This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Jumat, 16 Maret 2018

madrasah di masa NOW

MADRASAH DI MASA NOW
Pembelajaran merupakan kegiatan inti dan utama dari proses pendidikan karena pembelajaran itu memang yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani peserta didik, yang manifestasinya berupa perubahan tingkah laku dan pembentukan kepribadian peserta didik. Oleh karena itu, pembelajaran menjadi masalah pokok dalam kehidupan umat manusia, sebab hampir semua perbuatan dan perkembangan manusia terjadi karena pembelajaran. Pembelajaran adalah suatu proses atau ihtiar untuk memperoleh pengetahuan (knowledge), keterampilan hidup (life skill), dan sikap (attitude). Pembelajaran itu sendiri merupakan perbuatan yang disengaja untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Proses belajar-mengajar itu bersifat kompleks,karena didalamnya didaktis-pedagogis pada pihak guru dan kegiatan belajar pada pihak siswa saling berinterkasi.Siswa masuk sekolah untuk belajar dan tenaga pengajar mendampingi serta menuntun siswa dalam mempelajari pelajaran tertentu, melalui suatu proses belajar demi mencapai suatu hasil yang Nampak dalam prestasi belajar siswa.[1] pembelajaran tersebut dihayati oleh masing-masing pribadi peserta didik yang berbeda-beda, di mana ada yang dengan mudah dan cepat mencerna, tetapi ada pula yang mengalami kesukaran dalam prosesnya, yang kesemuanya menjadi penyebab perbedaan prestasi belajar. Prestasi belajar merupakan hasil yang telah di capai atau sebagai bukti dari usaha yang dapat dicapai seseorang alam belajarnya dan menjadi derajat keberhasilan yang dimiliki oleh setiap pelaku pendidikan, terutama peserta didik di sekolah-sekolah formal.
Keberhasilan prestasi belajar siswa merupakan hasil dari berbagai bentuk interaksi yang disengaja (interaksi edukatif). Interaksi Edukatif adalah interaksi yang berlangsung dalam suatu ikatan untuk tujuan pendidikan dan pengajaran.[2] Oleh karena itu, interaksi edukatif perlu dibedakan dari bentuk interaksi yang lain. Dalam arti yang spesifik  pada bidang pendidikan juga dikenal adanya istilah interaksi belajar mengajar. Sehubungan dengan hal tersebut perlu ditegaskan bahwa prinsip mengajar adalah mempermudah dan memberikan dorongan kegiatan belajar, sehingga guru sebagai pengajar memiliki tugas memberikan fasilitas atau kemudahan bagi suatu kegiatan belajar siswa (subyek belajar).
Apa yang telah dicapai oleh siswa setelah melakukan krgiatan belajar sering disebut prestasi belajar.Tentang apa yang telah dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar,ada juga yang menyebutnya dengan istilah hasil belajar seperti Nana Sudjana (1991). Pencapaian prestasi belajar atau hasil belajar siwa merujuk kepada aspek-aspek kognitif,afektif dan psikomotor. Menurut Sudjana (1991), ketiga aspek diatas tidak berdiri sendiri, tetapi merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan,bahkan membentuk hubungan hierarki.