aktivitas
dalam observasi atau pengamatan obyek penelitian ini yaitu sebagai berikut:
1)
Mengamati berbagai
kegiatan pembelajaran mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar
Nasional), baik nyang berlangsung di dalam kelas ataupun di luar kelas.
2)
Mengamati aktivitas
guru di dalam mempersiapkan perangkan mengajar.
3)
Mengamati perangkat
mengajar yang dimiliki atau dibuat guru mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir
Madrasah Berstandar Nasional).
4)
Mengamati hasil-hasil
belajar siswa pada mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar
Nasional) yang terdokumentasikan.
5)
Mengamati aktivitas
warga madrasah, meliputi siswa, guru, karyawan dan kepala madrasah yang
berkaitan dengan kegiatan pembelajaran mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir
Madrasah Berstandar Nasional).
6)
Mengamati aktivitas
guru dan siswa dalam kegiatan pembelajaran mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir
Madrasah Berstandar Nasional) dan pihak madrasah selaku penyelenggara
pendidikan.
7)
Mengamati berbagai
fasilitas madrasah yang ada kaitannya dengan kegiatan pembelajaran UAMBN (ujian
Akhir Madrasah Berstandar Nasional).
b. Interview
Interview
diarahkan untuk menggali data penelitian sebagai berikut:
1)
Informasi tentang
berbagai kegiatan pembelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional),
baik yang berlangsung di dalam kelas maupun di luar kelas.
2)
Informasi tentang
aktivitas guru di dalam mempersiapkan perangkan mengajar.
3)
Informasi tentang
perangkat mengajar yang dimiliki atau dibuat guru mata pelajaran UAMBN (ujian
Akhir Madrasah Berstandar Nasional).
4)
Informasi tentang
hasil-hasil belajar siswa pada mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah
Berstandar Nasional) yang terdokumentasikan.
5)
Informasi tentang
aktivitas warga madrasah, meliputi siswa, guru, karyawan dan kepala madrasah
yang berkaitan dengan kegiatan pembelajaran mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir
Madrasah Berstandar Nasional).
6)
Informasi tentang
aktivitas guru dan siswa dalam kegiatan pembelajaran mata pelajaran UAMBN
(ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) dan pihak madrasah selaku
penyelenggara pendidikan.
7)
Informasi tentang
berbagai fasilitas madrasah yang ada kaitannya dengan kegiatan pembelajaran UAMBN
(ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional).
c. Analisis dokumen
Adapun berbagai
data yang dipergunakan sebagai bahan analisis yaitu sebagai berikut:
1) Profil MTs Negeri Wonosobo tahun pelajaran 2014/2051.
2) Program kerja madrasah tahun pelajaran 2014/2015.
3) Surat keputusan (SK) Kepala MTs Negeri Wonosobo
tentang pembagian kerja (job’s description) tahun pelajaran 2014/2015.
4) Denah madrasah
5) Struktur organisasi madrasah.
6) Daftar guru dan karyawan.
7) Rincian jumlah siswa dan wali kelas.
8) Perangkat mengajar guru, meliputi silabus, program
tahunan dan semester, rencana program pembelajaran (RPP), dan lembar penilaian.
6. Metode Analisis Data
Data yang
penulis kumpulkan dalam penelitian ini adalah data kualitatif. Untuk
menganalisis data tersebut, analisis data kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah
analisis data model interaktif, yaitu proses analisis yang merupakan upaya
berlanjut, berulang-ulang dan terus-menerus, dalam arti bahwa analisis data
dilakukan sejak awal dan sepanjang proses penelitian berlangsung. Adapun teknik
analisis data dalam penelitian ini mempergunakan teknik deskriptif analitik yang sejalan dengan analisis yang dipergunakan
dalam penelitian ini, yaitu analisis kualitatif yang bertumpu pada pendekatan fenomenologi. Menurut Abdul Djamil,
yang dimaksud dengan pendekatan
fenomenologi yaitu suatu penarikan kesimpulan dengan mempergunakan tiga
langkah, yaitu:
1). Interpelasi,
yaitu suatu penafsiran yangdimaksudkan mencari latar belakang konteks materi
yang ada agar ditemukan konsep atau gagasan yang jelas, 2). Ekstrapolasi, yaitu dimaksudkan
menangkap sesuatu dibalik yang tersajikan, dan 3). Pemaknaan, yaitu dimaksudkan sebagai menjangkau yang etik dan yang
transedental dari apa yang tersaji. [14]
Dalam hal ini
Noeng Muhadjir mengatakan:
Penelitian kualitatif berdasarkan pendekatan fenomenologi menuntut pendekatan holistik, mendudukkan obyek penelitian dalam suatu konstruksi
ganda, melihat obyeknya dalam satu konteks natural,
bukan parsial. Maka dari itu menuntut
bersatunya subyek peneliti dengan subyek pendukung obyek penelitian.
Keterlibatan subyek di lapangan, menghayatinya menjadi salah satu ciri utama
penelitian fenomenologi. [15]
Penelitian ini
mempergunakan bentuk deduktif, yaitu
mengeksplorasi pandangan umum atau sebuah teori besar (grand theory) terlebih dahulu selanjutnya diperkuat dengan
data-data dan deskripsi yang sesuai (relevan)
dengan penelitian ini sebagai jawaban dari pandangan tersebut. Masalah reduksi
data, penyajian data dan penarikan kesimpulan atau ferivikasi menjadi gambaran
keberhasilan secara beruntun sebagai kegiatan analisis yang saling susul
menyusul. Dalam pandangan ini tiga jenis kegiatan analisis dan kegiatan
pengumpulan data itu sendiri merupakan proses siklus dan interaktif.
Secara
implementatif, langkah-langkah di dalam metode analisis data menyangkut tiga
hal sesuai dengan permasalahan penelitian ini, yaitu pertama, peneliti
menganalisis Strategi MTs Negeri Wonosobo didalam meningkatkan prestasi belajar
mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional). Analisis
tersebut dibuat dengan berdasarkan pada tinjauan historis bagaimana idialnya
suatu proses kegiatan pembelajaran mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah
Berstandar Nasional) berlangsung. Disini peneliti membandingkan antara fakta
dan fenomena yang ada dengan idea tau
teori idial. Setelah itupeneliti member kesimpulan atas dasar analisis yang tersebut untuk selanjutnya diberi
saran-saran agar kegiatan pembelajaran
mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) tersebut sesuai
dengan teori idialnya.
Kedua, langkah
analisis difokuskan pada kebijakan madrasah yang ada kaitannya dengan upaya
meningkatkan prestasi belajar mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah
Berstandar Nasional). Inti analisis yaitu berbagai kebijakan madrasah yang ada
kaitannya dengan peningkatan prestasi siswa pada pembelajaran mata pelajaran UAMBN
(ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) bagi kelas IX. Selanjutnya peneliti
membuat kesimpulan dan member saran-saran tentang berbagai langkah yang seharusnya perlu dilakukan pihak
madrasah.
Ketiga, langkah
analisis ditujukan pada berbagai metode strategis untuk peningkatan prestasi belajar mata
pelajaran UAMBN di MTs Negeri Wonosobo. Analisis difokuskan pada implementasi
strategi atau metode pembelajaran yang diimplementasikan baik oleh guru maupun
oleh siswa. Peneliti mengamati praktik kegiatan pembelajaran apakah sudah
sesuai dengan teori idial atau belum. Sehabis itu peneliti membuat kesimpulan
dan saran-saran sebagai perbaikannya.
F.
Kajian Kepustakaan
Madrasah sebagai
salah satu diantara berbagai kelembagaan Islam memiliki sejarah yang amat
panjang. Berbagai kajian atau penelitian tentang madrasah telah banyak
dilakukan, baik kajian yang menyangkut aspek historis maupun metodologis yang
dilakukan dalam lembaga tersebut.
Maksun dalam
desertasinya yang berjudul ‘Madrasah;
Sejarah dan Perkembangannya’ menguraikan tentang sejarah tradisi keilmuan
di madrasah. Dari segi keilmuan, menurut Maksun, ilmu-ilmu yang diajarkan di
madrasah pada umumnya masih merupakan kelanjutan yang diajarkan di masjid,
yakni ilmu-ilmu agama (al-ulum al-diniyah)
dengan penekanan pada ilmu fiqh, tafsir dan hadits. Dengan demikian ‘ilmu-ilmu
keduniaan’ (al-ulum al-dunyawiyah),
seperti ilmu alam dan eksakta sebagai dasar pengembangan sains dan teknologi
tidak mendapat tempat. Meskipun dalam ajaran Islam pada dasarnya tidak dibedakan
(tidak ada dikotomi) antara ilmu agama dan ilmu umum, tetapi dalam praktiknya
ilmu agama lebih dominan.
Penelitian
lainnya tentang madrasah dilakukan Tasman Hamami dengan judul ‘Pendidikan Agama Islam dan Ketaatan siswa
SMA Negeri I Kodya Malang’ Hasil penelitiannya diterbitkan dalam sebuah
Jurnal Penelitian Agama No. 9 Tahun IV
Januari-April 1995, Yogyakarta: Balai Penelitian PUKM IAIN Sunan Kalijaga pada
Halaman 19-24. Disini Tasman banyak membahas pendidikan agama dan ketaatan
beragama siswa. Adapun metode yang dipakai dengan mengambil 100 siswa sebagai
sampel dalam penelitiannya. Hasil penelitiannya yaitu bahwa agama tidak
mempunyai korelasi yang sisnifikan terhadapketaatan beragama siswa.
Ahmad Munif dalam
penelitiannya yang berjudul ‘Pelaksanaan
Agama Islam di Sekolah Menengah Umum (Studi Kasus di SMU Negeri 1 Tegal)’,
meneliti tentang kasus-kasus yang terjadi di saat proses belajar-mengajar
berlangsung. Dia berkesimpulan bahwa problem yang paling menonjol adalah
ditemukannya siswa yang kurang serius dalam mengikuti Pendidikan Agama Islam.
Temuan penelitiannya yang teritu bahwa faktor yang paling dominan yang dapat mempengaruhi ketidakseriusan siswa mengikuti mengikuti pelajaran yaitu
kekurangmampuan guru Pendidikan Agama Islam dalam menciptakan dan
mempertahankan suasana proses belajar-mengajar yang kondusif.
Penelitian yang
berkaitan dengan aktivitas pembelajaran telah dilakukan, seperti Khaerun dalam
tesisnya yang berjudul '‘mplementasi
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Bidang Studi Pendidikan Agama Islam (Studi
Kasus di SMU Negeri 2 Purwokerto’, Tesis S-2 PPs IAIN Walisongo, tahun
2004). Penelitiannya memfokuskan pada bagaimana sebuah kurikulum baru (KBK)
diimplementasikan. Ia antara lain berkesimpulan bahwa ketidakberhasilan
implementasi kurikulum disebabkan oleh tidak terpenuhinya unsur-unsur yang
harus ada dalam kurikulum, bukannya oleh kurikulum itu sendiri yang membuat
prestasi belajar tidak sesuai harapan. Sedangkan penelitian yang berkaitan
dengan upaya meningkatkan prestasi belajar pada madrasah diantaranya dilakukan
oleh Khozin Sukardi. Dalam tesisnya tentang “Pengaruh kepemimpinan Pendidikan dan Persepsi Guru Mengenai Supervisi
Kepala Madrasah Terhadap Efektifitas Mengajar”, menyimpulkan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara pengetahuan tentang kepemimpinan pendidikan
dengan efektifitas mengajar. [16]
Penelitian ini memfokuskan pada strategi madrasah dalam meningkatkan prestasi
mata pelajaran Pendidikan
Agama Islam dengan melakukan studi
kasus di MTs Negeri Wonosobo. Peneliti akan meneliti
berbagai aktivitas yang dilakukan
civitas akademika MTs Negeri Wonosobo didalam usahanya untuk mensejajarkan diri
dengan lembaga-lembaga pendidikan formal setara lainnya terutama pada mata
pelajaran Pendidikan
Agama Islam.
G.
Sistematika Penulisan
Tesis
yang berjudul “Strategi Madrasah Dalam
Meningkatkan Prestasi Belajar Mata Pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah
Berstandar Nasional) (Studi Kasus Di MTs Negeri
Wonosobo)” ini disusun dalam lima bab, yaitu bab pendahuluan, kajian
teori belajar mengajar mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar
Nasional) dan prestasi belajar, upaya
MTs Negeri Wonosobo dalam meningkatkan prestasi belajar mata pelajaran UAMBN
(ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional), model
strategi pembelajaran dan prestasi
belajar di MTs Negeri Wonosobo, dan penutup.
ASLI YA
MAS Secara garis
besar pembahasan
tesis ini penulis jelaskan sebagai berikut:
Bab I yaitu
pendahuluan. Pada bab ini, pertama-tama penulis menjelaskan latar belakang
masalah dari tema tesis ini, kemudian berturut-turut menjelaskan tentang
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian
yang membahas tentang fokus dan ruang lingkup penelitian, metode penelitian,
lokasi dan waktu penelitian, sumber
data, metode pengumpulan data yang meliputi pembahasan tentang observasi,
interview dan analisis dokumen, metode analisis data, yang pembahasannya meliputi metode
pengumpulan data dan metode analisis data. Selanjutnya peneliti membahas kajian
kepustakaan dan sistematika penulisan tesis.
Bab II yaitu
kajian teori belajar mengajar mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah
Berstandar Nasional) dan prestasi belajar dan pembahasan tentang UAMBN (ujian
Akhir Madrasah Berstandar Nasional) dan system evaluasi pendidikan. Sub bab,
yang pertama membahas tentang strategi belajar mengajar dengan pembahasan
tentang pengertian strategi, pendekatan pembelajaran, komponen strategi
pembelajaran, dan jenis-jenis strategi belajar-mengajar. Sedangkan pembahasan
pada, yaitu pembahasan tentang UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional)
dan system evaluasi pendidikan dengan uraian pembahasan tentang pengertian
evaluasi, tujuan dan fungsi evaluasi, dan UAMBN (ujian Akhir Madrasah
Berstandar Nasional).
Pembahasan pada
bab III terdiri dari dua pokok pembahasan, yaitu tentang upaya MTs Negeri
Wonosobo dalam meningkatkan prestasi belajar mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir
Madrasah Berstandar Nasional) dan pembahasan tentang upaya meningkatkan prestasi belajar mata pelajaran
UN. Sub bab yang pertama tentang
Gambaran umum MTs Negeri Wonosobo dengan pembahasan tentang sejarah berdirinya MTs Negeri
Wonosobo, letak geografis madrasah, visi, misi, dan tujuan madrasah, struktur organisasi,
keadaan Guru, Karyawan, dan Siswa, karyawan, kurikulum, sarana dan prasarana.
Adapun pembahasan
pada sub bab kedua yaitu tentang upaya meningkatkan prestasibelajar mata pelajaran UN pembaahasannya berkisar tentang perencanaan
pembelajaran, pembelajaran mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah
Berstandar Nasional) yang meliputi mata pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Fisika, Kimia,
dan Biologi, serta pembahasan tentang
prestasi belajar.
Bab IV yaitu
membahas tentang model strategi
pembelajaran dan prestasi belajar di MTs Negeri
Wonosobo dengan pembahasan tentang model strategi pembelajaran,
prestasi belajar di MTs Negeri Wonosobo, dan relevansi strategi pembelajaran
dengan tujuan institusional MTs Negeri Wonosobo. Sub bab pertama, yaitu
tentang model strategi pembelajaran
menguraikan dan menganalisis tentang strategi yang dilakukan guru dan strategi yang dilakukan siswa. Pembahasan
tentang strategi yang dilakukan guru meliputi hal-hal yang dilakukan guru yang
berkaitan dengan kegiatan Pembelajaran, baik pada tahap persiapan, pelaksanaan,
dan penilaian kegiatan pembelajaran. Selanjutnya diuraikan tentan strategi
siswa dalam kegiatan pembelajaran mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah
Berstandar Nasional), yang menguraikan tentang strategi dalam kegiatan pembelajaran
dan strategi dalam mengikuti program madrasah.
Pembahasan
pada sub bab kedua yaitu tentang prestasibelajar di MTs Negeri Wonosobo yang
dilanjutkan dengan pembahasan sub bab ketiga tentang relevansi strategi dengan tujuan
institusional.
Bab V yaitu
penutup. Bagian ini sebagai bab terakhir laporan penelitian yang berisi
kesimpulan dan sara-saran. Sub bab pertama berisi kesimpulan hasil penelitian
dan analisis data penelitia. Sedangkan sub bab kedua berisi tentang saran-saran
yang sekiranya perlu dilakukan. Pada bagian ini peneliti mengajukan berbagai saran
yang sebaiknya dilakukan berbagai pihak, terutama pihak madrasah sendiri dalam
rangka perbaikan kualitas kegiatan pembelajaran mata pelajajan MTs
Negeri Wonosobo.
|
BAB II
KAJIAN TEORI
BELAJAR-MENGAJAR MATA PELAJARAN
UAMBN (UJIAN AKHIR
MADRASAH BERSTANDAR NASIONAL) DAN PRESTASI BELAJAR
A. Strategi
Belajar-mengajar
1. Pengertian Strategi
Keberhasilan
kegiatan pembelajaran banyak ditentukan oleh setrategi yang dipakai karena
strategi tersebutlah yang menentukan seluruh prosesnya. Untuk itu diperlukan
pemahaman yang baik tentang apa strategi itu. Pada mulanya istilah strategi
digunakan dalam dunia kemiliteran. Kata strategi berasal dari bahasa
Yunani strategos yang berarti
jenderal atau panglima, sehingga strategi diartikan sebagai ilmu kejenderalan
atau kepanglimaan.[17]
Strategi dalam pengertian kemiliteran ini berarti cara penggunaan seluruh
kekuatan militer untuk mencapai tujuan perang. Tujuan perang itu sendiri tidak
ditentukan oleh militer, tetapi oleh politik. Sekali tujuan sudah ditetapkan
oleh politik, maka militer harus memenangkannya. Sedangkan di dalam kamus
Webstr’s School Dictionary, strategi diartikan sebagai: "The art of divising or employing plans or
stratagems to achieve a goal.[18]
Dalam pengertian ini strategi ialah suatu seni mengurai atau melaksanakan
rencana untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Akan
tetapi dalam perkembangan slanjutnya strategi tidaklah hanya dimaksudkan
sebagai seni, tetapi merupakan ilmu pengetahuan yang dapat dipelajari. Dengan
demikian istilah strategi yang diterapkan dalam dunia pendidikan, khususnya
dalam proses belajar-mengajar yaitu suatu seni dan ilmu untuk membawakan
pengajaran di kelas sedemikian rupa sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat
dicapai secara efektif dan efisien.[19] Tujuan
pengajaran itu sendiri ditetapkan dalam perencanaan pengajaran atau yang kita
kenal dengan kurikulum. Disamping tujuan pengajaran, baik dalam arti tujuan instruksional
maupun tujuan noninstruksional, kurikulum memuat isi dan pengalaman belajar
yang semuanya turut menentukan pemilihan strategi belajar-mengajar.
Strategi
belajar-mengajar itu memuat berbagai alternatif yang harus dipertimbangkan
untuk dipilih dalam rangka perencanaan pengajaran. T. Raka Joni mengartikan
strategi belajar sebagai pola dan urutan umum perbuatan guru murid dalam
mewujudkan kegiatan belajar-mengajar.[20]
Perbuatan guru-murid di dalam proses belajar mengajar itu terdiri dari
bermacam-macam bentuk. Keseluruhan bentuk itulah yang dimaksud dengan pola dan
urutan umum perbuatan guru-murid. Seorang guru yang merencanakan pengajarannya,
lebih dahulu harus memikirkan strateginya. Setelah menentukan suatu alternatif
barulah ia menyususn rencana belajar-mengajar atau desain instruksional.
Menurut J.R. David, strategi belajar-mengajar yaitu a plan, method, or series of activities designed to achieved a
particular educational goal.[21] Menurut
pengertian ini strategi belajar-mengajar meliputi rencana, metode dan perangkat
kegiatan yang direncanakan untuk mencapai tujuan pengajaran tertentu.
Kadang-kadang metode pengajaran sering dikacaukan dengan strategi belajar-mengajar.