[3]Prestasi belajar yang maksimal tidak akan terwujud tanpa adanya strategi yang memang dipersiapkan untuk mencapainya. Apalagi dalam persaingan global yang menuntut adanya kapabilitas, motivasi dan inovasi tinggi[4]. Hal itu diperlukan karena penguasaan teknologi dan informasi menjadi hal yang mutlak untuk memperkuat kemampuan dan posisi tawar bangsa Indonesia dalam menghadapi kerjasama maupun persaingan global. Meskipun untuk mengejar ketertinggalan dengan negara lain masih menjadi harapan, namun setidaknya mampu membuat bangsa ini tetap bertahan, tidak semakin terpuruk dan rapuh oleh krisis multidimensional yang sedang dihadapi saat ini. Di Madrasah pada tahab akhir belajar ada 4 evaluasi yaitu UN (Ujian Nasional,UAMBN (Ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional),USBN (Ujian Sekolah Berstandar Nasioanal),UM (Ujian Madrasah) dan Ujian Praktek.UAMBN Bahkan seiring perkembangan informasi dan tekhnologi sekarang semua berbasis komputer yang semuanya merupakan salah satu unsur dalam pendidikan di madrasah yang ditujukan untuk mendongkrak kualitas pendidikan Nasional sehingga kualitas lulusan (output dan out came) pendidikan dapat mencapai standar yang lebih tinggi.Yang terjadi dilapangan untuk mata pelajaran UAMBN seakan terpinggirkan oleh mata pelajaran UN sehingga membuat pembelajarannya kurang menggairahkan.Idealnya standar nilai dalam mata pelajaran UAMBN (Ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) benar-benar dapat menjadi cermin bagi prestasi belajar di madrasah. Namun demikian belum jelas apakah standar nilai mata pelajaran UAMBN (Ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) kali ini benar-benar akan mencerminkan kualitas pendidikan siswa atau tidak, masih sulit untuk menjawabnya secara pasti. Sebab meskipun berangkat dari teori pendidikan yang sama (yaitu kurikulum 2013) namun di lapangan terjadi proses aplikasi yang beragam. Ditambah lagi, adanya kesenjangan mengakses sarana pendidikan secara maksimal antara sekolah yang berada di kawasan pinggiran dengan sekolah yang berada di pusat perkotaan merupakan fakta yang sulit dipungkiri. Dengan kata lain masih ada diskriminasi dalam mekanisme pendidikan yang berujung pada kesenjangan kualitas Pendidikan..
Madrasah adalah institusi pendidikan paling awal yang mengajarkan nilai-nilai Islam di Indonesia dan tumbuh serta berkembang jauh sebelum kemerdekaan negeri ini.[5]Madrasah sebagai salah satu sub sistem dari sistem pendidikan nasional telah menunjukkan kontribusi  yang cukup berarti terhadap pendidikan di Indonesia.Sedangkan adanya opini publik yang menyatakan bahwa pencapaian prestasi siswa juga diukur dari prestasi mata pelajaran UAMBN (Ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional), semakin tinggi prestasi mata pelajaran UAMBN (Ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) nya semakin dianggap bagus prestasi madrasah tersebut. memang hal ini tidak salah. Yang jadi permasalahan yaitu madrasah tetap harus konsisten pada tujuan institusionalnya, sementara itu muatan kurikulum pada madrasah amat padat.Tantangan madrasah sangat besar disamping dituntut berprestasi akademik juga nilai kemadrasahan tidak boleh pudar dan madrasah harus memberiakan sumbang sihnya terhadap pembangunan Nasioanal melalui SDM yang mumpuni dan terbebas dari Korupsi.





[1] Winkel, W.S., Psikologi Pengajaran  (Yogyakarta: Media Abadi, 2012), hlm. 49.

[2] Sardiman A. M.,  Interaksi dan Motivasi  Belajar Mengajar (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 1.
            [3] Tohirin,Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (berbasis Intregasi dan Kompetensi),
(Jakarta;PT Rajagravindo Persada,2014) hlm.172

[4] Al-Hamzah, Memecahkan Labirin Pendidikan Nasional: Upaya Keluar dari Paradigma Involusi (Jurnal Ilmiah Sketsa, edisi I/LPM/11/2000. LPM Sketsa Universitas Jendral Soedirman, Purwokerto, 2000), hlm.  270.

[5] M.Nur Kholis Setiawan,Akademisi dipusaran birokrasi Menata yang terserak,(Yogyakarta;
Kaukaba Dipantara,2015) hlm.15

Selasa, 13 Maret 2018

STRATEGI MADRASAH DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATA PELAJARAN UAMBN (UJIAN AKHIR MADRASAH BERSTANDAR NASIONAL) (Studi Kasus Di MTs Negeri Wonosobo)

STRATEGI MADRASAH DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATA PELAJARAN UAMBN
(UJIAN AKHIR MADRASAH BERSTANDAR NASIONAL)
(Studi Kasus Di MTs Negeri Wonosobo)
BAB I
PENDAHULUAN

 
 


A.  Latar Belakang Masalah

Pembelajaran merupakan kegiatan inti dan utama dari proses pendidikan karena pembelajaran itu memang yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani peserta didik, yang manifestasinya berupa perubahan tingkah laku dan pembentukan kepribadian peserta didik. Oleh karena itu, pembelajaran menjadi masalah pokok dalam kehidupan umat manusia, sebab hampir semua perbuatan dan perkembangan manusia terjadi karena pembelajaran. Pembelajaran adalah suatu proses atau ihtiar untuk memperoleh pengetahuan (knowledge), keterampilan hidup (life skill), dan sikap (attitude). Pembelajaran itu sendiri merupakan perbuatan yang disengaja untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Proses pembelajaran tersebut dihayati oleh masing-masing pribadi peserta didik yang berbeda-beda, di mana ada yang dengan mudah dan cepat mencerna, tetapi ada pula yang mengalami kesukaran dalam prosesnya, yang kesemuanya menjadi penyebab perbedaan prestasi belajar.[1] Prestasi belajar merupakan hasil yang telah di capai atau sebagai bukti dari usaha yang dapat dicapai seseorang alam belajarnya dan menjadi derajat keberhasilan yang dimiliki oleh setiap pelaku pendidikan, terutama peserta didik di sekolah-sekolah formal.
Keberhasilan prestasi belajar siswa merupakan hasil dari berbagai bentuk interaksi yang disengaja (interaksi edukatif). Interaksi Edukatif adalah interaksi yang berlangsung dalam suatu ikatan untuk tujuan pendidikan dan pengajaran.[2] Oleh karena itu, interaksi edukatif perlu dibedakan dari bentuk interaksi yang lain. Dalam arti yang spesifik  pada bidang pendidikan juga dikenal adanya istilah interaksi belajar mengajar. Sehubungan dengan hal tersebut perlu ditegaskan bahwa prinsip mengajar adalah mempermudah dan memberikan dorongan kegiatan belajar, sehingga guru sebagai pengajar memiliki tugas memberikan fasilitas atau kemudahan bagi suatu kegiatan belajar siswa (subyek belajar).
Prestasi belajar yang maksimal tidak akan terwujud tanpa adanya strategi yang memang dipersiapkan untuk mencapainya. Apalagi dalam persaingan global yang menuntut adanya kapabilitas, motivasi dan inovasi tinggi.[3] Hal itu diperlukan karena penguasaan teknologi dan informasi menjadi hal yang mutlak untuk memperkuat kemampuan dan posisi tawar bangsa Indonesia dalam menghadapi kerjasama maupun persaingan global. Meskipun untuk mengejar ketertinggalan dengan negara lain masih menjadi harapan, namun setidaknya mampu membuat bangsa ini tetap bertahan, tidak semakin terpuruk dan rapuh oleh krisis multidimensional yang sedang dihadapi saat ini. UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) merupakan salah satu unsur dalam pendidikan yang ditujukan untuk mendongkrak kualitas pendidikan nasional sehingga kualitas lulusan (output dan out came) pendidikan dapat mencapai standar yang lebih tinggi.