Untuk
melaksanakan suatu strategi tertentu diperlukan seperangkat metode
belajar-mengajar. Suatu program belajar-mengajar yang diselenggarakan oleh guru
dalam satu kali tatap muka, bisa dilaksanakan dengan berbagai metode seperti
ceramah, diskusi kelompok maupun tanya jawab. Keseluruhan metode itu termasuk
media pendidikan yang digunakan untuk menggambarkan strategi belajar-mengajar.
Strategi dapat diartikan sebagai a plan of operation achieving something
yaitu rencana kegiatan untuk mencapai sesuatu. Metode belajar-mengajar termasuk
dalam perencanaan kegiatan atau strategi.
Menurtut
Chabib Toha strategi belajar-mengajar setidaknya menyangkut tiga hal, yaitu:
1). Strategi belajar-mengajar adalah
rencana dan cara-cara membawakan kegiatan belajar-mengajar agar segala prinsip
dasar dapat terlaksana dan segala tujuan belajar-mengajar dapat dicapai secara
efektif; 2). Cara-cara membawakan kegiatan belajar-mengajar itu merupakan pola
dan urutan umum perbuatan guru-murid dalam perwujudan kegiatan belajar-mengajar;
3). Pola urutan umum perbuatan guru-murid itu merupakan suatu kerangka umum
kegiatan belajar-mengajar yang tersusun dalam suatu rangkaian bertahap menuju
tujuanyang telah ditetapkan.[22]
Strategi
belajar-mengajar merupakan rencana dasar bagi seorang guru tentang cara ia
membawakan pengajarannya di kelas secara bertanggung jawab. Strategi
instruksional tidak sama dengan desain instruksional. Desain instruksional
merupakan blue print suatu kegiatan belajar-mengajar. Blue print itu baru dapat
disusun setelah ditetapkan model dan bentuk kegiatan belajar-mengajar yang
dikehendaki. Dengan kata lain setelah diambil keputusan tentang strategi yang
dipergunakan.
Strategi
belajar-mengajar juga tidak sama dengan metode belajar-mengajar. Strategi
belajar-mengajar merupakan rencana kegiatan untuk mencapai tujuan, sedangkan
metode belajar-mengajar adalah cara yang digunakan untuk mencapai tujuan itu.
Metode belajar-mengajar adalah alat untuk mengoperasionalkan apa yang
direncanakan dalam strategi. Untuk melaksanakan suatu strategi digunakan
seperangkat metode belajar-mengajar tertentu. Dalam pengertian yang demikian,
maka metode belajar-mengajar menjadi salah satu unsur dalam strategi
belajar-mengajar. Unsur lain seperti sumber belajar, kemampuan yang dimiliki
guru dan siswa, media pendidikan, materi belajar-mengajar, organisasi kelas,
waktu yang tersedia, dan kondisi kelas dan lingkungannya, merupakan unsur-unsur
yang juga mendukung strategi belajar-mengajar.
2. Pendekatan Pembelajaran
Untuk
menyelesaikan persoalan pokok dalam memilih strategi belajar-mengajar
diperlukan suatu pendekatan tertentu yang merupakan sudut pandang dalam
memandang seluruh masalah yang ada dalam program belajar-mengajar. Sudut
pandang tertentu itu menggambarkan cara berpikir dan sikap seorang guru dalam
menyelesaikan persoalan yang ia hadapi. Menurut W. Gulo, seorang guru yang
profesional tidak hanya berpikir tentang apa yang akan diajarkan dan bagaimana
diajarkan, tetapi juga tentang siapa yang menerima pelajaran, apa makna belajar
bagi siswa, dan kemampuan apa yang ada pada siswa dalam mengikuti kegiatan
belajar-mengajar.[23]
Masing-masing
guru memberi tekanan yang berbeda-beda terhadap komponen-komponen
belajar-mengajar itu. Pemberian tekanan pada aspek tertentu pada strategi
belajar-mengajar itu sangat tergantung dari persepsi guru tentang esensi
mengajar. Ada yang berpendapat mengajar itu adalah penyampaian informasi kepada
peserta didik. Dalam pengertian yang demikian, maka tekanan pada strategi
belajar-mengajar terletak pada guru itu sendiri, guru berlaku sebagai sumber
informasi mempunyai posisi yang sangat dominan. Belajar dalam pendekatan ini
adalah usaha untu menerima informasi dari guru. Pendekatan seperti ini akan
menghasilkan strategi belajar-mengajar yang disebut teacher centre
strategies, suatu strategi belajar-mengajar yang berpusat pada guru.
Akan
tetapi apabila diperhatikan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang disertai dengan arus globalisasi yang makin cepat, maka guru
sebagai satu-satunya sumber informasi tidak mungkin lagi dipertahankan. Bahkan
sekolah sendiri tidak mungkin lagi menjadi sumber informasi tunggal bagi
peserta didik. Oleh karena itu, pendekatan dengan strategi yang berpusatkan
guru ini tidak lagi sesuai dengan perkembangan yang dihadapi oleh sekolah.
Pendekatan
lain bertolak dari pendapat bahwa belajar adalah usaha untuk menguasai
informasi. Dalam hubungan ini, strategi belajar-mengajar dipusatkan pada materi
pelajaran. Pendekatan seperti ini menghasilkan apa yang disebut dengan material
centre strategies, strategi belajar-mengajar yang berpusat pada materi.
Dalam strategi belajar-mengajar demikian, W. Gulo memberi dua catatan yang
perlu diperhatikan, yaitu:
1). Kecenderungan pada dominasi
kognitif dimana pendidikan afektif dan keterampilan kurang mendapat tempat yang
seimbang dalam rangka peningkatan kualitas manusia seutuhnya, 2). Materi
pelajaran yang disampaikan di dalam kelas, dan yang dimuat dalam buku teks,
akan makin usang dengan makin pesatnya perkembangan dalam bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi. Materi pelajaran itu lebih berfungsi sebagai masukan
(input) yang akan luluh dalam proses belajar-mengajar.[24]
Pendekatan
lain berpangkal dari pengertian mengajar sebagai usaha untuk menciptakan sistem
lingkungan yang mengoptimalkan kegiatan belajar. Mengajar dalam arti ini adalah
usaha menciptakan suasana belajar bagi siswa secara optimal. Yang menjadi pusat
perhatian dalam proses belajar-mengajar ialah siswa atau peserta didik.
Pendekatan ini menghasilkan strategi yang disebut student centre strategies,
strategi belajar-mengajar yang berpusat pada peserta didik. Tujuan mengajar
adalah membelajarkan siswa. Membelajarkan siswa berarti meningkatkan kemampuan
siswa untuk memproses, menemukan, dan menggunakan informasi bagi pengembangan
dirinya dalam konteks lingkungannya.
Kalau
diperhatikan secara lebih seksama, baik guru maupun peserta didik, mempunyai
peranan yang sama penting dalam mewujudkan kegiatan belajar-mengajar di kelas.
Dalam upaya perwujudan kegiatan belajar mengajar, maka guru dan siswa keduanya
adalah manusia yang pada hakikatnya adalah makhluk yang sama. Perbedaannya
terletak pada fungsi dan peranan masing-masing. Guru bukanlah orang yang serba
mengetahui, dan siswa bukanlah orang yang serba tidak tahu. Guru mempunyai
kelebihan tertentu yang harus digunakan untuk membelajarkan siswa. Pendekatan
yang demikian ini kita sebut pendekatan manusiawi (humanistik). Guru dan
peserta didkmkeduanya adalah manusia yang menjadi fokus dari strategi
belajar-mengajar. Pendekatan humanistik tersebut lebih menitik beratkan manusia
sebagai individu. Guru secara individual sebagai pihak yang menyampaikan ilmu
dan siswa secara individual melakukan kegiatan belajar untuk membentk
selfconcept bagi dirinya.
Moh.
Amin dalam bukunya Humanistic Education menyebut tiga dalil utama dalam
pendekatan ini, yaitu:1). Ersepsi dari seorang individu pada setiap saat
menentukan tingkah lakunya; 2). Persepsi-persepsi tentang dirinya adalah lebih
penting daripada persepsi-persepsi lainnya yang ada; 3). Manusia lebih terkait
dalam usaha terus-menerus untuk self-fulfilment.[25]
Berdasarkan ketiga dalil tersebut, peranan guru dalam kegiatan belajar-mengajar
ialah usaha secara terus menerus untuk membantu peserta didik membangun konsep
bagi diri nya sendiri. Untuk maksud tersebut maka potensi-potensi yang dimiliki
peserta didik perlu diketahui, dirangsang, dan dikembangkan. Pendekatan yang
demikian disebut pendekatan humanistik.
Strategi
belajar-mengajar sangat dipengaruhi oleh pendekatan terhadap pendidikan
pendidikan. Suatu strategi belajar-mengajar yang telah dipilih dengan
pendekatan tertentu, memerlukan seperangkat metode pengajaran untuk
melaksanakannya. Selanjutnya untuk melaksanakan suatu metode pengajaran itu
diperlukan juga seperangkat keterampilan yang relevan.
3. Komponen Strategi
Pembelajaran
Pengertian
tentang mengajar tergantung dari persepsi guru tentang mengajar. Kalau belajar
adalah mnerima pengetahuan, maka mengajar ialah memberi pengetahuan. Kalau
belajar adalah memiliki keterampilan, maka mengajar adalah melatih
keterampilan.
Dalam
tesis ini, belajar diartikan sebagai usaha untuk mengubah tingkah laku. Belajar
adalah suatu proses yang berlangsung di dalam diri seseorang yang mengubah
tingkah lakunya, baik tingkah laku dalam berpikir, bersikap, dan berbuat.
Mengajar adalah usaha untuk menciptakan sistem lingkungan yang memungkinkan
terjadinya proses belajar yang terarah pada tujuan tertentu. W. Gulo merinci
komponen-komponen strategi pembelajaran menjadi tujuh, yaitu: 1). Tujuan
pengajaran; 2). Guru; 3). Peserta didik; 4). Materi pelajaran; 5). Metode
pengajaran; 6). Media pengajaran; 7). Faktor administrasi dan finansial.[26]
Tujuan
pengajaran merupakan acuan yang dipertimbangkan untuk memilih strategi
belajar-mengajar. Tujuan pengajaran yang berorientasi pada pembentukan sikap
tentu tidak akan dapat dicapai jika strategi belajar-mengajarberorientasi pada
dimensi kognitif. Masing-masing guru berbeda dalam pengalaman pengetahuan,
kemampuan menyajikan pelajaran, gaya mengajar, pandangan hidup, maupun
wawasannya. Perbedaan ini mengakibatkan adanya perbedaan dalam pemilihan
strategi belajar-mengajar yang digunakan dalam program pengajaran.
Didalam
kegiatan belajar-mengajar, peserta didik mempunyai latar belakang yang
berbeda-beda, baik lingkungan sosial, lingkungan budaya, gaya belajar, keadaan
ekonomi, dan tingkat kecerdasan. Masing-masing berbeda-beda pada setiap peserta
didik. Makin tinggi kemajemukan masyarakat, makin besar pula perbedaan atau
variasi ini di dalam kelas. Hal ini perlu dipertimbangkan dalam menyusun suatu
strategi belajar-mengajar yang tepat.
Materi
pelajaran dapat dibedakan antara materi formal dan materi informal. Materi
formal adalah isi pelajaran yang terdapat dalam buku teks resmi (buku paket) di
sekolah, sedangkan materi informal ialah bahan-bahan pelajaran yang bersumber
dari lingkungan sekolah yang bersangkutan. Bahan-bahan yang bersifat informal
ini dibutuhkan agar pengajaran itu lebih relevan dan aktual. Komponen ini
merupakan salah satu masukan yang tentunya perlu dipertimbangkan dalam strategi
belajar-mengajar.
Ada
berbagai metode pengajaran yang perlu dipertimbangkan dalam strategi
belajar-mengajar. Ini perlu, karena ketepatan metode akan mempengaruhi bentuk
strategi belajar-mengajar.
Media,
termasuk sarana pendidikan yang tersedia, sangat berpengaruh terhadap pemilihan
strategi belajar mengajar. Keberhasilan program pengajaran tidak tergantung
dari canggih tidaknya media yang digunakan, tetapi dari ketepatan dan
keefektifan media yang digunakan oleh guru.
Termasuk
dalam komponen ini ialah jadwal pelajaran, kondisi gedung dan ruang belajar,
yang juga merupakan hal-hal yang tidak boleh diabaikan dalam pemilihan strategi
belajar-mengajar.
Apabila
komponen tujuan pengajaran dikeluarkan dari ketujuh komponen tersebut, maka
keenam komponen lainnya merupakan masukan yang dalam proses belajar-mengajar
berinteraksi. Keberhasilan dalam pencapaian tujuan tujuan pengajaran tergantung
pada mutu masing-masing masukan dan cara memprosesnya dalam kegiatan
belajar-mengajar.
Kondisi
masing-masing komponen masukan itu berbeda-beda pada setiap lembaga pendidikan,
sedangkan tujuan pengajaran yang dituntut oleh kurikulum relatif sama, karena
kurikulum yang digunakan adalah kurikulum yang telah disamakan pada tingkat
nasional. Oleh karena itu, jika kita ingin mencapai suatu standar mutu yang
sama, maka perlu diperhatikan keenam komponen masukan dalam strategi
belajar-mengajar. Tidak ada satu strategi belajar-mengajar yang sama untuk satu
mata pelajaran di semua sekolah, bahkan untuk mata pelajaran yang sama di
sekolah yang sama dan di kelas yang sama pada semester yang berbeda.
Komponen-komponen itu selalu mengalami perubahan, terutama komponen peserta
didik.
4. Jenis-jenis Strategi
Belajar-mengajar
Strategi
belajar-mengajar dapat dikelompokkan ke dalam beberapa jenis, tergantung dari
segi apa kita mengelompokkannya. Ada strategi belajar-mengajar yang
dikelompokkan berdasarkan komponen yang mendapat tekanan dalam program
pengajaran. Strategi belajar-mengajar, ada yang berpusat pada guru (teacher
oriented), berpusat pada peserta didik (student oriented), dan
berpusat pada materi pengajaran (subject oriented).
Habib
Thoha menguraikan strategi belajar mengajar dari kegiatan pengelolaan pesan
atau materi dalam dua jenis, yaitu:
1). Strategi belajar-mengajar
ekspositori dimana guru mengolah secara tuntas pesan/materi sebelum disampaikan
di kelas sehingga menerima saja; 2). Strategi belajar-mengajar dapat pula
dilihat dari cara pengolahan atau memproses pesan atau materi. Dari segi ini,
strategi belajar-mengajar dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu: 1). Strategi
belajar-mengajar deduksi dan induksi.[27]
Strategi
belajar-mengajar deduksi yaitu pesan diolah mulai dari umum menuju kepada yang
khusus, dari hal-hal yang abstrak kepada hal-hal yang kongkret, dari
konsep-konsep yang abstrak kepada contoh-contoh yang kongkret. Sedangkan
strategi belajar-mengajar induksi, yaitu pengolahan pesan yang dimulai dari
hal-hal yang khusus menuju kepada hal-hal yang umum, dari peristiwa-peristiwa
yang bersifat individual menuju kepada generalisasi, dari pengalaman-pengalaman
empiris yang individual menuju kepada konsep yang bersifat umum.
Mengajar
sebagai usaha untuk menciptakan situasi lingkungan yang membelajarkan peserta
didik, menuntut strategi belajar-mengajar heuristik. Dengan strategi heuristik,
diharapkan peserta didik dapat memproses sendiri penemuannya melalui stimulasi
dan pengarahan dari guru. Karena itu, dilihat dari cara memproses penemuan maka
strategi belajar-mengajar dibedakan atas strategi ekspositori dan strategi discovery.
B.
UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) Dan
Sistem Evaluasi Pendidikan
1. Pengertian Evaluasi
Secara
leksikal, kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation yang berarti penilaian atau penaksiran.[28]
Sedangkan secara terminologis, kata evaluasi berarti kegiatan yang terencana
untuk mengetahui keadaan suatu obyek dengan menggunakan instrument (alat) dan
hasilnya dibandingkan dengan tolok ukur untuk memperoleh kesimpulan. Anne
Anastasi mengartikan evaluasi sebagai: “A
systematic process of determaining the extent to which instructional objectives
are achieved by pupils.[29] Yang
artinya suatu proses yang sistematis dalam menentukan jangkauan atau tujuan
instruksional yang dicapai oleh murid-murid. Dengan demikian dapat dipahami
bahwa evaluasi bukan sekedar menilai suatu aktivitas secara spontan dan
insidental, melainkan merupakan kegiatan untuk menilai sesuatu secara
terencana, sistematik, dan terarah berdasarkan atas tujuan yang jelas.
Kegiatan
evaluasi memerlukan penggunaan informasi yang diperoleh melalui pengukuran.
Evaluasi memerlukan penggunaan informasi yang diperoleh melalui pengukuran
maupun dengan cara lain untuk menentukan pendapat dan membuat
keputusan-keputusan pendidikan, yang tentu saja akan dipengaruhioleh kesan
pribadi dan sistem nilai yang ada pada si pembuat keputusan.[30]
Istilah-istilah lain yang sering dipergunakan untuk pengertian yang serua
dengan evaluasi, yaitu pengukuran (measurement),
penaksiran (assesment), dan test.
Ketiga istilah tersebut kadang-kadang dipergunakan scara bergantian dan
dianggap memiliki pengertian yang sama, walau sebenarnya ketiganya memiliki
pengertian yang berbeda-beda. Menurut Edwin Wondt dan G.W. Brown,
measurement diartikan sebagai proses
untuk menentukan luas atau kuantitas tertentu, dengan pengertian lain yaitu
sebagai usaha untuk mengetahui keadaan sesuatu seperti adanya yang dapat
dikuantitaskan, hal ini dapat diperoleh dengan jalan tes atau cara lain.[31] Hasil
suatu pengukuran belum banyak memiliki arti sebelum ditafsirkan dengan jalan
membandingkan hasil pengukuran dengan standar atau patokan yang telah
ditentukan sebelumnya.
Dalam
penilaian patokan itu dapat berupa batas minimal kompetensi materi pelajaran
yang harus dikuasai, atau rata-rata nilai yang diperoleh oleh kelompok. Sebagai
contoh, siswa yang memperoleh skor angka tujuh, dapat berartimemiliki nilai
rendah apabila apabila dibandingkan dengan rata-rata kelompok yang mencapai
skor nilai sembilan, tetapi nilai tersebut dapat berarti tinggi apabila
dibandingkan dengan batas lulus yang hanya dibutuhkan angka lima misalnya.
Pengertian
test lebih ditekankan pada penggunaan alat pengukuran. Menurut Cronbach, test
yaitu: ”… a systematic procedure for
observing a person’s behaviour and describing it with the aid of a numerical
scale or a category system”.[32]
(Prosedur yang sistematis untuk mengamati tingkah laku seseorang dan
menggambarkannya dengan sarana sekala atau ukuran yang berbentuk angka atau
suatu system kategori). Sedangkan menurut Sumadi Suryabrata, test yaitu:
“Pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab dan atau perintah-perintah yang harus
dijalankan, yang mendasarkan bagaimana testee
menjawab pertanyaan-pertanyaan atau melakukan perintah-perintah itu
penyelidik mengambil kesimpulan dengan cara membandingkannya dengan standar
atau testee yang lain”.[33] Dilihat
dari pengertian yang kedua, test memiliki arti yang sama dengan evaluasi dan
memiliki pengertian yang lebih luas apabila dibandingkan dengan pengertia ukuran.
Chabib Thoha mengatakan bahwa unsur-unsur pokok yang harus ada dalam kegiatan
pengukuran adalah:
1). Adanya obyek yang diukur, 2).
Adanya tujuan pengukuran, 3). Adanya alat ukur, 4). Proses pengukuran, dan 5).
Hasil pengukuran yang bersifat kuantitatif. Adapun unsur-unsur pokok yang harus
ada dalam pengukuran disamping kelima unsur tersebut, juga harus mencakup : 1).
Adanya standar yang dijadikan pembanding, 2) Adanya proses perbandingan antara
hasil pengukuran dengan standar, dan 3). Adanya hasil penilaian yang bersifat
kuantitatif.[34]
Pengertian assesment tidak sampai pada taraf
evaluasi, melainkan sekedar mengukur dan mengadakan estimasi terhadap hasil
pengukuran. Apabila dilihat dari prosedur kerjanya, penilaian memiliki
pengertian yang hampir sama dengan kegiatan research. Keduanya sama-sama merupakan kegiatan
untuk memperoleh gambaran tentang keadaan suatu obyek melalui proses penelaahan
secara logik dan sistematik, membutuhkan data empirik untuk membuat kesimpulan,
dan menuntut syarat keahlian tertentu bagi pelakunya. Perbedaannya, penelitian
hampir selalu dimulai dari kesadaran tentang adanya problem, bertujuan untuk
mengembangkan prinsip-prinsip baru melalui proses generalisasi, dan dengan
mengadakan analisis hubungan antar variabel, tetapi dalam penilaian perhatian
utamanya tidak dimulai dari adanya kesadaran terhadap adanya problema
kependidikan, melainkan karena adanya proses pendidikan. Analilis yang
dikembangkan tidak sekedar mencari hubungan antar variabel, melainkan mencari
koherensi antara tujuan, proses, dan
pencapaian tujuan pada setiap program pendidikan. Penilaian juga tidak
berkepentingan terhadap generalisasi, namun memperhatikan aspek prediktif dari
hasil evaluasi.
Penelitian
memiliki pengertian yang lebih luas daripada evaluasi. Oleh karena itu evaluasi
pendidikan dapat berfungsi sebagai
bagian dari penelitian yang sering disebut dengan action research yaitu suatu proses penelitian yang hasil-hasilnya
selalu dipakai untuyk memperbaiki pelaksanaan pross, kemudian diadakan
penelitian ulang, yang hasilnya diupkai menyempurnakan lagi kegiatan tersebut,
begitu setrusnya.
2. Tujuan Dan Fungsi Evaluasi
Menurut
David McKay, ada tiga alasan mengapa dalam kegiatan pendidikan selalu
memerlukan evaluasi. Pertama, apabila dilihat dari pendekatan proses, dalam
kegiatan pendidikan ada hubungan interdepedensi antara tujuan pendidikan, proses belajar mengajar
dan prosedur evaluasi.[35] Tujuan
pendidikan akan mengarahkan bagaimana pelaksanaan proses belajar-mengajar yang
seharusnya dilaksanakan, sekaligus merupakan kerangka acuan untuk melaksanakan
kegiatan hasil evaluasi hasil belajar. Pelaksanaan pelaksanaan belajar-mengajar
juga berkepentingan akan adanya perumusan tujuan yang baik, dan prosedur
evaluasi haruslah memperhatikan pelaksanaan proses belajar-mengajar. Ketiga proses
interaksi tersebut digambarkan sebagai berikut:
Chabib Thoha mengemukakan bahwa evaluasi
memiliki dua kepentingan, yaitu untuk mengetahui apakah tujuan pendidikan sudah
tercapai dengan baik, dan untuk memperbaiki serta mengarahkan pelaksanaan
proses belajar-mengajar.[36]
Alasan
kedua yaitu bahwa kegiatan mengevaluasi terhadap hasil belajar merupakan salah
satu ciri dari pendidik profesional. Satu pekerjaan dipandang memerlukan
kemampuan profesional apabila pekerjaan tersebut memerlukan pendidikan lanjut (advanced education) dan latihan khusus (special training). Menurut pendapat
Soediyarto, pekerjaan pendidik profesional meliputi: “menyusun rencana
belajar-mengajar, mengorganisasikan, menata, mengendalikan, membimbing dan
membina terlaksananya proses belajar-mengajar secara relevan, efisien, dan
efektif, menila program dan hasil belajar, dan mendiagnosis faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat keberhasilan proses belajar-mengajar.[37]
Ketiga,
apabia dilihat dari pendekatan kelembagaan, kegiatan pendidikan adalah
merupakan kegiatan manajemen, yang meliputi kegiatan planning, programming, organizing, actuating, controlling dan
evaluating. Dua hal yang terakhir ini hampir merupakan titik lemah dalam
manajemen tradisional yang menganggap bahwa fungsi kontrol dan evaluasi pada
setiap proses termasuk pendidikan, dianggap sebagai upaya mengurangi kebebasan
dan kemerdekaan para pelaksana kegiatan tersebut. Padahal apabila kedua fungsi
manajemen tersebut tidak dilaksanakandengan baik hampir dapat dipastikan bahwa
apabila dalam pelaksanaan program terjadi penyimpangan dan pengorganisasian
yang tidak sesuai dengan karakteristik program, maka tujuan tidak akan
tercapai. Oleh karena itu berdasarkan tiga alasan utama tersebut di atas,
evaluasi sangat diperlukan dalam duna pendidikan, baik ditinjau dari segi
profesionalisme tugas pendidikan, proses dan manajemen pendidikan itu sendiri
mengharuskan adanya aktivitas evaluasi.
3. UAMBN (ujian Akhir Madrasah
Berstandar Nasional)
UAMBN
(ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) (UN) pada pelaksanaan kurikulum
1994 dilaksakan untuk menjamin mutu (quality
assurance) terhadap hasil belajar siswa secara komprehensif yang bahannya
baik disiapkan oleh Pusat (Diknas). Sedangkan waktu pelaksanaannya delakukan
secara serentak yang mencakup seluruh provinsi dan sekolah Indonesia di luar
negeri. Hasil UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) menjadi
pertimbangan dalam menentukan kelulusan siswa.
Evaluasi
pendidikan secara nasional dilakukan oleh Kementerian Pendidikan Nasional
melalui kegiatan yang disebut dengan UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar
Nasional) (UN). Pada tahun pelajaran 2010/2011, mata
pelajaran yang menjadi kriteria kelulusan siswa dari suatu lembaga pendidikan
yaitu: (a). menyelesaikan seluruh program pembelajaran; (b). memperoleh nilai
minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran, yang terdiri
atas: 1) kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia; 2) kelompok mata
pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian; 3) kelompok mata pelajaran estetika,
dan 4) kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan; c. lulus US
untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; dan d. lulus UN (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 45 Tahun 2010 Pasal 2).
Selanjutnya secara teknis pada Pasal 5
dijelaskan pula bahwa peserta didik dinyatakan lulus US/M SMP/MTs, SMPLB,
SMA/MA, SMALB, dan SMK apabila peserta didik telah memenuhi kriteria kelulusan
yang ditetapkan oleh satuan pendidikan berdasarkan perolehan nilai
sekolah/madrasah (S/M). Nilai S/M sebagaimana diperoleh dari gabungan antara
nilai US/M dan nilai rata-rata rapor semester 3, 4, dan semester 5 untuk
SMA/MA, SMALB dan SMK dengan pembobotan 60% (enam puluh persen) untuk nilai
US/M dan 40% (empat puluh persen) untuk nilai rata-rata rapor. PD pasal 6
dikemukakan pula bahwa Kelulusan peserta didik dalam UN ditentukan berdasarkan
NA. NA diperoleh dari nilai gabungan antara Nilai S/M dari mata pelajaran yang
diujinasionalkan dan Nilai UN, dengan pembobotan 40% (empat puluh persen) untuk
Nilai S/M dari mata pelajaran yang diujinasionalkan dan 60% (enam puluh persen)
untuk Nilai UN. Sehingga peserta didik dinyatakan lulus UN apabila nilai
rata-rata dari semua NA mencapai paling rendah 5,5 (lima koma lima) dan nilai
setiap mata pelajaran paling rendah 4,0 (empat koma nol). Dan yang lebih
menggembirakan pada pasal 7 disebutkan bahwa kelulusan peserta didik dari
satuan pendidikan ditetapkan oleh setiap satuan pendidikan melalui rapat dewan
guru berdasarkan kriteria kelulusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
Walau demikian standar nilai kelulusan yang demikian itu masih saja melahirkan keresahan tidak saja pada siswa
tetapi juga para guru dan orangtua. Selama ini nilai raport yang saat ini juga menjadi dasar kelulusan telah
ditentukan oleh apa yang disebut dengan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). Dari
sekian banyak sekolah/madrasah ada yang telah menentukan nilai KKM di bawah
angka 7, padahan dengan batas kelulusan 5,5 dan tidak boleh ada nilai kurang
dari 4,0 sesungguhnya juga meminta adanya nilai KKM pada batas aman untuk
kelulusan siswa yaitu sebesar 7,78. Adanya standar kelulusan yang demikian pada
tahun ini mau tidak mau membelalakkan
mata instansi pendidikan untuk segera melakukan evaluasi ekstra keras terhadap
kinerjanya selama ini. Kegiatan
evaluasi seyogyanya menjadi bagian yang melekat dalam proses pendidikan
sehingga diharapkan pencapaian nilai pun dapat dikejar secara maksimal.
BAB III
UPAYA MTS
NEGERI WONOSOBO DALAM MENINGKATKAN
PRESTASI
BELAJAR MATA PELAJARAN UN
A.
Gambaran
Umum MTs Negeri Wonosobo
1. Sejarah Berdirinya MTs Negeri Wonosobo
Sejarah singkat
berdirinya MTs Negeri Wonosobo dimulai ketika seorang ulama karismatik bernama
KH. Masdain Amin (adik Hadlotusy Syekh KHR. Arwani Amin) pada tahun 1940
mendirikan TK Banat NU sebagai awal cita-cita mencetak kader-kader muslimah
yang diharapkan siap memimpin umat . dimasa yang akan dating. Selanjutnya
pada tahun 1952 berdiri MI/SD Banat NU,
tahun 1957 berdiri MTs Banat NU. Baru pada tanggal 3 Januari 1972 berdiri MA
Banat NU, dengan awal siswa 7 siswa. Tahun demi tahun berkembang sehingga saat
ini tahun pelajaran 2010/2011 tertampung 942 (Sembilan ratus empat puluh dua)
peserta didik.
Awal mula
pendiri Madrasah Banat NU adalah KH. Masda’in Amin dibantu oleh KH. Ahdlori
Utsman, H. Zainuri Noor, H. Noor Dahlan dan Rodli Millah, semuanya tergabung
dalam pengurus Madrasah Banat. Adanya tuntutan perkembangan jaman maka pada
tahun 1981 dibentuk Yayasan Pendidikan Banat Nomor 45/81.
Dengan
kepengurusan Yayasan Pendidikan Banat perkembangan Madrasah dari tahun ke tahun
cukup bertambah baik, diminati oleh masyarakat dengan tamatan yang bisa diterima
di masyarakat. Perguruan tinggi negeri maupun swasta, perguruan tinggi agama
maupun umum sempat diisi oleh alumni Madrasah Banat NU Kudus.
Perkembangan
zaman berjalan sesuai dengan kondisi dan alur umat. Tahun 2002 lembaga-lembaga
pendidikan yang dikelola oleh yayasan-yayasan warga NU mempersiapkan diri untuk
menyatu dalam perkumpulan jam’iyyah Nahdlatul Ulama (NU) yang oleh PBNU
penggabungnya didelegasikan kepada Pengurus Cabang Jam’iyyah NU, dengan SK PC
NU Kabupaten Wonosobo Nomor : PC.11-07/362/SK/XII/2002 tertanggal 16 Desember
2002. Dengan demikian, secara resmi Badan Pelaksana Pendidikan Ma’arif NU (BPPM
NU Banat) berkewajiban menyelenggarakan pendidikan Madrasah Aliyah (MA). NU
Banat Kudus meneruskan Yayasan Pendidikan Banat Kudus.
Sesuai dengan Keputusan
Men.Ag. No. 371 Tahun 1993 Tentang Madrasah Aliyah Keagamaan, maka pada tahun
1994 MTs Negeri Wonosobo membuka Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK). Sesuai dengan
persyaratan MAK yang harus menyediakan asrama (boarding school) maka hanya
mampu menerima peserta didik yang terbatas, yaitu satu ruang pada setiap tahu
pelajaran.
Cita-cita awal
berdirinya yaitu untuk membekali wanita-wanita Islam agar berpengetahuan Islam
yang amali dan mampu memimpin wanita-wanita Islam untuk hidup maju bersama
masyarakat yang lain, melangkah untuk memenuhi tuntutan-tuntutan yang zamani
dan mampu berkompetisi positif dengan lembaga-lembaga yang lain, siap
melaksanakan program pengembangan fisik maupun non fisik. Pada tahun 1998 MA
Banat NU memperoleh prestasi nasional juara III dalam Hari Amal Bakti Departemen Agama RI dengan SK Dirjen
Bimgurais tanggal 28 Desember 1998 No. E. IV/PP. (X)/KEP/01/1999.
Tahun 2004 MA NU
Banat memperoleh prestasi nasional juara II dalam HAB Depag RI dengan SK
Menteri Agama RI tanggal 2 Januari 2004. MA NU Banat, pemenang harapan Nasional
dengan SK Menteri Agama RI No. 561.
MTs Negeri Wonosobo sampai dengan tahun
plajaran 2010/2011 membuka 4 program yaitu : Prog. Ilmu Keagamaan, Ilmu
Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial dan Program Bahasa. Guna memenuhi
tuntutan zamani yang serasi dengan kebutuhan masyarakat, saat ini sedang
mengembangkan program ketrampilan berbahsa asing Arab/ Inggris dan ketrampilan
tata boga sebagai extra kurikuler terprogram untuk menyongsong tafaqqud fiddin
dengan perwujudan dan pengembangan Pondok Pesantren Yanaabi’ul Ulum Warrohmah.
Oleh karena itu MTs Negeri Wonosobo sebagai wadah positif mencetak kader-kader
muslimah yang ilmiah, beramaliah, bertaqwa dan terampil, siap hidup
dimasyarakat global. Melengkapi dinamika pendidikan yang berkembang saat in,
kami membuka program unggulan untuk memfasilitasi prestasi peserta didik.
2. Letak Geografis Madrasah
Kota Kudus
terletak sekitar 52 km sebelah utara kota Semarang atau 30 km sebelah utara
kota Demak, sekitar 25 km sebelah timur kota Jepara, dan sekitar 25 km sebelah
barat kota Pati. Kudus merupakan salah satu kota yang terletak dipersimpangan
antara Semarang dan Surabaya. Kota ini dikenal dengan kota industri, kota
kretek, dan kaya budaya yang bernuansa Islami terbukti banyaknya peninggalan
bangunan-bangunan purbakala dan adat istiadat Islami yang masih melekat pada
diri penduduk kota Kudus. Oleh karena itu, di kota ini banyak didirikan
lembaga-lembaga pendidikan Islam dan pondok pesantren.
MTs Negeri
Wonosobo dan Pondok Pesantren Yanaabiiul ‘Ulum Warrahmah terletak
sekitar 1,5 km dari pusat kota, tepatnya di jalan KHR. Arwani Amin Kajan
Krandon. Madrasah tersebut berdiri di atas tanah wakaf seluas 5253 m2. Pondok
Pesantren yang terdapat di Kudus berjumlah sekitar 84 buah dan Madrasah Aliyah
yang berjumlah sekitar 24 buah. MTs Negeri Wonosobo merupakan salah satu
lembaga pendidikan Islam dan yang sekaligus memiliki pondok pesantren.
Perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi menjelang masuknya globalisasi tidak dapat kita
hindari, dan akan mewarnai masyarakat Indonesia. Perubahan amat besar dalam
pola dan tata hidup masyarakat, akan mempengaruhi wawasan masyarakat, tidak
ketinggalan pula input Madrasah Aliyah dan tata hidup segenap komponen
ketenagaan di madrasah akan diwarnai oleh tata hidup reformasi, informasi dan
globalisasi.
Oleh karena itu,
penanggung jawab pendidikan terus melangkah, membekali dan mencetak kehidupan
yang layak, serasi berdampingan dengan siapa saja dan di mana saja mereka
mendapat tempat. Lulusan MTs Negeri Wonosobo diciptakan untuk menjadi warga
negara Indonesia yang mantap iman dan takwanya kepada Allah, berpengetahuan
luas, berketrampilan, berkepribadian baik, mandiri, sehat jasmani rohani serta
memiliki rasa tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungannya.
Peningkatan mutu
pendidikan seiring dengan tuntutan zaman tanpa melupakan jati diri sebagai
Madrasah Aliyah yaitu insan yang berwawasan Islami, berperilaku Islami, bertata
hidup dengan cara Islami, trampil, berkemampuan teknologi, berbasis ilmu
pengetahuan akademik setara dengan lulusan SMU yang berkualitas. Madrasah NU
Banat Kudus menyadari akan kekurangan di beberapa bidang itu merencanakan
pengembangan peningkatan mutu madrasah untuk menghadapi dan menyongsong masa
depan yang kompetitif menuju madrasah yang berdaya guna dan berhasil guna. Oleh
karena itu, restrukturisasi pendidikan sehingga lebih adaptatif terhadap
perubahan zaman terus dilakukan, penyempurnaan dan renovasi baik secara fisik
maupun teknik kependidikan sehingga MTs Negeri Wonosobo sekarang sudah
memperoleh sertifikat ISO 9001:2000.
3. Visi, Misi dan Tujuan Madrasah
a. Visi Madrasah
Terwujudnya Madrasah putri sebagai
pusat keunggulan yang mampu menyiapkan dan mengembangkan SDM yang berkualitas
di bidang Iman dan Taqwa (IMTAQ) dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
yang Islamy dan Sunny.
b. Misi
Madrasah
Menyelenggarakan
pendidikan yang berorientasi kualitas, baik akademik, moral maupun sosial
sehingga mampu menyiapkan dan mengembangkan SDM berkualitas di bidang IMTAQ dan
IPTEK dalam rangka mewujudkan baldatun thayyibatun warabbun ghafur.
c. Tujuan
Madrasah
Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional NO. 20 Tahun 2003, menyatakan bahwa pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab. Jadi, tujuan madrasah adalah untuk membekali siswa agar :
1). Mampu memahami
ilmu agama dan umum.
2). Mampu
mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dalam kehidupan sehari-hari.
3). Memiliki ilmu
ketrampilan sebagai bekal hidup di masyarakat.
4). Mampu berkomunikasi sosial dengan modal bahasa asing
praktis (Bahasa Arab dan Bahasa Inggris).
5). Mampu memahami ilmu-ilmu yang dibutuhkan untuk
melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi.
Berdasarkan
tujuan-tujuan tersebut di atas, maka dapat dikatakan ada relevansi yang sangat
signifikan antara UUSPN (Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional) dengan
tujuan madrasah yang sangat mulia tersebut. Tujuan pendidikan agama Islam
ditekankan pada terbentuknya manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa seperti yang tersirat dalam visi, misi, dan tujuan MTs Negeri
Wonosobo. Adapun indikator keunggulannya, antara lain:
1). Program
bahasa: Hasil kelulusan 26 siswa dari peserta didik 71 siswi (dari 2 kelas),
memperoleh nilai 10 untuk mata pelajaran bahasa Arab. Walaupun dalam UN tahun
2007/2008 pada program bahasa terdapat dua siswa yang tidak lulus, namun nilai
bahasa Arab mereka masih di atas nilai rata-rata yaitu 5,8 dan 7,0. Sedangkan
nilai siswi selebihnya rata-rata 8 dan 9.
2). Ketrampilan
praktis: selain bahasa Arab, madrasah juga unggul dalam bahasa Inggris, kitab kuning, dan kewanitaan.
3). Ketrampilan
pilihan: kaligrafi juara 1 Jawa Tengah, masuk pospenas di Samarinda, qira’ah
seni.
4). Ponpes
terpadu: fiqh amaly, fiqh kitab kuning dengan materi sesuai dengan
kompetensi dasar.
5). Sarana
prasarana: laboratorium bahasa, laboratorium IPA, laboratorium multimedia,
perpustakaan digital, audio video untuk supervise.
6). TOT: Training
Of Trainer kelas X, XI, XII.
TOT dilaksanakan
dua tahap dalam satu tahun. Sebelum ujian semester kemarin sudah dua kali
dilakukan TOT dalam waktu seminggu. Kegiatan tersebut diwajibkan bagi seluruh
siswa baik kelas X,XI, maupun XII. Tujuan dari TOT ini adalah untuk
pemberdayaan anak yang bersifat signifikan yang dapat menuntun anak agar dapat
menjadi tutor bagi temannya sendiri di kelas. TOT dipandu oleh guru mata
pelajaran yang bersangkutan dengan cara memberi pelatihan baik materi maupun
teknisnya.
Proses TOT adalah
dengan cara mengelompokkan siswa sesuai kapasitas dan kelebihan yang dimiliki
anak pada mata pelajaran tertentu, yang tiap kelompok rata-rata 7 anak.