Pada tahun pelajaran 2010/2011, mata pelajaran yang menjadi kriteria kelulusan siswa dari suatu lembaga pendidikan yaitu: (a). menyelesaikan seluruh program pembelajaran; (b). memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran, yang terdiri atas: 1) kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia; 2) kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian; 3) kelompok mata pelajaran estetika, dan 4) kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan; c. lulus US untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; dan d. lulus UN. [4]
Idealnya standar nilai dalam UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) benar-benar dapat menjadi cermin bagi prestasi belajar. Namun demikian belum jelas apakah standar nilai UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) kali ini benar-benar akan mencerminkan kualitas pendidikan siswa atau tidak, masih sulit untuk menjawabnya secara pasti. Sebab meskipun berangkat dari teori pendidikan yang sama (yaitu kurikulum berbasis kompetensi) namun di lapangan terjadi proses aplikasi yang beragam. Ditambah lagi, adanya kesenjangan mengakses sarana pendidikan secara maksimal antara sekolah yang berada di kawasan pinggiran dengan sekolah yang berada di pusat perkotaan merupakan fakta yang sulit dipungkiri. Dengan kata lain masih ada diskriminasi dalam mekanisme pendidikan yang berujung pada kesenjangan kualitas pendidikan dalam kategori dua sekolah tersebut.
Madrasah sebagai salah satu sub sistem dari sistem pendidikan nasional telah menunjukkan kontribusi  yang cukup berarti terhadap pendidikan di Indonesia.[5] Jumlah murid pada lembaga-lembaga pendidikan Islam (madrasah) senantiasa mengalami peningkatan. Maksun mengatakan bahwa pada tahun 1994-1995 jumlah murid dan mahasiswa di lebaga-lembaga pendidikan Islam (MTs/MA) mencapai 9-19 % dari keseluruhan jumlah murid dan mahasiswa di lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia. Di samping itu dari sudut kurikulum, perkembangan pendidikan Islam selama masa pemerintahan  tahun 1966-1998, menunjukkan adanya proses adaptasi  yang tinggi. Jika masa-masa sebelumnya, madrasah-madrasah di bawah Kementerian Agama terkesan sangat eksklusif dan cenderung terasing, maka pada periode ini lembaga-lembaga pendidikan tersebut intens pada proses perkembangan dan perubahan kurikulumnya. Maksun mengatakan bahwa dalam proses ini, dinamika kurikulum pendidikan Islam dapat dilihat dari empat aspek, yaitu:
1). Madrasah-madrasah mengembangkan kurikulum yang memberikan porsi cukup besar untuk mata pelajaran non-keagamaan, 2). Sebagian madrasah menggunakan kurikulum yang dominan berorienasi mata-mata pelajaran keagamaan, 3). Banyak madrasah yang memanfaatkan porsi kurikulum muatan lokal untuk mengintensifkan ciri-ciri keagamaan, kejujuran, atau orientasi keilmuan tertentu, 4). Murid-murid tamatan madrasah dapat melanjutkan ke sekolah dan perguruan tinggi di lingkungan Depdiknas.[6]
Ketika penulis melakukan studi pendahuluan, terlihat berbagai kegiatan positif, baik yang dilakukan guru, siswa maupun tenaga administasi di MTs Negeri Wonosobo apalagi menjelang pelaksanaan UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) pada akhir tahun pelajaran 2014/2015 ini. Hal itu penulis pahami adanya kemauan dan dinamika positif di madrasah tersebut untuk meningkatkan prestasi bagi siswa-siswinya. MTs Negeri Wonosobo telah menerapkan berbagai strategi pembelajaran  pada seluruh mata pelajaran dalam rangka mempertahan kan diri sebagai sebuah lembaga pendidikan Islam yang selama ini telah terbukti mengalami peningkatan. Hal inilah yang menjadi fokus penelitian tesis ini.
Tidak mudah bagi madrasah untuk mencapai prestasi yang ideal, dalam arti unggul prestasi akademik dan non-akademik. Yang lebih memacu pihak madrasah yaitu adanya opini publik bahwa pencapaian prestasi siswa juga diukur dari prestasi mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional), semakin tinggi prestasi mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional)nya semakin dianggap bagus prestasi madrasah tersebut. Memang hal ini tidak salah. Yang jadi permasalahan yaitu madrasah tetap harus konsisten pada tujuan institusionalnya, sementara itu muatan kurikulum pada madrasah amat padat.