Biasanya wali kelas mengelompokkan dan memilihkan mata pelajaran yang cocok
buat anak berdasarkan hasil nilai ujian semester anak, di sini anak diarahkan
untuk menjadi tutor sebaya (teman sekelas).
4. Struktur Organisasi
Struktur organisasi
diartikan sebagai pola hubungan komponen atau bagian suatu organisasi. Struktur
merupakan sistem formal hubungan kerja yang membagi dan mengkoordinasikan tugas
orang dan kelompok agar tujuan dapat tercapai. Struktur juga dapat diartikan
mekanisme organisasi. Pada struktur ditentukan apa yang harus dikerjakan oleh
setiap personalia dan di sini pula akan tampak pekerjaan-pekerjaan yang dapat
digabungkan di bawah satu pimpinan.
Sedangkan
struktur organisasi adalah tugas-tugas yang diterima oleh setiap personalia,
dengan siapa mereka bekerja sama, dengan siapa mereka mengadakan interaksi, dan
kepada siapa mereka melaporkan hasil kerjanya. Hubungan kerja di sini sudah
jelas yaitu berupa kerjasama, interaksi dan pelaporan. Kerjasama akan terjadi
terutama dengan personalia dalam sub unit kerja, sebab isi atau sifat pekerjaan
mereka hampir sama. Interaksi akan terjadi secara vertikal dan horizontal
terutama terhadap sub unit atau unit kerja yang lain.
Berdasarkan definisi
tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa struktur organisasi adalah
mekanisme kerja organisasi yang menggambarkan unit-unit kerjanya dengan
tugas-tugas individu didalamnya beserta kerjasamanya dengan individu-individu
lain dan hubungan antara unit-unit kerja itu baik secara vertikal maupun
horizontal.
Adapun struktur
organisasi MTs Negeri Wonosobo tahun pelajaran 2010/2011 adalah sebagai
berikut: [38]
Penasehat
BPPMNU : KH.
Sya’roni Achmadi
KH. Moh. Ulin Nuha Arwani
KH. Ma’ruf Irsyad
H.
Rodli Suhari
HM. Noor Cholis
Hj. Zumrotuz Zakiyah
Hj. Munichah
Ketua
BPPMNU :
KH. Ma’shum AK
Kepala
Madrasah :
Drs. H. Moh. Said Muslim
Bagian-bagian
1. Bagian
Kurikulum MA : Dra.
Sri Roychanah
2. Bagian
Kurikulum Pondok Pesantren : Shohibul Huda
AH
3. Bagian
Kesiswaan :
Yusniati, S.H., S.Pd.
4. Bagian
Sarpras :
Drs. Subchan
5. Bagian
Humas/Agama : Moh.
Amin, S.Ag.
Kaprog. IPA :
Dra. Siti Nurasiyah
Kaprog. IPS :
Halimah, S.E.
Kaprog. Bahasa : Tri
Mastutiningsih, S.Pd.
Kaprog. Agama :
Chasanah, S.Ag.
Kepala Tata
Usaha :
Nur Imamah, S.Pd.
Koordinator BK : Dra.
Chofiyannida
Kepala
Perpustakaan :
Dra. Ina Laili
Apabila struktur
organisasi tersebut digambarkan ke dalam sebuah bagan, maka dapat dilihat pada
bagan struktur organisasi MTs Negeri Wonosobo seperti di bawah ini.
STRUKTUR
ORGANISASI
MTS NEGERI WONOSOBO (TERAKREDITASI : A)
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Keterangan :
= Garis
Koordinatif
=
Garis Instruktif
Berdasarkan
struktur organisasi di atas dapat dilihat bahwa kepala madrasah dalam hal ini
mempunyai tugas koordinatif dan instruktif kepada wali-wali kelas yang dapat
dilihat dalam bagan tersebut di atas, dan kepala sekolah juga berkududukan
sebagai top management (manajer puncak), yang harus memberikan bukti
ikrar pelibatannya pada pengembangan dan penerapan sistem manajemen mutunya dan
terus-menerus memperbaiki keefektifannya dengan cara: 1). Menyampaikan ke
organisasi pentingnya memenuhi persyaratan pelanggan serta undang-undang dan
peraturan; 2). Menetapkan kebijakan mutu; 3). Memastikan sasaran mutu
ditetapkan; 4). Melakukan tinjauan manajemen; 5). Memastikan tersedianya sumber
daya.
Kepala madrasah
mengepalai semua bagian unit kerja dengan dibantu oleh wakil manajemen mutu
yang sekarang berkedudukan di bagian waka kurikulum. Tanggung jawab wakil
manajemen dapat mencakup sebagai penghubung dengan pihak luar dalam masalah
yang berkaitan dengan sistem manajemen mutu. Mekanisme kerja yang dapat dilihat
dari struktur organisasi yaitu dengan diadakan koordinasi kerja tiap hari senin
jam pelajaran pertama dan kedua bagi kepala madrasah serta kepala bagian yang
lain (yang tercantum dalam struktur organisasi), dalam hal ini kepala madrasah
memiliki job description dengan melaksanakan instruksi (SK) dari yayasan
BPPMNU Banat Kudus. Kepala di sini tidak mempunyai hak untuk membuat
undang-undang, yang memiliki AD/ART adalah BPPMNU Banat Kudus sehingga semua
keputusan berasal dari atasan (yayasan).
Majelis madrasah
(komite madrasah) didalamnya terdiri dari
masyarakat yang selalu dimintai pertimbangan oleh kepala madrasah dalam
hal untuk mengambil kebijakan umum. Ketua majelis madrasah pada saat ini adalah
H. Guntur, SE. dan rapat (musyawarah) dilakukan dua kali dalam setahun. Majelis
madrasah adalah tempat musyawarah yang membahas tentang program dan masalah
madrasah, agar dapat dijadikan patokan dalam mengambil kebijakan yang bersifat
insidental, Seperti: UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) (UN),
kegiatan-kegiatan madrasah yang ada hubungannya dengan masyarakat, dan
sebagainya.
5. Keadaan Guru, Karyawan dan
Siswa
Guru, siswa dan
karyawan merupakan komponen dari sekolah yang tidak dapat dipisahkan dan saling
bekerja sama. Komponen-komponen tersebut secara langsung maupun tidak langsung
berpengaruh terhadap proses dan hasil dari proses belajar mengajar (PBM).
Adapun keadaan guru, siswa dan karyawan dari MTs Negeri Wonosobo adalah sebagai
berikut:
a). Guru
Guru adalah salah
satu faktor penentu dari PBM. Guru merupakan fasilitator dari siswa. Tugas guru
bukan hanya mentransfer ilmu pengetahuan yang dimiliki kepada siswa, akan
tetapi guru juga bertugas memberikan bimbingan yang diperlukan oleh para siswa.
Pada era sekarang guru harus juga memperhatikan kepentingan-kepentingan
sekolah, ikut serta menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi sekolah yang
kadang-kadang sangat kompleks sifatnya. Partisispasi guru dalam administrasi
sekolah juga sangat penting dan menjadi keharusan.
Tenaga pengajar di
MTs Negeri Wonosobo berjumlah 84 orang. Agar lebih jelas mengenai guru-guru
yang mengajar di madrasah tersebut, dapat dilihat pada tabel berikut ini.[39]
Jumlah Guru
|
|
Pendidikan Guru
|
||
Guru Tetap
|
10 Orang
|
|
S2
|
1 Orang
|
Guru Tidak Tetap
|
72 Orang
|
|
S1
|
65 Orang
|
Guru Bantu
|
2 Orang
|
|
SM
|
2 Orang
|
Jumlah
|
84 Orang
|
|
D3
|
1 Orang
|
|
|
|
D2
|
1 Orang
|
|
|
|
PP
|
14 Orang
|
|
|
|
Jumlah
|
84 Orang
|
Berdasarkan data
pada table tersebut, maka dapat dikatakan bahwa mata pelajaran yang diampuh
guru sesuai dengan jenjang pendidikan terakhir oleh masing-masing guru dan
peneliti mengelompokkannya sesuai dengan pendidikan guru dan status guru di
madrasah tersebut seperti tabel di bawah ini yang bersumber dari dokumen data
guru MTs Negeri Wonosobo tahun pelajaran 2010/2011.
Madrasah dalam hal
ini selalu memberikan semangat kepada semua guru dalam pengabdiannya kepada
madrasah dengan cara memberi sentuhan moral (pengajian rutin) tiap bulan sekali
yaitu hari ahad pada awal bulan, yang diketuai oleh KH. Ma’ruf Irsyad guna
koordinasi untuk semua tingkat baik RA, MI, MTs, MA, maupun SMK. Selain diberi
sentuhan moral, juga diadakan koordinasi internal dengan pendekatan moral
perjuangan agar mereka terpanggil untuk berjuang, dengan diadakan istighosah
tiap malam Jumat dan sebagainya.
Koordinasi
insidental juga dilakukan tiap bulannya sesuai dengan jadwal yang telah
ditetapkan, seperti koordinasi antara pihak madrasah dengan siswa dan
sebagainya. Untuk waktunya sudah terjadwal, yang biasanya dilakukan pada jam
istirahat pertama atau kedua.
b). Siswa
Siswa merupakan
komponen pendidikan yang sangat penting, karena aktivitas pendidikan terfokus
pada kegiatan belajar siswa. Oleh karena itu, perkembangan siswa mutlak harus
dilakukan bagi MTs Negeri Wonosobo.
Adapun kondisi siswi di MTs Negeri Wonosobo dari tahun ke tahun
mengalami perkembangan. Minat calon siswi di madrasah tersebut sangatlah besar,
setelah diseleksi akhirnya jumlah siswi sekarang berjumlah 903 siswi yang dapat
dirincikan sebagai berikut:
1. kelas X berjumlah 315 peserta didik
2. kelas XI berjumlah 283 peserta didik
3. kelas XII berjumlah 305 peserta didik
c). Karyawan
Karyawan juga
merupakan komponen yang sangat penting karena mereka dapat membantu berjalannya
proses belajar mengajar menjadi tepat sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan.
Jumlah karyawan di madrasah tersebut adalah 17 karyawan yang ditempatkan sesuai
dengan bidangnya, yaitu bidang tata usaha, perpustakaan, informan, penjaga
malam, cleaning service, juru masak, dan gudang.
6. Kurikulum
Kurikulum
dipandang sebagai suatu rencana yang disusun untuk melancarkan proses belajar
mengajar di bawah bimbingan dan tanggung jawab madrasah atau lembaga pendidikan
beserta staf pengajar di sebuah lembaga pendidikan tersebut.
Kurikulum juga
dapat dipandang sebagai suatu rencana atau bahan tertulis yang dapat dijadikan
pedoman bagi para guru di madrasah, dan juga dapat dipandang sebagai program
yang direncanakan dan dilaksanakan dalam situasi yang nyata di kelas. Meskipun
terdapat bermacam teori dan praktek mengenai kurikulum dan pengembangannya,
namun sebagian besar pendidik sepakat dalam hal tujuan yang hendak dicapai
dalam mengembangkan kurikulum di madrasah tersebut.
Ada yang
mengatakan bahwa Kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh
atau diselesaikan peserta didik untuk memperoleh ijazah. Perkembangan
selanjutnya adalah bahwa isi kurikulum tidak terbatas hanya pada mata pelajaran
tertentu saja, namun juga semua intrakurikuler, kurikuler dan ekstrakurikuler.
Pada umumnya
kepala madrasah dan guru-guru berada di antara dua pendapat ekstrim. Walaupun
anggapan bahwa kurikulum sebagai kumpulan–kumpulan mata pelajaran masih
menguasai madrasah sampai sekarang, namun guru telah menyadari akan tanggung
jawab edukatif mereka dalam pengalaman-pengalaman ekstrakurikuler siswa.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai isi, tujuan, dan bahan (mata) pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman atau acuan dalam penyelanggaraan kegiatan proses belajar
mengajar untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Kurikulum yang
digunakan di MTs Negeri Wonosobo dibagi menjadi 3, yang terdiri dari: Kurikulum
Kementerian Agama, kurikulum Muatan Lokal, dan kurikulum Pondok Pesantren.
Kurikulum
Departemen Agama merupakan kurikulum yang harus diikuti oleh seluruh peserta
didik yang dibuat oleh pemerintah dan pembuatannya fleksibel. Kurikulum ini
terdiri dari beberapa mata pelajaran, antara lain: Pendidikan Agama Islam,
Pendidikan Kewarganegaraan, dan sebagainya.
Sedangkan
kurikulum Muatan Lokal adalah lebih luas. Muatan lokal dalam pendidikan
menunjuk pada karakteristik atau bobot yang bersifat lokal yang secara sadar
dan sistematik memberikan corak pada bagaimana kurikulum diimplementasikan
sesuai dengan kemampuan, daya dukung, dan kepentingan lokal. Kurikulum muatan
lokal yang dipakai di MTs Negeri Wonosobo, antara lain: Ke-NU-an, Tauhid,
Tasawuf, dan sebagainya. Kurikulum Pondok Pesantren hanya dikhususkan bagi
siswi MTs Negeri Wonosobo, yang meliputi: Pengajian Kitab, Madrasah Diniyah,
serta Tahfidzul Quran.
Selain ketiga
kurikulum tersebut di atas, masih ada kegiatan ekstra yang masuk dalam intra,
seperti: sholat dzuhur berjamaah dan tadarrus al-quran. Kegiatan ekstra yang di
luar intra juga masih ada, seperti: kursus Bahasa Arab, kursus Bahasa Inggris,
dan Kaligrafi.
Kurikulum
pendidikan agama Islam merupakan sarana atau alat untuk mencapai tujuan
pendidikan agama Islam yang sekaligus juga arah pendidikan agama dalam rangka
pembangunan bangsa dan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Pendidikan
agama Islam akan membawa dan menghantarkan serta membina anak didik menjadi
warga negara yang baik sekaligus umat yang taat beragama.
Secara formal MTs Negeri Wonosobo mengajarkan 25 macam mata pelajaran dari Kurikulum
Kemenag, 11 macam mata pelajaran dari kurikulum muatan lokal (takhassus) dan 3
macam mata pelajaran untuk pengembangan diri (ekstra kurikuler) wajib. Sejumlah mata pelajaran tersebut tersebar di kelas X, kelas XI, dan
kelas XII dengan empat program jurusan : IPA, IPS, BHS, dan Program Keagamaan
(PK). Adapun peta pembagiannya adalah sebagai berikut :
Program
|
Kurik. Kemenag.
|
Kurikulum Lokal
|
X
|
19
mapel
|
9
mapel
|
BHS
|
17 mapel
|
11 mapel
|
IPA
|
17 mapel
|
10 mapel
|
IPS
|
17 mapel
|
10 mapel
|
PK
|
17 mapel
|
11 mapel
|
Sistem
pembelajaran yang diterapkan di MTs Negeri Wonosobo adalah tunduk pada
peraturan yang berlaku pada umumnya yaitu dengan menggunakan sistem kurikulum
KTSP yang disesuaikan dengan kondisi madrasah.
7. Sarana dan Prasarana
Sarana merupakan
alat langsung yang digunakan dalam sebuah lembaga pendidikan untuk mencapai
tujuan pendidikan, misalnya: ruangan, buku, laboratorium, dan sebagainya.
Sedangkan prasarana berarti alat tidak langsung untuk mencapai tujuan dalam
pendidikan, misalnya: lokasi, bangunan sekolah, lapangan olahraga, dan
sebagainya.
Pentingnya sarana
dan prasarana yang memadai dan mencakup kebutuhan sangat membantu dan menunjang
keberhasilan pendidikan di lembaga pendidikan. Jika persediaan sarana dan
prasarana tidak memadai, maka akan menghambat proses pembelajaran (belajar
mengajar).
Ada yang
berpendapat bahwa pemerintah atau badan yang menyelenggarakan satuan pendidikan
harus membiayai pengadaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikan.
Berdasarkan pernyataan tersebut, maka sarana dan prasarana harus diadakan oleh
badan yang menyelenggarakan setiap jenis pendidikan.
Adapun sarana
prasarana penunjang terciptanya suasana belajar di MTs Negeri Wonosobo yaitu
bangunan atau gedung madrasah yang dilengkapi dengan fasilitas madrasah, antara
lain:
a. Laboratorium Bahasa dan IPA
b. Ruang multimedia
c. Perpustakaan digital
d. Komputer dan internet
e. Wartel
f. Audio
video
g. Sarana olah raga dan kesehatan
h. Musholla “Al-Barokah”
i. Koperasi
j.
Asrama/ pondok pesantren terpadu
k. UKS
l.
Sound system, dan lain-lain.
MTs Negeri
Wonosobo dalam penyediaan sarana dan prasarana dinyatakan sangat lengkap serta
dapat mengikuti perkembangan zaman (era globalisasi). Walaupun madrasah
tersebut sudah dilengkapi dengan sarana prasarana yang memadai, namun madrasah
tidak begitu saja meninggalkan atau melupakan visi, misi dan tujuan madrasah,
dan selalu mengamalkan pesan sesepuhnya (terlampir) dan sembilan mental sehat
(terlampir) untuk mengarah terciptanya metode PAKEM (Pembelajaran Aktif Kreatif
Efektif Menyenangkan).
Penataan
lingkungan madrasah dibuat sebagus mungkin sehingga dapat berdampak pada phisik
dan sosio psikologis, yaitu: aman, nyaman dan menyenangkan dengan menjalankan 9
K (Keimanan, Kebersihan, Keamanan, Ketertiban, Keindahan, Kekeluargaan,
Kerindangan, Kesehatan dan Kepustakaan).
Untuk memenuhi
sarana dan prasarana di sebuah lembaga pendidikan agama Islam perlu adanya
kerjasama yang harmonis dengan semua pihak yang terkait, baik di tingkat pusat
maupun di tingkat daerah.
B. Upaya Meningkatkan Prestasi
Belajar Mata Pelajaran UN
1. Perencanaan
Pembelajaran
Kepala MTs Negeri Wonosobo, Drs. H. Moh Said, menuturkan
bahwa untuk mencapai prestasi belajar yang optimal, MTs Negeri Wonosobo telah
merencanakan berbagai kegiatan pembelajaran yang sebaik-baiknya (all out).
Apalagi kelas tiga yang harus menghadapi UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar
Nasional) (UN), pihak madrasah terus menerus menempa mereka agar lulus semua.
Program madrasah menargetkan semua siswa lulus UN 100 % dengan nilai maksimal.
Untuk mendukung hal tersebut, pihak madrasah membuat berbagai kebijakan yang
dipandang mampu mendongkrak prestasi belajar siswa-siswinyanya. Adapun diantara
kebijakan-kebijakan untuk mengoptimalkan pencapaian prestasi siswa di MTs
Negeri Wonosobo tersebut yaitu: 1). Menambah alokasi waktu belajar, 2).
Menyelenggarakan les mata pelajaran ujikan nasional, 3). Menyelenggarakan try
out sebagai persiapan UN
Pihak madrasah memandang perlunya menambah alokasi waktu
belajar dengan tujuan agar daya serap siswa dapat terlampaui sebagaimana yang
dikehendaki oleh kurikulum. Pada hari senin sampai dengan kamis, dan hari sabtu
jam pelajaran dimulai pada jam 06.50 dengan jadwal pada jam pertama berdo'a dan
murotal Al-Qur'an selama sepuluh menit. Pelajaran berakhir pada pukul 14.15
dengan jadwal pelajaran matrikulasi kelas X, kitab kuning kelas XI dan les
kelas III. Pada hari jum'at jam pelajaran dimulai pada jam 06.50 dengan jadwal
pada jam pertama berdo'a dan murotal Al-Qur'an selama sepuluh menit, pelajaran
berakhir pada pukul 11.55 dengan materi pelajaran kajian Islam (nisa'iyah).
Pihak madrasah juga memberi kesempatan seluas-luasnya
kepada para guru mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar
Nasional) untuk memberi les kepada siswa-siswi kerlas XII agar benar-benar siap
dalam menempuh ujian. Les dijadwalkan pada semester II dengan tekanan materi
pada pelatihan mengerjakan soal-soal UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar
Nasional) tahun-tahun yang lalu.
Untuk menguji kesiapan siswa dan untuk mengukur kemampuan
mereka, MTs Negeri Wonosobo menyelenggarakan try out (test uji coba)
bagi kelas XII ssebanyak 5 kali menjelang UAMBN (ujian Akhir Madrasah
Berstandar Nasional) dilangsungkan. Try out (uji coba) ini bermanfaat
pula untuk mengujia kesiapan siswa mewnghadapi ujian yang sebenanrnya. Dengan
demikian siswa akan mampu mengukur kemampuan dirinya pula.
2. Pembelajaran Mata Pelajaran UN
MTs Negeri Wonosobo mengarahkan kepada para guru pengampu
bidang studi yang diujikan secara nasional untuk menerapkan strategi
pembelajaran yang sebaik-baiknya dengan merancang berabagai kegiatan
pembelajaran yang efektif. Menurut hasil wawancara dan pengamatan peneliti di
lapangan, guru-guru MTs Negeri Wonosobo menggunakan berbagai macam metode
mengajar. Adapun variasi pemilihan dan penggunaan metode ditentukan oleh materi
pelajaran. Berikut peneliti paparkan berbagai metode pembelajaran atau strategi
pembelajaran yang ditempuh guru mata pelajaraan ujian nasioanl (UN) di MTs
Negeri Wonosobo.
a. Mata pelajaran Bahasa Indonesia
Pembelajaran
bahasa Indonesia di MTs Negeri Wonosobo menerapkan model pembelajaran
berdasarkan masalah, yaitu model pembelajaran yang mengikuti pola top-down.
Pembelajaran yang demikian ini merupakan implementasi dari teori belajar
konstruktivisme. Penerapan pembelajaran ini adalah memecahkan masalah
keseharian sehingga anak sudah dibiasakan dengan situasi nyata sehari-hari.
Selain itu, dengan model pembelajaran tersebut guru dapat melatih siswa untuk
menjadi pembelajar mandiri, meniru peran orang dewasa dan terbiasa memandang suatu
masalah dari berbagai sudut pandang disiplin ilmu yang berbeda.
Salah seorang
guru bahasa Indonesia menuturkan bahwa secara garis besar kegiatan pembelajaran
berdasakan masalah tersebut terdiri dari menyajikan kepada siswa situasi
masalah yang otentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kapada mereka
untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri.
Tujuan pemilihan
metode itu agar kegiatan pembelajaran dapat berpusat pada siswa dan mendorong
inkuiri terbuka dan berfikir bebasuntuk membantu siswa menjadi mandiri. Siswa
yang mandiri (otonom) yang percaya diri pada keterampilan intelektual
mereka sendiri memerlukan keterlibatna
aktif dalam lingkungan yang berorientasi pada inkuiri. Meskipun pembelajaran
bahasa Indonesia memiliki sintaks yang terstruktur dengan tahapan yang jelas,
norma disekitar pembelajaran adalah inkuiri terbuka dan bebas mengemukakan
pendapat.
Di samping itu
kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia yang diterapkan juga berfokus pada
keterkaitan antar disiplin. Meskipun pembelajaran bahasa Indonesia berpusat
pada pelajaran tertentu, misalnya biologi, masalah yang dipilih benar-benar
nyata agar dalam pemecahannya, siswa dapat meninjau dari berbagi mata pelajaran
yang lain. Sebagai contoh masalah polusi pada contoh di atas, mencakup aspek
akademis dan terapan mata pelajaran ekonomi sosiologi, parawisata, dll. Begitu
pula pada masalah menyajikan makanan untuk kakek, melibatkan biologi,
kesehatan, kimia dan sebagainya.
Kegiatan
pembelajaran juga diarahkan pada berbagai presentasi yang mengharuskan siswa
melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap
masalah nyata. Mereka menganalisis dan mendefinisikan masalah, menyusun
hipotesis, mengumpulkan dan menganalisis informasi/data, melakukan percobaan,
membuat inferensi dan merumuskan simpulan. Metode yang digunakan sangat
bergantung kepada masalah yang sedang dipelajari.
Pelajaran bahasa
Indonesia menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya
nyata atau artifak dan memamerkan. Diantara karya siswa di MTs Negeri Wonosobo
yaitu cerita pendek, puisi dan laporan karya ilmiah.
b. Mata pelajaran Bahasa Inggris
Drs. Muslih, guru bahasa Inggris di MTs Negeri Wonosobo
mengatakan bahwa tujuan pembelajarn bahasa Inggris yaitu untuk menguasai empat
pokok keterampilan berbahasa Inggris yaitu listening (menyimak),
speaking (berbicara), reading (membaca) dan writing (menulis).
Untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut guru bahasa inggris menempuh
berbagai metode atau strategi pembelajaran yang bervariasi. Satu bentuk
keterampilan berbahasa merlukan metode atau strategi pembelajaran yang berbeda
dengan yang lain.
Pertama, listening (menyimak). Dalam kegiatan pembelajaran
ini guru mempergunakan telling method (metode cerita). Ini merupakan
metode guru bahasa Inggris dalam mengajarkan kemampuan menyimak bagi
siswa-siswinya agar memiliki keterampilan menyimak yang baik. Adapun
langkah-langkahnya bervariasi, diataranya yaitu: 1). Guru mengucapkan kosa-kata
(baru) kemudian siswa-siswi menirukan dan kadang-kadang siswa harus menulisnya,
2). Guru memutarkan tape recorder dan siswa harus menyimak sambil membuat
catatan-catatan dan mengulang apa yang mereka dengar, 3). Guru membacakan
sebuah cerita dalam bahasa Inggris, siswa menyimak dengan baik dan kemudian
menceritakan kembali apa yang baru saja guru ceritakan.
Kedua, speaking (berbicara). Dalam mengajarkan kemampuan
berbicara ini guru mempergunakan metode bermain peran (role play).
Siswa-siswi dibimbing untuk mencapai keterampilan berbicara secara gradua.
Ungkapan-ungkapan tanya jawab sederhana dan yang digunakan sehari-hari seperti
'what's your name, how are you, how old are you, can you help me, stand up,
please, I'm sorry to hear that' dan sebagainya harus siswa-siswi hafalkan
dan harus pula menjadi ungkapan familiar (akrap) dalam telinga dan lisan
siswa. Siswa-siswi didorong motivasinya untuk menguasai ungkapan-ungkapa
tersebut dengan selalu mempraktekkannya.
Tahap selanjutnya siswa diberi teks percakapan sederhana dan
mereka harus memainkan peran dalam teks tersebut untuk dipraktekkan di depan
kelas. Guru menginstruksikan agar siswa-siswi memahami makna setiap ungkapan
dengan mendiskusikan terlebih dahulu sebelum mempresentasikan teks percakapan
tersebut.
Ketiga, reading (membaca). Tujuan akhir dari pembelajaran
ini untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam memahami sebuah teks bacaan (reading
texts). Siswa sering mengalami kesulitan dalam hal memahami bacaan, oleh
karena itu pada tahap awal guru menggunakan metode terjemah (translation
method) untuk memastikan bahwa teks dipahapi betul oleh siswa.
Menterjemahkan teks dilakukan siswa sepenuhnya, guru hanya membantu memahami
ungkapan-ungkapan yang sulit, seperti idiom expression
(ungkapan-ungkapan baku yang tidak dapat dipahami secara leksikal) dan
frasa-frasa tertentu.
Setelah itu, kegiatan pembelajaran beralih proses pada
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam text book (buku bacaan).
Metode dan strategi pembelajaran seperti itu berlangsung dalam beberapa pertemuan.
Setetelah cukup dengan kegiatan pembelajaran dengan metode dan strategi
demikian, guru meningkatkan dengan metode diskusi.
Yang dimaksudkan dengan metode diskusi di sini yaitu siswa
mempresentasikan teks bacaan secara berkelompok dalam kegiatan pembelajaran
dengan panduan atau arahan dari guru mata pelajaran. Dalam kelompok presentasi
tersebut siswa mendapat peran atau tugas sendiri-sendiri, ada yang bertugas
membaca teks, ada yang bertugas sebagai moderator, ada yang bertugas sebagai
notulis, dan yang lain bertugas menguraikan dan menjawab pertanyaan dari
rekan-rekanya.
Keempat, writing (menulis). Untuk mencapai tujuan
pembelajaran ini, yaitu keterampilan menulis (writing skill), guru menerapkan grammatical
method (metode tata bahasa) dan translation method (metode
terjemah). Yang dimaksudkan dengan grammatical method (metode tata
bahasa) yaitu bahwa dalam kegiatan pembelajaran menulis guru menjelaskan
berbagai aspek gramatikan yang diperlukan seperti tenses (peran waktu
dalam sebuah unghkapan kalimat), pembentukan kosa-kata (sintaksis) dan
sebagainya. Disampaing itu juga uraian tentang bagaimana memengembangkan sebuah
ide atau gagasan yang harus dituangkan dalam sebuah paragraph (sebuah
alinia).
Translation method (metode terjemah) juga dipakai dalam pembelajaran menulis,
yaitu guru memberikan ungkapan-ungkapan dalam bentuk kalimat atau kadang dalam
bentu cerita singkat yang harus diterjemahkan kedalam bahasa Inggris. Guru
bahasa Inggris mengatakan bahwa walaupun metode ini metode kuno akan tetapi
dalam hal-hal tertentu, seperti untuk mnemahamkan perbedakan ungkapaan bahasa
Inggris dan bahasa Indonesia tetap diperlukan.
Tujuan akhir dari kegiatan pembelajaran menulis yaitu untuk
mengembangkan kemampuan menulis siswa untuk mengungkapkan berbagai peristiwa atau
cerita, membuat atau membalas surat, membuat nota dan sebagainya secara
leluasa.
c. Mata pelajaran Matematika
Matematika merupakan mata pelajaran yang dikesankan cukup
sulit oleh para siswa sehingga dalam pembelajaran matematika guru di MTs Negeri
Wonosobo senantiasa mengusahakan metode dan strategi pembelajaran yang terbaik
bagi siswa-siswinya. Disamping itu mereka juga tidak bosan-bosannya memotivasi
agar siswa-siswi mencintai pelajaran matematika.
Metode dan strategi pembelajaran yang dipakai oleh para
guru banyak variasinya, namun dari kesemuanya itu yang paling dominant yaitu
metode demonstrasi dan metode problem solving.
Pertama, metode demonstrasi. Metode ini dipakai untuk untuk
menjelaskan berbagai bentuk materi pelajaran seperti pelajaran bagun ruang
(kerucut, kubus, persegi panjang, dan sebagainya). Dalam menerapkan metode ini
guru mempergunakan alat-alat peraga. Setelah siswa memahami bentuk fisiknya
baru dijelaskan berbagai rumus-rumus pengukurannya, diberi contoh menerapkan
rumus-rumus tersebut, baru siswa diberi tugas-tugas penghitungan.
Kedua, metode problem solving. Metode ini menjadi pilihan
karena kebanyakan materi pelajaran matematika merupakan bentuk-bentuk
penyelesaian hitungan yang abstrak. Yang dimaksudkan dengan metode problem solving
atau pemecahan masalah ini yaitu bahwa seorang guru matematika mengutarakan
persoalan-persoalan matematis yang harus diselesaikan atau dikerjakan oleh
siswa.
Guru menguraikan materi pelajaran disertai contoh-contoh
soal dan bagaimana rumus-rumus penyelesaiannya. Siswa didorong untuk berinovasi
menyelesaikan soal-soal matematika dengan beragam rumus penyelesaiannya.
d. Mata pelajaran Fisika
Bagi siswa MTs Negeri Wonosobo mata pelajaran Fisika
merupakan mata pelajaran yang menarik dan penuh tantangan. Metode dan strategi
pembelajaran yang dipaki guru Fisika MTs Negeri Wonosobo yaitu dengan
menciptakan suasana agar siswa aktif dan kreatif. Tugas diberikan secara
kelompok dan personal. Untuk tugas-tugas kelompok siswa aktif mencari solusi,
menuliskannya, kemudian mempresentasikan hasil beladi dalam diskusi kelas.
Sedangkan untuk tugas-tugas personal cukup diberikan pada guru kemudian guru
mengoreksi dan menguraikan persoalannya di dalam kelas. Pada kesempatan lain
guru juga membawa siswa ke laboratorium untuk melakukan eksperimen. Siswa
merasa senang, karena dapat membuktikan kebenaran antara teori yang mereka
pelajari di dalam kelas dengan praktik yang sesungguhnya.
e. Mata pelajaran Kimia
Agar siswa tertarik pada mata pelajaran Kimia, guru memilih
metode dan strategi pembelajaran yang mampu menimbulkan minat siswa pada mata
pelajaran ini dengan lebih banyak praktik di laboratorium. Metode ceramah
hampir-hampir tidak dipergunakan pada mata pelajaran kimia ini karena hanya
sebagai pengantar pada materi saja.
Praktik di laboratorium memberikan beberapa keuntungan penting,
diantaranya siswa tidak jenuh daan dapat mengaapikaasikan teori ke dalaam
praktik. Dengan demikian mata pelajaran dapat dikuasai dengan baik. Sebelum
praktik, siswa mendapatkan penjelasan tentang hal-hal yang berkaitan dengan
rumus-rumus kimia dan teknik praktikum. Hasil praktikum diuraikan secara
tertulis untuk diberikan pada guru dan di presentasikan di dalam kelas.
f. Mata pelajaran Biologi
Kesulitan utama siswa untuk menguasai mata pelajaran ini
yaitu banyaknya peristilahan pada ilmu biologi yang banyak. Oleh karena itu
guru memilih metode yang menarik, diantaranya yaitu metode diskusi dan
observasi. Adapun strategi pembelajaran yang dipakai yaitu dengan membawa siswa
ke obyek pelajaran secara langsung, misalnya membawa siswa ke halaman madrasah
untuk mengadakan pengamaatan pada tumbuh-tumbuhan, batu-batuan, tanah, dan
lain-lain. Selanjutnya apa yang ditemui di lapangan lalu diobservasi di
laboratorium, disimpulkan dan dipresentasikan di dalam kelas. Praktik di
laboratorium juga mendapatkan porsi yang cukup banyak, apalagi peralatan
laboratorium (seperti mikroskup dsb) cukup lengkap. Dalam praktik, siswa dibuat
berkelompok, yang selanjutnya berkewajiban menuliskan dan mempresentasikan
hasil penelitian atau praktik di laboratorium, ataupun pengamatan langsung di
lapangan.
3. Prestasi Belajar
Sebagai madrasah
swasta di bawah naungan NU yang paling bergengsi di Kudus, MTs Negeri Wonosobo
selalu memacu diri untuk meningkatkan prestasi akademis siswa-siswinya baik
pada mata pelajaran umum maupun pada mata pelajaran agama yang menjadi ciri
khasnya. Kepala MTs Negeri Wonosobo mengatakan bahwa upaya yang dilakukan pihak
madrasah cukup membuahkan hasil yang memuaskan. Prestasi yang dicapai MTs
Negeri Wonosobo tersebut dapat diuraikan menjadi dua, yaitu prestasi akademis
dan prestasi non-akademis.
Pertama, prestasi akademis. Yang dimaksud disini prestasi akademik
yaitu prestasi siswa-siwi MTs Negeri Wonosobo dalam menempuh berbagai ulangan
semester atau UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional), dan prestasi
yang diraih dalam berbagai even lomba. Dalam hal ini peneliti hanya meneliti
prestasi siswa-siswi MTs Negeri Wonosobo untuk program studi Ilmu Pengetahuan
Alam (IPA) dalam lima bidang mata pelajaran yang diujikan secara nasional (UN),
yaitu prestasi mata pelajaran bahasa Indonesia, bahasa Inggris, maatematika,
Fisika, Kimia, dan Biologi. Berdasarkan data yang peneliti dapatkan dari
berbagai sumber, prestasi akademis siswa-siswi MTs Negeri Wonosobo cukup baik,
diantaranya ditunjukkan dengan kelululas 100 % pada UAMBN (ujian Akhir Madrasah
Berstandar Nasional) pada tahun pelaajaran
20100/2011. Adapun data nilai kelulusan dapat penulis laporkan sebagai berikut:
NILAI
|
Bhs. Ind
|
Bhs. Ing
|
Mat
|
fisika
|
Kimia
|
Biologi
|
Klasifikasai
|
A
|
A
|
A
|
A
|
A
|
A
|
Rata-rata
|
8.34
|
8.73
|
8.93
|
9.10
|
9.46
|
8.96
|
Terendah
|
4.00
|
7.40
|
6.75
|
7.50
|
8.25
|
7.00
|
Tertinggi
|
9.20
|
9.60
|
10.00
|
9.75
|
10.00
|
9.75
|
Std. Deviasi
|
0.59
|
0.47
|
0.55
|
0.48
|
0.45
|
0.44
|
Sumber: Daftar Nilai UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar
Nasional) tahun pelajaran 2010/2011.
Disamping prestasi tersebut diatas, MTs Negeri
Wonosobo juga telah banya mengukir banyak prestasi lain, diantaranya yaitu
meraih juara II Olimpiade mata pelajaran Matematika tingkat propinsi, juara I
Qiro’ah tingkat propinsi, Juara III lomba pidato MA/SMU, juara I NEM tertinggi
se Jawa Tengah, Juara II lomba quiz bahasa Inggris se Karesidenan Kedu, serta
menempati rangking ke 29 siswa teladan tingkat propinsi Jawa Tengah, dan
lai-lain.
Kedua, prestasi non-akademis. prestasi siswa-siswi MTs Negeri
Wonosobo juga berprestasi secara non-akademis, yan mana dapat diketahui dari
hal-hal sebagai berikut: 1). Kemampuan output MTs Negeri Wonosobo untuk
ikut serta berperan dalam kehidupan bermasyarakat, 2). Adanya kepercayaan
masyarakat terhadap lulusan MTs Negeri Wonosobo dalam urusan kemasyarakatan,
dan 3). Siswa-siswi MTs Negeri Wonosobo dapat menjadi teladan bagi
pelajar-pelajar lain.
MTs Negeri Wonosobo senantiasa menempa
siswa-siswinya untuk dapat berprestasi seoptimal mungking. Berbagai kegiatan
pembelajaran baik yang bersifat kurikuler maupun ekstrakurikuler tak luput dari
program madrasah. Kepala MTs Negeri Wonosobo mengatakan bahwa di madrasah
siswa-siswinya dibekali dengan berbagai kemampuan agar mereka mampu berperan
dimasyarakatnya. Untuk itu MTs Negeri Wonosobo juga mengembangkan berbagai
keterampilan seperti tata busana, servis sepeda motor, penanganan dan
pengolahan hasil pertanian (PPH), dan tat rias, disamping ekstrakurikuler
keagamaan sepert seni baca Al-Qur'an dan khitobah.
Kepercayaan masyarakat terhadap MTs Negeri
Wonosobo juga cukup tinggi, yang mana hal ini ditunjukkan oleh tingginya animo
masyarakat temanggung untuk mendaftarkan putra-putrinya bersekolah di lembaga
pendidikan ini. Setiap penerimaan siswa baru, pihak madrasah selalu kebanjiran
pendaftar, sehingga terpaksa harus menseleksi calon siswanya.
Dari segi akhlak atau budi pekerti, siswa-siswi MTs
Negeri Wonosobo selama ini belum ada yang terlibat permasalahan social yang
berat dan harus berurusan dengan polisi, seperti terlibat narkoba, curanmor,
atau tawuran antar pelajar. Hal ini cukup mengindikasikan keteladanan
siswa-siswi MTs Negeri Wonosobo.
BAB IV
MODEL STRATEGI PEMBELAJARAN
DAN PRESTASI BELAJAR DI MTS NEGERI WONOSOBO
A.
Model
Strategi Pembelajaran
Untuk mencapai prestasi terbaiknya dalam UAMBN (ujian Akhir
Madrasah Berstandar Nasional), MTs Negeri Wonosobo telah membuat
langkah-langkah strategis yang dipandang efektif, yaitu dengan menciptakan
suasana pembelajaran yang aktif dan kreatif baik guru maupun peserta
didik. Drs. Moh Said Muslim mengatakan
bahwa keaktifan guru dan peserta didik tersebut penting sekali artinya sebagai
upaya membangun komunikasi yang imbang.[40]
Bagi MTs Negeri Wonosobo pencapaian prestasi terbaiknya dalam UAMBN (ujian
Akhir Madrasah Berstandar Nasional) (UN) merupakan taruhan yang harus
diperjuangkan seoptimal mungkin, karena nama baik lembaga akan disorot oleh
masyarakat dari kelulusannya, terutama prestasi UAMBN (ujian Akhir Madrasah
Berstandar Nasional)nya. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan
penulis, maka kajian tentang apakah model strategi pembelajaran dan prestasi
belajar di MTs Negeri Wonosobo pada mata pelajaran ujian nasionaal (UN) akan
diuraikan dalam pembahasan ini, sesuai dengn fokus kajian yang telah dilakukan
sebelumnya.