B.     Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, penulis ingin menjawab beberapa pertanyaan sebagai berikut:
1.    Bagaimana strategi MTs Negeri Wonosobo di dalam meningkatkan prestasi belajar mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional)?
2.    Apakah strategi pembelajaran yang diimplementasikan di MTs Negeri Wonosobo tepat sasaran, yaitu mampu meningkatkan prestasi siswa tanpa mengorbankan tujuan instituisional Madrasah?
3.    Apakah metode strategis peningkatan prestasi belajar mata pelajaran UN di MTs Negeri Wonosobo?

C.    Tujuan Penelitian

1.    Untuk mendeskripsikan strategi MTs Negeri Wonosobo didalam meningkatkan prestasi belajar mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional).
2.    Untuk menjelaskan apakah strategi pembelajaran yang diimplementasikan di MTs Negeri Wonosobo tepat sasaran, yaitu di satu sisi mampu meningkatkan prestasi belajar mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) tanpa mengorbankan tujuan instituisional Madrasah.
3.    Untuk mendeskripsikan berbagai metode strategis peningkatan prestasi belajar mata pelajaran UN di MTs Negeri Wonosobo.

D.    Manfaat Penelitian

1.    Manfaat Teoritis
a.    Hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumbangsih (contribution) dalam memperkuat posisi Ilmu Pendidikan sebagai sebuah ilmu pengetahuan.
b.    Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai bahan kajian tentang bagaimana mengatasi problematika didalam meningkatkan prestasi mata belajar mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) sehingga problematika yang sama dapat dihindari dan pada gilirannya dapat lebih mengefektifkan proses pembelajaran di masa yang akan datang.
c.    Hasil penelitian ini nanti diharapkan akan bermanfaat pula sebagai salah satu acuan bagi para peneliti berikutnya yang berminat untuk melakukan studi lebih lanjut yang berkaitan dengan permasalahan yang bersentuhan dengan penelitian ini.
2.    Manfaat Praktis
a.    Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para pengelola lembaga pendidikan, terutama bagi para praktiusinya (guru), sebagai pijakan praktis untuk lebih mengefektifkan upaya meningkatkan prestasi belajar mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional).
b.    Penelitian ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkompeten dengan upaya untuk meningkatkan prestasi belajar mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional), baik di lingkungan MTs Negeri Wonosobo maupun para stakeholders yang terkait dengan upaya peningkatan mutu madrasah di masa datang.
c.    Atas dasar temuan-temuan peneliian ini nantinya, diharapkan para praktisi pendidikan  dapat meningkatkan kinerja didalam meningkatkan prestasi belajar mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional).  