1.
Strategi
Guru
a. Kegiatan pembelajaran
Kegiatan pembelajaran di MTs Negeri Wonosobo ada tiga
tahab, yaitu tahap persiapan, pelaksanaan, dan penilaian (evaluasi). Pada
bagian ini penulis akan menyoroti ketiga tahap pembelajaran tersebut.
1) Tahap persiapan
Tahap persiapan yaitu rencana yang digunakan untuk
merealisasikan rancangan yang telah disusun dalam silabus. Tahap ini meliputi
beberapa aktivitas yang harus dikerjakan oleh guru, yaitu membuat silabus,
membuat rencana pelaksanaan silabus dalam program tahunan dan semester, dan
membuat rencana pembelajaran per satuan pertemuan mata pelajaran.
a) Membuat Silabus
Sebagai produk penyusunan desain pembelajaran atau
perencanaan pembelajaran yang berisikan garis-garis besar rancangan
pembelajaran, dari segi formatnya, silabus memiliki dapat diuraikan dalam
bentuk narasi sekurang-kurangnya menyangkut komponen identitas,
sekolah/madrasah, maata pelajaran, kelas, semester, standar kompetensi,
kompetensi dasar, materi pokok dan uraian materi, pengalaman belajar, indicator
pencapaian kompetensi, alokasi waktu, dan sumber bahan/alat. Prinsip
pembelajaran kompetensi merupakan satu kesatuan dengan proses. Oleh karena itu
silabus sekaligus memuat komponen penilaian, yang antara lain berisi jenis
tagihan, bentuk dan contoh instrument
penilaian.
Drs. Moh Said Muslim memandang bahwa silabus sebagai hal
yang esensial karena silabus merupakan pijakan proses pembelajaran.[41] Dra. Sri Rochanah mengatakan
bahwa dalam menyusun silabus, guru mengacu pada pedoman kurikulum berbasis
kompetensi, dan perangkat komponen-komponennya yang disusun oleh pusat
kurikulum, badan penelitian dan pengembangan (Balitbang) Kementerian Pendidikan
Nasional (Mendiknas), terutama kompetensi dasarnya (KD) sedangkan indikatornya
ketercapaian kompetensinya disusun oleh guru sendiri.[42] MTs Negeri Wonosobo berupaya untuk mengembangkan silabus
dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran hingga pada tahap
‘jati diri’ (sesuai dengan kondisi madrasah).
Unsur yang terpenting dari silabus yaitu penggunaan sumber
belaajara/buku. Sumber belajar dapat berupa buku-buku teks pelajaran, akan
tetapi guru tidak diperkenankan untuk mewajibkan siswa hanya menggunakan dari
penerbit tertentu saja. Dengan demikian, mau tidak mau guru harus senantiasa
mengasah atau selalu meningkatkan kemampuannya untuk membuat silabus yang
kemudian diterjemahkan dalam bahan ajar, untuk mencapai kompetensi dasar siswa.
b) Membuat Program Tahuan dan Semester
Program tahuan dan program semester merupakan rencana
tertulis tentang pelaksanaan silabus yang dibuat guru. Kepala program IPS,
Halimah, SE. mengatakan bahwa guru yang tidak membuat perangkat mengajar
seperti silabus, program tahunan dan program semester atau rencana
pembelajaran, walaupun ia melaksanakan tugas mengajar, dianggap sama dengan
tidak mengajar.[43] Adapun
langkah-langkah membuat Program Tahuan dan Semester yaitu: 1). Menentukan
minggu efektif dalam satu semester; 2). Mengalokasikan standar kompetensi
berdasarkan minggu efektif.
c) Membuat Rencana Pembelajaran
Rencana pembelajaran merupakan persiapan mengajar yang
berupa kesatuan kegiatan belajar siswa dalam mencapai standar kompetensi yang
ditetapkan dan yang perlu diupayakan dan dilakukan oleh guru untuk setiap
pertemuan. Oleh karena itu dalam rencana pembelajaran harus terlihat tindakan
apa yang perlu dilakukan oleh guru selanjutnya setelah satu pertemuan selesai.
Adapun langkah-langkah membuat rencana pembelajaran yaitu:
1). Membuat identitaas mata pelajaran; 2). Menguraikan standar kompetensi; 3).
Menguraikan materi pembelajaran; 4). Membuat rincian rencana strategi
pembelajaran ke dalam format yang terdiri dari kolom nomor, kolom kegiatan
belajar, kolom alokasi waktu, dan kolom life skill yang dikembangkan.
2) Pelaksanaan
Yang dimaksud tahap pelaksanaan yaitu upaya yang dilakukan
guru untuk merealisasikan rencana pembelajaran yang telah disusun oleh guru
tersebut, baik berkaitan dengan silabus, program tahunan dan semester, maupun
rencan pembelajaraan. Bagian ini akan menyoroti kekiatan pembelajaran, yaitu
bagaimana guru di MTs Negeri Wonosobo mengimplementasikan langkah-langkah
strategis dalam kegiatan pembelajaran untuk menyediakan pengalaman belajar
siswa dan bagaimana langkah-langkah metode atau strategi pembelajaran yang
ditempuh.
a) Materi Pembelajaran
Drs. H. Moh Said Muslim mengatakan bahwa pada tahun
pelajaran 2010/2011, materi UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional)
program SMA/MA terdiri dari lima mata pelajaran, yaitu bahasa Indonesia, bahasa
Inggris, Matematika, Fisika, Biologi, dan Kimia.[44]
Untuk dapat lulus pada UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional),
peserta didik harus memiliki nilai akademik (gabungan antara nilai raport dan
nilai ujian sekolah/madrasah dan nilai ujian) minimal 5.50. Target demikian
tidak begitu sulit didapat bagi MTs Negeri Wonosobo. Namun demikian standar
capaian prestasi adalah ditargetkan memperoleh nilai maksimal. Engajar dengan
target menyelesaikan materi pelajaran sesuai dengan yang tertuang di dalam
kurikulum, akan tetapi guru juga menciptakan berbagai pengalaman belajar bagi
peserta didik. Diantara pengalaman belajar pada mata pelajaran UAMBN (ujian
Akhir Madrasah Berstandar Nasional) yaitu berbentuk mengungkapkan,
memperagaakan, menyajikan, dan mempresentasikan berbagai kompetensi dasar mata
pelajaran. Disamping itu dalam beberapa kesempatan, guru masih sering kali
member berbagai penjelasan, uraian, dan bahkan memberikan drill untuk materi
pelajaran tertentu. Berikut adalah berbagai
b) Pengalaman Belajar
Berdasarkan pengamatan di lapangan, dalam kegiatan
pembelajaran guru tidak sekedar mengajar dengan target menyelesaikan materi
pelajaran sesuai dengan yang tertuang di dalam kurikulum, akan tetapi guru juga
menciptakan berbagai pengalaman belajar bagi peserta didik. Dra. Siti Nurasiah
mengatakan bahwa diantara pengalaman belajar pada mata pelajaran UAMBN (ujian
Akhir Madrasah Berstandar Nasional) yaitu berbentuk mengungkapkan,
memperagaakan, menyajikan, dan mempresentasikan berbagai kompetensi dasar mata
pelajaran. [45] Dalam observasinya,
peneliti juga mendapati bahwa dalam beberapa kesempatan, guru masih sering kali
memberi berbagai penjelasan, uraian, dan bahkan memberikan drill untuk materi
pelajaran tertentu. Berikut adalah berbagai pengalaman belajar mata pelajaran UAMBN
(ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional).
a) Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
Sebagaimana
peneliti uraikan pada bab sebelumnya, bahwa pembelajaran bahasa Indonesia di MTs
Negeri Wonosobo menerapkan model pembelajaran berdasarkan masalah, yaitu model
pembelajaran yang mengikuti pola Top-down. Pembelajaran yang demikian ini
merupakan implementasi dari teori belajar konstruktivisme. Tri Mastutiningsih,
S.Pd. mengatakan bahwa penerapan pembelajaran ini adalah memecahkan masalah
keseharian (otentik) sehingga anak sudah dibiasakan dengan situasi nyata
sehari-hari. Selain itu, dengan model pembelajaran tersebut guru dapat melatih
siswa untuk menjadi pembelajar mandiri, meniru peran orang dewasa dan terbiasa
memandang suatu masalah dari berbagai sudut pandang disiplin ilmu yang berbeda.[46]
Kelebihan metode
tersebut, materi pelajaran dapat deikuasai siswa dengan tuntas atau maksimal,
namun sisi kelemahannya yaitu memakan waktu yang banyak dan menuntut adanya
kelengkapan literatur dan ketekunan siswa untuk selalu menggali informasi
sebanyak-banyaknya. Hal ini sering kali sulit dicapai karena saran abaca atau buku-buku
yang tersedia di perpustakaan amat terbatas. Kebanyakan buku yang tersedia
yaitu buku-buku paket. Buku-buku non paket (selain buku pelajaran) amat minim.
Disamping itu
hambatan lainnya yaitu waktu yang dimiliki siswa amat terbatas dengan adanya
banyak tugas dari guru-guru mata pelajaaran yang lain. Hal ini menyebabkan
siswa kurang maksimal dalam menjalankan kegiatan pembelajaran. Namun demikian
setidaknya kegiatan pembelajaran yang demikian itu akan dapat memberikan
pengalaman belajar yang baik bagi siswa walau implementasi metode belum
maksimal.
b) Mata Pelajaran Bahasa Inggris
Menurut Tri
Mastutiningsih, S.Pd., untuk mencapai tujuan pembelajaran bahasa Inggris yang
meliputi empat aspek keterampilan berbahasa Inggrisn yaitu listening
(menyimak), speaking (berbicara), reading (membaca) dan writing
(menulis) diperlukan adanya keterampilan yang baik dalam mengimplementasikan
metode dan strategi pembelajaran yang sesuai dengan keempat keterampilan
tersebut.[47]
Dengan kata lain, variasi penggunaan metode dan strategi pembelajaran sangat
diperlukan, satu bentuk keterampilan berbahasa merlukan metode atau strategi
pembelajaran yang berbeda dengan yang lain.
Pertama,
listening (menyimak). Sebagaimana telah peneliti uraikan sebelumnya bahwa
dalam kegiatan pembelajaran listening (menyimak) guru mempergunakan telling
method (metode cerita). Tujuan dari penggunaan metode ini agar siswa-siswi
memiliki keterampilan menyimak yang baik. Adapun langkah-langkahnya bervariasi,
diataranya yaitu: 1). Guru mengucapkan kosa-kata (baru) kemudian siswa-siswi
menirukan dan kadang-kadang siswa harus menulisnya, 2). Guru memutarkan tape
recorder dan siswa harus menyimak sambil membuat catatan-catatan dan mengulang
apa yang mereka dengar, 3). Guru membacakan sebuah cerita dalam bahasa Inggris,
siswa menyimak dengan baik dan kemudian menceritakan kembali apa yang baru saja
guru ceritakan.
Dengan metode
dan strategi pembelajaran tersebut sebenarnya guru baru mengembangkan reseptif
siswa, belum mengembangkan keterampilan menyimak (listening) yang
sebenarnya karena aktivitas siswa lebih banyak membeo atau sekedar menirukan
ungkapan-ungkapan yang diberikan oleh gurunya.
Kegiatan pembelajaran demenyimak (listening) dapat lebih
dikembangkan lebih baik lagi dengan memberikan lebih banyak porsi kepada
siswa-siswi untuk berekpresi dengan mengembangkan kemampuan menyimak (listening)
yang sedang dipelajari. Menyaksikan pemutaran video dengan program-program film
berbahasa Inggris dan kemudian siswa-siswi diberi keharusan untuk menceritakan
kembali menurut versinya masing-masing dapat menjadi kegiatan pembelajaran yang
menarik dan sekaligus menantang bagi mereka, sekaligus tidak membosankan.
Kegiatan seperti ini tentunya menyita banyak waktu dan tentu saja tidak dapat
selesai dalam satu pertemuan. Namun demikian hal tersebut dapat memberikan
pengalaman langsung kepada siswa untuk mendengar ungkapa-ungkapan dan bagaimana
menggunakan bahasa sebagaimana yang dipraktekkan penutur asli (native
speraker) sehingga manfaatnya jauh lebih besar dan lebih baik.
Kedua,
speaking (berbicara). Guru mempergunakan metode bermain peran (role play)
dalam kegiatan pembelajaran speaking (berbicara), yaitu metode praktek
berbicara dengan memainkan peran-peran tertentu dari sebuah teks dialog atau
percakakan (conversation). Sebagai langkah awalnya siswa-siswi didrill
dengan ungkapan-ungkapan atau kalimat-kalimat bahasa Inggris sederhana (yang
dipakai sehari-hari). Harapannya dengan
strategi pembelajaran tersebut siswa-siswi akan terbiasa berekspresi atau
setidak-tidaknya mereka tidak asing dengan ungkapan-ungkapan dalam bahasa
Inggris dalam pergalan sehari-hari mereka.
Kelebihan dari
metode bermain peran dan drill tersebut, siswa-siswi akan dapat berekspresi
dengan bahasa Inggris yang benar, namun demikian mereka akan cenderung membeo
sehingga berekspresi bukan dari kata hatinya karena hanya mengulang dari apa
yang dihafalkan.
Ketiga,
reading (membaca). Dalam kurikulum 1994 kegiatan pembelajaran reading
(membaca) mendapatkan tekanan utama sehingga teks-teks dalam ulangan termasuk
dalam UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) (UN) didominasi dengan
materi (teks) reading. Kegiatan pembelajaran ditujukan untuk
mengembangkan kemampuan siswa dalam memahami sebuah teks bacaan (reading
texts). Metode yang dikembangkan di MTs Negeri Wonosobo yaitu metode
terjemah (translation method) dan metode diskusi.
Metode tersebut
sudah cukup relevan hanya strategi dikembangkan di dalam kelas yang perlu
perbaikan. Sebagaimana peneliti kemukakan sebelumnya, kegiatan pembelajaran di
dalam kelas banyak didominasi oleh kegiatan menterjemahkan sedangkan porsi
diskusi teks bacaan amat sedikit porsinya (sekitar 25% saja). Barangkali
kegiatan pembelajaran jauh lebih efisien manakala kegiatan menterjemahkan teks
bacaan dilakukan siswa di rumah sehingga presentasi siswa dapat dilakukan lebih
lebih longgar waktunya sehingga siswa siswi akan lebih leluasa berekpresi.
Disamping itu guru dapat melakukan evaluasi atau feed back dari
presentasi diskusi yang dilakukan oleh siswa-siswinya.
Keempat,
writing (menulis). Metode yang dipakai dalam kegiatan pembelajaran ini
yaitu grammatical method (metode tata bahasa) dan translation method
(metode terjemah). Yang dimaksudkan dengan grammatical method (metode
tata bahasa) yaitu bahwa dalam kegiatan pembelajaran menulis guru menjelaskan
berbagai aspek gramatikal (tata bahasa) yang diperlukan seperti tenses
(peran waktu dalam sebuah unghkapan kalimat), pembentukan kosa-kata (sintaksis)
dan sebagainya. Disampaing itu juga uraian tentang bagaimana memengembangkan
sebuah ide atau gagasan yang harus dituangkan dalam sebuah paragraph
(sebuah alinia). Tujuan akhir dari kegiatan pembelajaran menulis yaitu untuk
mengembangkan kemampuan menulis siswa untuk mengungkapkan berbagai peristiwa
atau cerita, membuat atau membalas surat, membuat nota dan sebagainya secara
leluasa.
Keterampilan
menulis (writing skill) yang dikembangkan memang belum maksimal karena
keterampilan ini tidak diujikan secara khusus dalam UAMBN (ujian Akhir Madrasah
Berstandar Nasional) (UN). Strategi yang dikembangkan di dalam kelas terbatas
pada menterjemahkan kalimat-kalimat terbatas untuk mendukung penguasaan tenses
(bentuk waktu dalam bahasa Inggris). Sebenarnya guru dapat mengembangkan
berbagai strategi pembelajaran dengan mengarang (composition), trik
kliping, dsb. Dengan mengarang siswa akan banyak rasa ingin tahunya atas
kosa-kata dan bagaimana menyusunnya dalam sebuah kalimat sehingga otomatis akan
meningkat kemampuan menulisnya. Trik kliping juga dapat untuk mengembangkan
kegiatan pembelkajaran menulis (writing) manakala siswa ada keharusan
memberikan komentar atau tanggapannya atas teks dalam kliping yang dibuatnya
tersebut.
c) Mata Pelajaran Matematika
Nik Cahaya K.,
S.Pd. mengatakan bahwa untuk mengajar matematika agar siswa-siswi tidak bosan
dan tetap tertarik dan tidak bosan dengan kesulitan-kesulitan yang dihadapinya
merupakan tantangan tersendiri.[48]
Untuk itu guru matematika MTs Negeri Wonosobo mengimplementasikan metode
demonstrasi dan metode problem solving (pemecahan masalah). Kedua metode
ini dipandang sebagai metode yang paling sesuai dalam kegiatan pembelajaran
matematika.
Metode
demonstrasi dipakai untuk menjelaskan berbagai bentuk materi pelajaran seperti
pelajaran bagun ruang (kerucut, kubus, persegi panjang, dan sebagainya). Dalam
menerapkan metode ini guru mempergunakan alat-alat peraga. Setelah siswa
memahami bentuk fisiknya baru dijelaskan berbagai rumus-rumus pengukurannya,
diberi contoh menerapkan rumus-rumus tersebut, baru siswa diberi tugas-tugas
penghitungan. Sedangkan metode problem solving (pemecahan
masalah) menjadi pilihan karena kebanyakan materi pelajaran matematika
merupakan bentuk-bentuk penyelesaian hitungan yang abstrak. Yang dimaksudkan
dengan metode problem solving atau pemecahan masalah yaitu bahwa seorang guru
matematika mengutarakan persoalan-persoalan matematis yang harus diselesaikan
atau dikerjakan oleh siswa. Guru menguraikan materi pelajaran disertai
contoh-contoh soal dan bagaimana rumus-rumus penyelesaiannya. Siswa didorong
untuk berinovasi menyelesaikan soal-soal matematika dengan beragam rumus
penyelesaiannya.
Sisi baiknya
dari kedua metode tersebut siswa mendapat kemudahan-kemudahan dalam
menyelesaikan persoalan-persoalan matematika yang dihadapinya, namun sisi
negatifnya daya piker siswa kurang berkembang karena siswa tidak terbiasa
berinovasi untuk menemukan dan menyelesaikan soal-soal matematika dengan
inovasi-inovasi rumus penyelesaian soal. Idealnya guru mendemokan bagaimana
sebuah soal matematika diselesaikan dan memberi kesempatan kepada siswa untuk
berinovasi menyeselaikan soal-soal tersebut dengan berbagai rumus lain sebagai
alternative penyelesaiannya. Dalam hal ini Imam Barnadib mengatakan prinsip
pembelajaran yang efektif itu meliputi lima variable, yaitu: 1). Melibatkan
siswa belajar aktif, 2). Menarik minat dan perhatian siswa, 3). Membangkitkan
motivasi siswa, 4). Memperhatikan prinsip individualitas, dan 5). Adanya
peragaan dalam pengajaran.[49]
Kelima prinsip tersebut belum sepenuhnya diimplematasikan dalam kegiatan
pembelajaran.
Guru mata
pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) (UN) telah
mengupayakan penerapan metode dan strategi pembelajaran semaksimal mungkin
untuk mencapai efektifitasnya. Hal ini dapat diamati dari berbagai aktivitas,
diantaranya: 1). Guru telah melakukan pemilihan strategi dan metode
pembelajaran yang dipandang efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran (yaitu
mencapai prestasi terbaiknya dalam UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar
Nasional) (UN), 2). Pihak madrasah telah pula memberikan kebijakan yang
semaksimal mungkin kondusif bagi kegiatan pembelajaran agar dapat mencapai
tujuan sebagaimana yang telah diprogramkan. Namun demikian upaya-upaya maksimal
untuk menciptakan kegiatan pembelajaran belum dilaksanakan. Kegiatan
pembelajaran masih terjebak pada sikap pragmatis untuk mencapai prestasi dalam UAMBN
(ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) (UN) saja.
d) Mata Pelajaran Fisika
Erlina Nur Aini, S.Pd., Guru Fisika MTs Negeri Wonosobo
mengatakan bahwa strategi pembelajaran Fisika
dirancang dengan membuat siswa dapat aktif dan kreatif, walaupun mata pelajaran
ini merupakan mata pelajaran yang sulit akan tetapi siswa merasa twrtantang dan
senang.[50] Sehingga bagi
siswa MTs Negeri Wonosobo mata pelajaran Fisika merupakan mata pelajaran yang
menarik. Tugas yang diberikan guru secara kelompok dan personal membuat peserta
didik dapat aktif dalam seluruh kegiatan pembelajaran. Dalam hal ini Schroeder
menekankan, peserta didik sekaraang “sangat pandai menyesuaikan dengan
aktivitas kelompok dan belajar secara bersama-sama.”[51] Dengan kata
lain dalam kelompok belajar yang memiliki tugas untuk dikerjakan bersaama
peserta didik akan tumbuh rasa tanggung jawabnya atas tugas yang dimiliki.
e) Pelajaran Biologi
Dra.
Siti Nurasiyah, Guru Biologi mengatakan bahwa
kesulitan utama siswa untuk menguasai mata pelajaran ini yaitu banyaknya
peristilahan pada ilmu biologi yang banyak. Oleh karena itu guru memilih metode
yang menarik, diantaranya yaitu metode diskusi dan observasi.[52]
Adapun strategi pembelajaran yang dipakai yaitu dengan membawa siswa ke obyek
pelajan secara langsung, misalnya membawa siswa ke halaman madrasah untuk
mengadakan pengamaatan pada tumbuh-tumbuhan, batu-batuan, tanah, dan lain-lain.
Selanjutnya apa yang ditemui di lapangan lalu diobservasi di laboratorium,
disimpulkan dan dipresentasikan di dalam kelas. Praktik di laboratorium juga
mendapatkan porsi yang cukup banyak, apalagi peralatan laboratorium (seperti
mikroskup dsb) cukup lengkap.
Dalam praktik, siswa dibuat berkelompok, yang selanjutnya
berkewajiban menuliskan dan mempresentasikan hasil penelitian atau praktik di
laboratorium, ataupun pengamatan langsung di lapangan.
f) Mata Pelajaran Kimia
Dina
Maria, M.Sc., Guru Kimia mengatakan bahwa agar siswa
tertarik pada mata pelajaran Kimia, guru memilih metode dan strategi
pembelajaran yang mampu menimbulkan minat siswa pada mata pelajaran ini dengan
lebih banyak praktik di laboratorium.[53]
Memang berdasarkan pengamatan peneliti memang metode ceramah hampir-hampir
tidak dipergunakan pada mata pelajaran kimia ini karena hanya sebagai pengantar
pada materi saja. Lebih lanjut Guru Kimia
mengatakan bahwa Praktik di laboratorium memberikan beberapa keuntungan
penting, diantaranya siswa tidak jenuh daan dapat mengaapikaasikan teori ke
dalaam praktik. Dengan demikian mata pelajaran dapat dikuasai dengan baik.
Secara teknis, lankah-langkah kegiatan pembelajaran yang
dilaksanakan guru yaitu bahwa sebelum praktik, siswa mendapatkan penjelasan
tentang hal-hal yang berkaitan dengan rumus-rumus kimia dan teknik praktikum.
Hasil praktikum diuraikan secara tertulis untuk diberikan pada guru dan di presentasikan
di dalam kelas.
3) Penilaian
Penilaian atau evaluasi merupakan tahap akhir kegiatan
pembelajaran. Penilaian member gambaran posisi siswa dalam alur proses
pembelajaran; apa yang telah dikuasainya dan apa yang masih harus diupayakan
untuk dikuasai. Guru mata pelajaran UAMBN
(ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) di MTs Negeri Wonosobo senantiasa
mengarahkan penilaian pada indicator kompetensi pencapaian proses belajar siswa
dengan memanfaatkan kekuatan dan kelemahan psiswa sebagaimana ditunjukkan oleh
hasil penelitian. Dengan demikian dapat dilakukan perbaikan terhadap kegiatan
pembelajaran secara keseluruhan. Adapun sistem penilaian meliputi tiga aspek,
yaitu aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotorik.
Penilaian aspek kognitif dilaksanakan dengan melihat
kemampuan siswa dalam penguasaan materi pelajaran, yaitu dari ulangan harian,
ulangan umum, tugas-tugas, proyek, makalah, dan sebagainya. Setiap selesai
pembahasan kompetensi dasar, diadakan penilaian atau evaluasi melalui ulangan.
Manakala hasilnya belum sampai pada batas tuntas, maka siswa yang bersangkutan
harus mengikuti remidi. Penilaian juga diambil dari ulangan tengah semester dan
ulangan akhir semester. Terus menerus demikian dilaksanakan dalam kurun waktu
enam semester. Dengan demikian siswa cukup terbantu dalam penguasaan materi
pelajaran. Selain itu penilaian juga dilakukan melalui lembar portofolio
melalui penugasan tertentu dari guru. Penilaian akhir semester XII ditandai
dengan pelaksanaan UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) (UN).
Penilaian aspek afektif diperoleh dengan memperhatikan
perkembangan sikap dan kepribadian siswa atas mata pelajaran tertentu. Adapun
caranya yaitu dengan pengamatan, penyebaran angket, wawancara dan sebagainya.
Dengan cara ini guru dapat mengetahui bagaimana sikap dan kedisiplinan siswa
atas mata pelajaran, dalam kegiatan pembelajaran, serta kedisiplinan siswa
dalam hal penguasaan dan sebagainya seperti tertera dalam table di bawah ini.
Tabel 1
Format Lembar Pengamatan
Sikap Siswa (Penilaian Afektif)
No.
|
Indikator
|
5
|
4
|
3
|
2
|
1
|
Skor
|
1
|
Kehadiran di kelas
|
X
|
|
|
|
|
5
|
2
|
Bertanya di kelas
|
|
X
|
|
|
|
4
|
3
|
Ketepatan waktu mengumpulkan tugas
|
X
|
|
|
|
|
5
|
4
|
Kerapian buku tugas
|
|
X
|
|
|
|
4
|
5
|
Kerapian buku catatan
|
|
X
|
|
|
|
4
|
6
|
Membaca buku di perpustakaan
|
X
|
|
|
|
|
5
|
7
|
Kelengkapan buku referensi
|
X
|
|
|
|
|
5
|
8
|
Partisipasi dalam kegiatan praktikum
|
|
X
|
|
|
|
4
|
9
|
Kerapihan laporan praktikum
|
|
|
X
|
|
|
3
|
10
|
Partisipasi dalam kelompok belajar
|
X
|
|
|
|
|
5
|
11
|
Etika dalam menyampaikan pendapat
|
|
X
|
|
|
|
4
|
|
Jumlah Skor
|
|
|
|
|
|
48
|
Kriteria Skor:
5 = sangat
baik/sangat sering 2 = kurang/jarang
4 =
baik/sering 1 = sangat kurang
3 = cukup
Kriteria Penilaian:
47-55 = sangat
baik/sangat sering 20-28 = kurang/jarang
38-46 =
baik/sering 11-19
= sangat kurang
29-37 = saangat
kurang
Sedangkan
penilaian psikomotorik diperoleh dengan menilai presentasi dan keterampilan
siswa dalam menggunakan berbagai media belajar dan menyelesaikan tugas praktik.
Adapun format penilaian psikomotorik yang diterapkan di MTs Negeri Wonosobo
yaitu sebagai berikut.
Tabel 2
Format Penilaian
Psikomotorik
No.
|
Aspek
Yang
Dinilai
|
Menera
Alat
Praktik
|
Melaksanakan
Tugas
Praktik
|
Mempresentasikan
Tugas
Praktik
|
Jml
|
|||||||||
1
|
Nama
Siswa
|
4
|
3
|
2
|
1
|
4
|
3
|
2
|
1
|
4
|
3
|
2
|
1
|
|
2
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
4
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
5
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Kriteria Skor:
4 = dilakukan dengan baik, cepat,
dan teliti
3 = dilakukan dengan baik dan tepat
waktu
2 = dilakukan dengan baik tetapi
tidak tepat waktu
1 = dilakukan dengan kurang baik
Kriteria Penilaian:
12 =
sangat baik/sangat sering 6 - 7 = kurang/jarang
10 - 11 = baik/sering 4
- 5 = sangat kurang
8 - 9 = saangat kurang 3 - 4 = sangat kurang
Peneliti sengaja
tidak mencantumkan daftar nilai psikomotorik siswa karena focus pembahasan
bukan terletak pada apakah nilai psikomotorik siswa telah mencapai nilai batas
tuntas atau belum, akan tetapi bagaimana system penilaian psikomotorik yang
diimplementasikan di MTs Negeri Wonosobo.
b. Model Strategi Pembelajaran
Model
strategi pembelajaran yang berlangsung di MTs Negeri Wonosobo diarahkan untuk
mengaktifkan siswa dalam rangka untuk mencapai ketuntasan belajar (masteri
learning). Model strategi pembelajaran yang demikian ini meminimalisir
monopoli guru dalam kegiatan pembelajaran, sebaliknya siswalah yang cenderung
lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran. Penekanan kegiatan pembelajaran lebih
banyak pada keterlibatan atau keikutsertaan siswa. Sehingga menjadikan kegiatan
pembelajaran yang dilakukan menjadi daya tarik tersendiri bagi siswa dan
mendorong tumbuhnya kreatifitas siswa. Kelebihan lainnya yaitu siswa dapat
bebas berimprovisasi dalam setiap kegiatan pembelajaraan karena guru tidak
mendiktekan berbagai kegiatan pembelajaran
dan standar kompetensi materi pelajaran kepada mereka.
Pola-pola
pembelajaran yang dirancang untuk sebanyak mungkin member peluang kepada siswa
untuk memperoleh pengalaman belajar sebanyak-banyaknya dengan kegiatan
pembelajaran yang efektif. Hal demikian ini dapat pula membangkitkan motivasi
belajar dan dinaamika siswa, yang selanjutnya membawa perubahan-perubahan lain
menuju pada peningkatan kualitas siswa. Singkatnya dapat dikatakan bahwa model
strategi pembelajaran yang diimplementasikan di MTs Negeri Wonosobo dapat
dipahami dengan lebih banyaknya peluang yang diberikan kepada siswa dalam
berbagai aktivitas pembelajaran, seperti mengungkapkan, menyajikan dan
mempresentasikan berbagai standar kompetensi yang telah digariskan kurikulum.
1) Metode Pembelajaran
Metode
pembelajaran mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional)
yang diimplementasikan di MTs Negeri Wonosobo yaitu metode drill, metode
ceramah, metode presentasi, metode diskusi,
dan metode praktik. Penggunaan metode- metode tersebut disesuaikan
dengan kompetensi dasar tertentu yang harus dikuasai oleh siswa, sehingga
penggunaannya dapat efektif. Disamping itu sumber belajar yang dikembangkan, disaamping guru sebagai sumber
utama juga mengacu pada sumber-sumber lain yang memenuhi unsure edukatif.
Metode
drill misalnya saja dipergunakan untuk kegiatan pembelajaraan kefasihan
berbahasa Inggris sebelum dibahas kandungan isinya. Penggunakan metode drill
ini dengan porsi alokasi waktu yang sedikit yang kadang dipergunakan sebagai
selingan untuk penguatan (reinforcement) penguasaan materi pelajaran. Sedangkan
metode ceramah dipergunakan untuk untuk menjelaskan kompetensi dasar dari
materi pelajaran yang bersifat prinsip yang dipandang membutuhkan penjelasan
dari guru. Misalnya untuk menjelaskan bentuk-bentuk paragraph dalam pelajaran
bahasa Indonesia, aplikasi rumus-rumus
dalam pelajaran fisika dan kimia, dan sebagainya, juga uraian-uraian
singkat tentang suatu materi pelajaran yang selanjutnya didiskusikan siswa atau
yang menjadi tugas individual.
Pesentasi
diberikan sebagai tugas individual dan kelompok sesuai dengan karakter
kompetensi yang menjadi materi pembelajaran. Misalnya, tugas individual
diberikan untuk materi story telling daalam bahasa Inggris, sedangkan tugas
kelompok untuk presentasi hasil observasi lapangan dari mata pelajaran biologi,
dan sebagainya.
Metode
diskusi juga dipakai pada mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar
Nasional) sebagai pendalaman materi dan penguasaan sekaligus penguatan materi
pelajaran dan sebagai pengalaman belajar siswa. Dalam praktiknya, siswa dibagi
ke daalam beberapa kelompok portofolio yang bertugas membahas suatu materi
pelajaran yang ditentukan secara demokratis oleh siswa sendiri yang dipandu
guru. Kemudian masing-masing kelompok siswa tersebut mendiskusikannya secara
internal yang selanjutnya hasil diskusi dipresentasikan dalam diskusi kelas.
Metode
praktik yang dipakai dalam kegiatan mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah
Berstandar Nasional) diantaranya dialog dala bahasa inggris, membuat bel dalam
pelajaran fisika, menanam sayur mayor dengan teknik hidroponik dalam pelajaran
biologi, membuat kliping dalam bahasa Indonesia, membuat sabun dalam pelajaran
kimia, mengukur lebar halaman sekolah dalam matematika, dan sebagainya.
Selama
masa penelitian, berbagai metode belajar tersebut telah banyak dipraktekkan dan
terus menerus diupayakan perbaikan dan peningkatan kualitasnya. Variasi-variasi
metode belajar seperti yang telah penulis paparkan di atas telah sering
diterapkan sebagai pelengkap metode-metode lain. Ternyata metode pembelaajaran
yang demikian lebih menarik minat siswa karena terlihat menyenangkan.
2) Sistem Belajar Tuntas
Dalam
kegiatan pembelajaran, siswa dituntut untut menguasai materi pelajaran secara
tuntas. Batas tuntas untuk setiap materi pelajaran ditentukan melalui kriteria
ketuntasan minimal (KKM), yang mana untuk materi pelajaran UAMBN (ujian Akhir
Madrasah Berstandar Nasional) ditentukan sebagai berikut:
Tabel 3
Kriteria
Ketuntasan minimal (KKM)
No.
|
Kelas
|
Semester
|
|
Gasal
|
Genap
|
||
1
|
X
|
73
|
74
|
2
|
X U
|
75
|
76
|
3
|
XI
|
74
|
75
|
4
|
XI U
|
76
|
77
|
5
|
XII
|
75
|
76
|
Atas dasar kriteria ketuntasan minimal (KKM) tersebut,
peserta didik diharuskan untuk bisa mencapai batas
ketuntasan (nilai) minimal dari setiap SK, KD
suatu mata pelajaran, pada setiap penilaian / ulangan, baik ulangan
harian, ulangan tengah semester, maupun ulangan semester (gasal/genap). Nilai
akhir dari setiap ulangan akan dipastikan setelah dilaksanakan remidi dua kali
bagi yang belum tuntas.
Remidi tidak sekedar dimaksudkan sebagai ulangan perbaikan, namun
pemahamam dan pendalaman materi yang dilakukan di luar jam kegiatan
pembelajaran formal. Dalam remidi siwa akan benar-benar dibimbing sampai
benar-benar menguasai materi dan mencapai batas tuntas.[54] Oleh
karena remidi memerlukan waktu dan tenaga yang tidak sedikit, maka guru
dituntut memiliki kesabaran dan kemampuan ekstra untuk membimbing siswanya
hingga mencapai batas tuntas pembelajaran. Selama ini kegiatan remidi dapat
dijalankan oleh pihak madrasah pada sore hari dari hari senin hingga hari kamis
dengan jadwal yang sudah diatur.
2. Strategi Siswa
Dalam rangka menghadapi UAMBN (ujian Akhir Madrasah
Berstandar Nasional) tahun pelajaran 2010/2011, siswa MTs Negeri Wonosobo
memiliki strategi khusus dalam setiap kegiatan pembelajaran.
a. Strategi Dalam Kegiatan Pembelajaran
Atas dasar interview yang peneliti berikan kepada siswa,
strategi belajar yang diterapkan oleh siswa dalam mengikuti kegiatan
pembelajaran yaitu:
1) Mendengarkan uraian guru dengan seksama.
Perhatian penuh diberikan oleh siswa pada saat guru
menguraikan pelajaran yang sedang berlangsung. Dengan demikian ini siswa dapat
mengerti topik atau tema pembahasan mata pelajaran, sehingga pelajaran dapat
dikuasai dengan baik.
2) Menanyakan hal-hal yang dianggap belum jelas.
Keaktifan siswa pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung
diantaranya ditujukkan dengan memberikan feedback berupa pertanyaan-pertanyaan yang terkait
dengan mata pelajaran yang sedang berlangsung. Dengan bertanya, mereka
memperoleh pemahaman yang peuh atas materi pelajaran.
3) Mengulang pelajaran di rumah.
Materi pelajaran yang telah didapatkan oleh siswa di dalam
kelas atau di madrasah kemudian dipelajari lagi di rumah atau di asrama bagi
yang nyantri. Dengan belajar kembali ini siswa dapat menguasai pelajaran denga
lebih baik lagi. Dengan ini ketika pembelajaran berlanjut pada topic atau tema
lain, merekan merasa lebih ringan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.
b. Strategi Dalam Mengikuti Program Madrasah
Disamping itu, ada beberapa kegiatan yang dirancang khusus
oleh MTs Negeri Wonosobo untuk mendorong prestasi belajara siswa, yaitu
1) Alokasi Jam pelajaran lebih awal
Mengingat banyaknya materi pembelajaran yang menjadi muatan
kurikulum, alokasi waktu kegiatan pembelajaran intra kurikuler di MTs Negeri Wonosobo dimulai dari jam 06.45
sampai dengan jam 13.30 WIB (dimana hal ini mendahului 15 menit dari sekolah
lain). Siswa MTs Negeri Wonosobo telah terbiasa mengikuti program madrasah
seperti ini dan mereka nmerasa senang dan tidak memiliki kendala yang berarti
karena bagi yang tidak nyantri banyak transportasi umum yang tersedia. Dengan
kegiatan pembelajaran lebih awal ini siswa justru merasa lebih focus dalam
kegiatan pembelajaran.
2) Pemadatan materi pelajaran UN
Pemadatan materi pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah
Berstandar Nasional) memang menjadi strategi madrasah yang harus diikuti semua
siswa kelas XII. Tujuan pemadatan materi pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah
Berstandar Nasional) agar siswa telah menguasai semua materi pelajaran ketika
semester 2 berlangsung. Sehingga pada semester 2 kegiatan pembelajaran lebih
banyak drill latihan pengerjaan soal-soal UAMBN (ujian Akhir Madrasah
Berstandar Nasional). Dengan demikian siswa akan terbiasa mengerjakan soal-soal
UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional).
Kegiatan pemadatan ini dirasa berat dan melelahkan, akan
tetapi apabila mengingat semester 2 hanya efektif belajar sekitar 2 bulan, maka
akhirnya siswa merasa biasa mengikuti program ini.
3) Les Mata Pelajaran UN
Les mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar
Nasional) telah dilakukan semenjak awal tahun pelajaran bagi kelas XII. Program
ini bersifat wajib dan dijadwalkan pada sore hari sehabis kegiatan pembelajaran
berlangsung.
B.
Prestasi
Belajar di MTs Negeri Wonosobo
Dengan berbagai metode dan strategi pembelajaran yang
diterapkan, MTs Negeri Wonosobo telah
berusaha semaksimal mungkin untuk mencapai prestasi yang iknya. Pihak madrasah
telah membuat berbagai kebijakan yang mendukung keberhasilan kegiatan pembelajaran
mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) (UN) dan guru
juga sudah semaksimal mungkin mengimplementasikan metode dan strategi
sebaik-baiknya dalam kegiatan pembelajaran. Hasilnya MTs Negeri Wonosobo dapat
meluluskan 100 % siswa-siswinya dalam UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar
Nasional) pada tahun pembelajaran 2010/2011. Prestasi siswa MTs Negeri Wonosobo
pada UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) tahun pelajaran 2010/2011
cukup menggembirakan sebagaimana dapat dilihat pada table berikut ini:
NILAI
|
BIN
|
BING
|
MAT
|
JML
|
Klasifikasai
|
B
|
C
|
B
|
B
|
Rata-rata
|
6,78
|
5,95
|
7,05
|
19,78
|
Terendah
|
5,33
|
4,33
|
4,33
|
16,16
|
Tertinggi
|
8,33
|
7,17
|
9,33
|
23,66
|
Std. Deviasi
|
0,75
|
0,78
|
1,52
|
1,93
|
Berdasarkan tabel hasil UN tersebut dapat dipahami bahwa
prestasi siswa-siswi MTs Negeri Wonosobo cukup baik. Hal ini ditopang kerja
keras yang dan strategi pembelajaran yang seefektif mungkin dapat diterapkan
dalam kegiatan pembelajaran di MTs Negeri Wonosobo. Hasil UAMBN (ujian Akhir
Madrasah Berstandar Nasional) tersebut telah sesuai dengan target prestasi yang
dicanangkan. Bahkan berdasarkan nilai
rata-ratanya, MA NU Banat menduduki
peringkat I UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) (UN) tingkat
SMA/MA program IPA, program Agama menduduki peringkat 5, dan program IPS
menduduki peringkat 29 tingkat jawa tengah
Berbicara tentang hal ini tidak akan terlepas dari komponen
pendidikan yang menyangkut kurikulum, subyek pendidikan dan aktivitas pendidikannya.
Proses pendidikan diawali dengan menumbuhkan kesadaran masing-masing subyek
untuk aktif berkembang. Adanya kebutuhan pragmatis merupakan pendorong muncul
dan berkembangnya kreatifitas. Prestasi demikian tidak lepas dari peran guru
mata pelajaran. Berdasarkan observasi peneliti, guru-guru mapel UAMBN (ujian
Akhir Madrasah Berstandar Nasional) MTs Negeri Wonosobo telah sesuai antara
gelar akademis yang disandangnya (setidaknya guru mapel UAMBN (ujian Akhir
Madrasah Berstandar Nasional)) dengan mata pelajaran yang diampunya.
C. Relevansi
Strategi dengan Tujuan Institusional.
Model kegiatan pembelajaran yang dilangsungkan di MTs
Negeri Wonosobo masih bersifat konvensional, yaitu berbentuk klasikal. Dalam
rangka mencapai tujuan pembelajaran, peran aktif subyek pendidikan (guru-murid)
untuk senantiasa mengembangkan inovasi dan kreatifitasnya, karena keberhasilan
pelaksanaan program banyak tergantung
pada kemauan dan kemampuan subyek pendidikan dalam mensiasatinya.
Kegiatan pembelajran atau pendidikan di MTs Negeri Wonosobo
mengacu pada Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
yang tujuannya untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab.[55]
Disamping itu secara operasional tindakan pembelajaran menggunakan kurikulum
sebagai mediator interaksi, yang dapat juga dipergunakan untuk mengetahui ranah
hasil pembelajaran, baik yang kognitif, afektif maupun psikomotor. Keberhasiln
pencapaian tujuan pendidikan ditandai dengan adanya perubahan sikap dan
perilaku.
Tujuan institusional MTs Negeri Wonosobo dalam dataran
operasional yaitu mewujudkan ciri khas agama Islam disamping tetap harus
berpacu dalam mengemban tugas kurikuler mengajarkan materi pelajaran umum
sebagaimana Sekolah Menengan Atas (SMA) pada umumnya. Hal ini merupakan tugas
instutusional sebagaimana yang tertuang dalam Keputusan Menteri Agama (KMA)
372/1993. Adapun tujuan institusional MTs Negeri Wonosobo yaitu untuk membekali
peserta didik agar : 1). Mampu memahami ilmu agama dan umum; 2). Mampu
mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dalam kehidupan sehari – hari; 3). Memiliki ilmu ketrampilan
sebagai bekal hidup di masyarakat; 4). Mampu berkomunikasi sosial dengan modal
bahasa asing praktis (Bahasa Arab
dan Bahasa Inggris); 5). Mampu memahami
ilmu – ilmu yang dibutuhkan untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang
lebih tinggi.
Dalam hal ini Asy'ari mengatakan bahwa manusia Indonesia
yang akan dibentuk adalah manusia shaleh, dalam arti menempatkan diri sebagai
subyek kreatif menangkap dan memahami kehadiran Tuhan dalam kehidupan yang
prosesnya tidak semudah membalik telapak tangan, tetapi membutuhkan penanganan
yang penuh kreatif dan inovatif.[56]
Selanjutnya Musa Asy'ari menjelaskan pula bahwa: Eksistensi ciri khas agama
Islam tidak hanya sebatas adanya masjid/mushola pada madrasah, pengucapan
assalamu'alaikum dan pakaian jilbab bagi wanita, ataupun penonjolan secara
ekstrim pelaksanaan sebagian ajaran agama Islam, tetapi yang lebih urgen adalah
penetapan perwujudan dan pengejawantahan nilai-nilai islami, yang tampak pada
aktivitas kesatuan piker dan zikir dalam kehidupan sehari-hari.[57]
Malik Fajar mengatakan bahwa tantangan kedepan madrasah
dalam rangka mempertahankan eksistensi cirri khas agama Islam adalah tuntutan
untuk menjadikan pendidikan Islam pada madrasah bukan hanya sekedar sebagai
cagar budayadengan mempertahankan paham agama Islam,[58]
akan tetapi menurut Tilaar yang lebih signifikan yaitu sebagai agent of
change bagi kumunitaas muslim Indonesia dalam memasuki era society
knowledge.[59] Harapan yang dipetik dari
idealisme pendidikan Islam pada madrasah akan menjadi pil pahit yang tidak
menyembuhkan penyakit, jika madrasah tidak mampu menghadapi
tantangan-tantangan, karena eksistensi cirri khas agama Islam tidak terwujud
lantaran telah teriritasi dengan kecenderungan kea rah materialistik.
Apa yang peneliti saksikan di MTs Negeri Wonosobo rupanya
telah ada kesadaran yang baik dari kalangan sivitas akademikanya,
kebijakan-kebijakan yang diambil pihak pengambil keputusan telah berusaha untuk
mencapai prestasi sebaik-baiknya tanpa mengorbankan ciri khas agama Islam.
Apalagi kegiatan-kegiatan pembelajaran didukung boarding school sebagai sarana
pendalaman agama Islam dan dapat juga berfunsi sebagai pengutan penguasaan
pelajaran di madrasah yang mana hal ini dapat menjadi bukti kongkrit hal
tersebut.
Pihak madrasah menyadari betul bahwa mata pelajaran yang
diajarkan di MTs Negeri Wonosobo, seperti yang tertuang dalam kurikulum
berdasarkan KMA 372/1993 tersebut dapat mengakibatkan pendangkalan tingkat
kemampuan output atau alumninya karena kurikulum sarat muatan, disatu
sisi program akademis dituntut sepadan dengan SMA sementara pada sisi lain
menonjolkan ciri khas agama Islam yang alokasi waktunya terbatas. Oleh karena
itu pihak madrasah selalu berupaya untuk seoptimal mungkin mencapai tujuan
pembelajaran seperti yang diinginkan kurikulum.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil penelitian dan pembahasan tentang strategi madrasah dalam meningkatkan
prestasi belajar mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar
Nasional) (studi kasus di Sebuah Lembaga Pendidikan Islam MTs Negeri
Wonosobo), maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1.
Strategi pembelajaran yang
dikembangkan sudah baik, apalagi mendapatkan dukungan dari sarana dan prasarana
yang tersedia dengan cukup.
2.
Hasil UAMBN (ujian Akhir
Madrasah Berstandar Nasional) pada tahun pelajaran 2010/2011 dengan kelulusan
100 % menunjukkan bahwa implementasi metode dan strategi pembelajaran sudah
cukup ideal.
3.
Input siswa yang cukup tinggi berpengaruh pada optimalnya prestasi
siswa dalam kelulusan pada UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional)
(UN).
4.
Strategi pembelajaran yang diimplementasikan di MTs Negeri
Wonosobo dapat dikatakan tepat sasaran karena mampu meningkatkan prestasi UN
tanpa mengorbankan tujuan instituisionalnya.
5.
MTs Negeri Wonosobo memiliki faktor
pendukung yang memadahi, yaitu sumber daya manusia (guru-guru) yang gelar
kesarjanaannya (S-1) telah memenuhi kualifikasi, karena telah sesuai antara
ijazah yang disandang dengan materi pelajaran yang diampunya.
6.
Pemberdayaan siswa dengan banyak kegiatan yang harus diikuti
justeru mengganggu kegiatan pembelajaran yang banyak terfokus pada persiapan UAMBN
(ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) khususnya kelas dua belaas.
7.
Keberhasilan MTs Negeri Wonosobo dalam menghatarkan
siswa-siswinya lulus seratus persen dalam UAMBN (ujian Akhir Madrasah
Berstandar Nasional) juga didukung adanya kecukupan sarana dan prasarana yang
dibutuhkan dalam kegiatan pembelajaran.
8.
MTs Negeri Wonosobo setidaknya
memiliki tiga factor penghambat yang
utama dalam mencapai prestasi terbaiknya, yaitu soal UAMBN (ujian Akhir
Madrasah Berstandar Nasional) yang dibuat dari pusat (Diknas Jakarta), kelas
yang belum ideal dan keharusan menjalankan sebuah kurikulum yang sarat materi
pelajaran.
9.
MTs Negeri Wonosobo telah berupaya
seoptimal mungkin untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi
walaupun kegiatan yang dilakukan belum dapat pada tarap ideal.
B. Saran-saran
Dalam
rangka optimalisasi prestasi belajar mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah
Berstandar Nasional) (UN) di MTs Negeri Wonosobo, ada beberapa hal yang barang
kali layak untuk menjadi bahan pertimbangan dan masukan bagi pihak sekolah,
yaitu:
1.
MTs Negeri Wonosobo perlu
mempertahankan input siswa yang baik sehingga dimasa datang prestasi belajar
dapat ditingkatkan lebih baik lagi.
2.
Perlunya lebih banyak lagi
mengimplementasikan metode dan strategi pembelajaran sehingga hasil belajar
siswa terutama pada mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar
Nasional) dapat mencapai hasil lebih baik lagi.
3.
Perlunya kebijakan jangka panjang untuk perbaikan kualitas
input siswa sehingga kualitas kelulusan siswa dalam UAMBN (ujian Akhir Madrasah
Berstandar Nasional) dapat ditingkatkan lebih baik lagi, disamping tetap harus
mempertahankan kualitas kelulusan yang telah dicapai sema ini.
4.
MTs Negeri Wonosobo perlu mempertahankan strategi
pembelajaran yang telah
diimplementasikan selama ini, karena telah terbukti mampu meningkatkan
prestasi siswa dalam UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) (UN)
tanpa mengorbankan tujuan institusionalnya.
5. Sumber daya manusia (tenaga
kependidikan) yang telah dimiliki agar senantiasa mendapatkan pembinaan dan
pengembangan seoptimal mungkin, tidak sekedar refreshing, namun peningkatan
profesionalisme mereka yang lebih penting.
6. MTs Negeri Wonosobo Perlu memformat kembali kegiatan pembelajaran
yang selama ini dilakukan, sehingga siswa tidak merasa terbebani dengan
berbagai kegiatan yang justru dirasa mengganggu kegiatan pembelajaran (terutama
bagi kelas tiga yang harus mempersiapkan UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar
Nasional)).
7. Perlunya meningkatkan pengadaan sarana dan prasarana pembelajaran
untuk mempertahankan dan meningkatkan prestasi yang telah dicapai.
8. MTs Negeri Wonosobo Perlu bersikap
yang lebih realistis, terutama pada dua faktor penghambat yang ada bersifat eksternal (datangnya dari
luar) yitu soal UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) yang dibuat
dari pusat (Diknas Jakarta) dan keharusan menjalankan sebuah kurikulum yang
sarat materi pelajaran; adapun kelas yang belum ideal dapat dihilangkan dengan
pembentukan kelas-kelas unggulan yang jumlah siswanya ideal dengan ditawarkan
kepada masyarakat yang konsekuwensinya adanya peningkatan biaya pendidikan.
9.
Usaha MTs Negeri Wonosobo untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang
dihadapi perlu terus-menerus ditingkatkan kepada taraf yang lebih ideal.
Diantara yang perlu dilakukan diantaranya yaitu: 1).
Perlunya mengagendakan kegiatan peningkatan mutu guru yang lebih baik lagi,
tidak sekedar kegiatan refreshing; 2). Perlunya dicari solusi yang lebih tepat
untuk memformat kegiatan-kegiatan baik yang bersifat kurikuler maupun non
kurikuler, untuk menghindari kejenuhan siswa karena jejalan banyaknya kegiatan
yang harus diikuti.
[1] Winkel, W.S., Psikologi Pengajaran (Jakarta: 1987), hlm. 36.
[2] Sardiman A. M., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2001), hlm. 1.
[3] Al-Hamzah, Memecahkan Labirin
Pendidikan Nasional: Upaya Keluar dari Paradigma Involusi (Jurnal Ilmiah
Sketsa, edisi I/LPM/11/2000. LPM Sketsa Universitas Jendral Soedirman,
Purwokerto, 2000), hlm. 270.
[5] Maksun, Madrasah; Sejarah dan
Perkembanganny, (Jakarta:
Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm. 1.
[6] Ibid.
[7] Sudjana, Nana dan Ibrahim, Penelitian dan penelitian pendidikan,
Bandung: Sinar Baru, 2001, hlm. 193.
[8] Moloeng, Lexy J., Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1991),
hlm. 111.
[9] Nana Sudjana, Op. Cit., hlm. 193.
[10] Sutopo, Heribertus, Pengantar
Penelitian Kualitatif: Dasar-dasar Teoritis dan Praktis (Surakarta: Pusat
Penelitian Universitas Sebelas Maret, 1988), hlm. 21.
[11] Ibid., hlm. 21.
[12] Sutopo, Heribertus, Pengantar
Penelitian Kualitatif: Dasar-dasar Teoritis dan Praktis (Surakarta: Pusat
Penelitian Universitas Sebelas Maret, 1988), hlm. 21.
[13] Ibid., hlm. 21.
[14] Djamil, Abdul, Perlawanan Kiai Desa,
Pemikiran dan Gerakan Islam Ahmad Rifa’i Kalisalak (Yogyakarta: LKiS,
2001), hlm. xxx.
[15]Noeng Muhadjir, Ilmu Pendidikan dan Pertumbuhan Sosial
(Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000), hlm 13.
[16] Khozin Sukardi, Pengaruh
kepemimpinan Pendidikan dan Persepsi Guru Mengenai Supervisi Kepala Madrasah
Terhadap Efektifitas Mengaja (Surakarta: PPs UMS, 2002), hlm. 98.
[17] Simatupang, StrategiPendidikan
Kristen di Indonesia (Salatigaiga: UKSW, 1987), hlm. 1.
[18] Webster’s School Dictionary (New York: American Book Company, 1980), hlm. 917.
[19] Simatupang, T.B., Op. Cit.,
hlm. 2.
[20] Joni, T. Raka, 1979, Strategi Belajar-Mengajar (Jakarta: P3G
Depdikbud, 1979), hlm. 3.
[21] Ibid.
[22] Thoha, Chabib, Teknik
Evaluasi Pendidikan (Semarang: PT. RajaGrafindo Persada, 1996), hlm. 3.
[23] Gulo, W., Strategi Belajar
Mengajar (Jakarta: Grasindo, 2002), hlm.4.
[24] Gulo, W., Ibid., hlm. 6.
[25] Amin, Moh., Humanistic
Education (Jakarta: Depdikbud, 1972), hlm. 9.
[26] Gulo, W., Op., Cit., hlm.
8.
[27] Thoha, Chabib, Op. Cit., hlm. 6.
[28] Echols, John, M., Shadily, Shaddily, Hasan, Kamus
Inggris-Indonesia (Jakarta: PT. Gramedia, 1994), hlm. 220.
[29] Annastasi, Anne, Psychological Testing (New York: Macmillan,
co., Inc., 1978), hlm. 6.
[30] Suryabrata, Sumadi, Proses Belajar Mengajar di Perguruan Tinggi
(Yogyakarta: Andi Offset, 1983), hlm. 33.
[31] Edwin Wondt dan G.W.
Brown, Essentials of
Educational Evaluation (New York,
Holt Rinehart and Winstone, 1957), hlm. 1.
[32] Cronbach, Essentials of
Psychological Testing (New York:
Haeper, 1970), hlm. 26.
[33] Suryabrata, Sumadi, Pembimbing ke Psikodiagnostik
(Yogyakarta: Andi Offset, 1984), hlm. 22.
[34] Thoha, Chabib, Op., Cit., hlm. 3.
[35] Julian C. Stanley dan Kenneth D. Hopkins, Educationaland
Psychological Measurement and Evaluation (New York: Prentice Hall of
India Private Limited, 1978), hlm. 6.
[36] Thoha, Chabib, Op., Cit.,
hlm. 5.
[37] Ibid.
[38] Sumber: Dokumen
dari papan struktur organisasi MTs Negeri Wonosobo tahun pelajaran 2010/2011.
[40] Wawancara dengan Drs. Moh Said Muslim,
kepala MTs Negeri Wonosobo pada tanggal 10 Januari 2011.
[41] Wawancara dengan Drs. Moh Said Muslim,
Kepala MTs Negeri Wonosobo pada tanggal 10 Januari 2011.
[42] Wawancara dengan Dra. Sri Rochanah, Wakil
Kepala bagian kurikulum MTs Negeri Wonosobo pada tanggal 11 Januari 2011.
[43] Wawancara dengan Halimah, SE., Kaprog IPS MTs
Negeri Wonosobo pada tanggal 11 Januari 2011.
[44] Wawancara dengan Drs. Moh Said Muslim,
Kepala MTs Negeri Wonosobo pada tanggal 10 Januari 2011.
[45] Wawancara dengan Dra. Siti Nurasiah,
Kepala Program IPA MTs Negeri Wonosobo pada tanggal 10 Januari 2011.
[46] Wawancara dengan Tri Mastutiningsih, S.Pd., Kepala Program Bahasa NU Banat Kudus pada tanggal 10 Januari 2011.
[47] Wawancara dengan Tri Mastutiningsih, S.Pd., Kepala Program Bahasa NU Banat Kudus pada tanggal 10 Januari 2011.
[48] Wawancara dengan Nik Cahaya K., S.Pd., Guru Matematika NU Banat Kudus pada tanggal 14 Januari 2011.
[49] Imam Barnadib, Dasar-dasar
Kependidikan Memahami Makna dan Perspektif Beberapa Teori Pendidikan
(Jakarta: Galia Indonesia, 1996), hlm. 21-23.
[50] Wawancara dengan Erlina Nur Aini, S.Pd., Guru Fisika MTs Negeri Wonosobo pada tanggal 14 Januari 2011.
[51] Mel Silberman, Active learning (Yogyakarta: YAPPENDIS,
2002), hlm. 6.
[52] Wawancara dengan Dra. Siti Nurasiyah, Guru Biologi MTs Negeri Wonosobo pada tanggal 14 Januari 2011.
[53] Dina Maria, M.Sc., Guru Kimia Wawancara dengan Dra. Siti Nurasiyah,
Guru Biologi MTs Negeri Wonosobo pada tanggal 14
Januari 2011.
[54] Wawancara dengan Dra. Sri Rochanah, Wakil
Kepala bagian kurikulum MTs Negeri Wonosobo pada tanggal 11 Januari 2011.
[55] Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Bab 2 Pasal 3.
[56] Musa Asy'ari, Filsafat Islam Tentang Kebudayaan, Yogyakarta:
LESFI, 1999, hlm. 99.
[58] Malik Fajar, Visi Pembaharuan Pendfidikan Islam, Jakarta:
LP3N, 1998, hlm. 6.
[59] H. A. R. Tilaar, Paradigma Baru Pendidikan Islam (Jakarta:
Rineka Cipta, 2000), hlm. 150.
Langganan:
Postingan (Atom)