E.     Metodologi Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) dengan studi kasus tentang strategi madrasah dalam meningkatkan prestasi mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) dengan obyek studi di MTs Negeri Wonosobo. Adapun metode penelitiannya bersifat deskriptif, yaitu mendeskripsikan berbagai strategi yang ditempuh civitas akademika di MTs Negeri Wonosobo didalam meningkatkan prestasi belajar mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional). Metode derkriptif ini menjadi pilihan peneliti karena merupakan metode penelitian lebih peka dan lebih dapat menyesuaiakan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.Adapun sasaran penelitiannya yaitu warga sekolah yang terdiri dari kepala madrasah, tenaga pengajar mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional), tenaga administrasi, dan siswa kelas IX (sembilan).Hal-hal yang berkenaan dengan metodologi penelitian yang menjadi focus pembahasan pada bagian ini yaitu sebagai berikut:
1.      Fokus dan Ruang Lingkup Penelitian
a.      Fokus Penelitian
Fokus penelitian tesis ini tentang strategi madrasah dalam meningkatkan prestasi mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional). MTs Negeri Wonosobo menjadi pilihan obyek studi dengan alasan bahwa madrasah ini dikenal cukup baik di Jawa Tengah terutama di Kabupaten Wonosobo.
b.      Ruang Lingkup Penelitian
Sesuai dengan fokus penelitian, secara garis besar bahwa ruang lingkup penelitian tesis ini yaitu tentang bagaimana MTs Negeri Wonosobo dalam mingimplementasikan berbagai strategi dalam meningkatkan prestasi mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional). Adapun ruang lingkup penelitian ini meliputi tiga hal, yaitu:
1)   Strategi MTs Negeri Wonosobo didalam meningkatkan prestasi belajar mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional).
2)   Kebijakan madrasah yang ada kaitannya dengan upaya meningkatkan prestasi belajar mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional).
3)   Berbagai metode strategis peningkatan prestasi belajar mata pelajaran UN di MTs Negeri Wonosobo.
2.      Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, yang sering pula disebut metode etnografik, metode fenomenologis, atau metode impresionistik, dan lain-lain.[7] Bogdan dan Tyler mendefinisikan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.[8] Nana Sudjana  mengatakan: “Metode penelitian deskriptif yaitu metode penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, atau kejadian tertentu.” [9] Berdasarkan metode inilah peneliti akan menderkripsikan berbagai strategi yang ditempuh MTs Negeri Wonosobo didalam meningkatkan prestasi mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional). Metode derkriptif ini menjadi pilihan peneliti karena merupakan metode penelitian lebih peka dan lebih dapat menyesuaiakan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.
Data penelitian sebagai bahan kajian atau analisis tesis ini, peneliti peroleh dengan menggunakan teknik sampel. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Patton, dalam pengambilan sampel ini penulis melakukan secara selektif, dimana peneliti menggunakan berbagai pertimbangan berdasarkan konsep teoritis yang dipergunakan, keingin tahuan pribadi (curiousity), karakteristik empiris dan sebagainya.[10] Namun demikian, sampling yang diambil tidak ditujukan untuk generalisasi teoritis, sehingga sampling dalam praktek ini lebih banyak bersifat purposive sampling (pengambilan sampel yang dilandasi tujuan tertentu yang telah peneliti tentukan sebelumnya). Secara praktis, peneliti memiliki kecenderungan lebih memilih informan yang dianggap tahu dan dapat dipercaya sebagai sumber data yang mantap dan mengetahui masalahnya secara mendalam. Akan tetapi pemilihan informan dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan dan kemantapan peneliti dalam memperoleh data. Atas dasar itu maka sifat sampling yang dipilih dapat dikatakan berbentuk criterion based selection.[11] Yang dimaksud dengan sampling ini yaitu memilih dan menentukan jenis sampel atas dasar criteria tertentu menurut tujuan penelitian yang telah peneliti tetapkan sebelumnya agar tidak menyimpang dari tujuan penelitian.  
Teknik sampel ini peneliti implementasikan dengan tujuan untuk mengemukakan dengan tepat sifat-sifat umum dari populasi dan untuk menarik generalisasi dari hasil penyelidikan. Penentuan sampel akan diupayakan semaksimal mungkin yang memang benar-benar dapat dipergunakan sebagai bahan untuk mendeskripsikan obyek penelitian sesuai fakta yang ada dan sebagai bahan analisis dalam penelitiannya.
Atas dasar uraian tentang teori pengambilan data tersebut diatas, maka yang peneliti layak untuk dijadikan sampel penelitian yaitu Kepala MTs Negeri Wonosobo, guru-guru mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) (guru mata pelajaran al Qur’an Hadits, guru mata pelajaran Akidah Akhlak, guru mata pelajaran SKI,guru mata pelajaran bahasa Arab,dan guru mata pelajaran Fiqih), tenaga administrasi, pengurus OSIS,pengurus KAPA,Pramuka dan siswa-siswi kelas IX. Pertimbangan memilih mereka sebagai sampel penelitian yaitu karena merekalah yang menjadi sumber berbagai informasi dan berbagai hal yang berkaitan dengan aktivitas sekolah tersebut.
Penggalian sumber data penelitian juga diarahkan pada berbagai dokumen yang berkaitan dengan kegiatan pembelajaran mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional). Hakikat penggunaan sampel dalam sebuah penelitian adalah juga karena sulitnya meneliti seluruh populasi, hal ini mengingat biaya dan waktu yang begitu banyak diperlukan juka harus meneliti seluruh populasi. Atas dasar inilah penelitian ini nanti akan menggunakan teknik sampel dalam pengumpulan data.
3.      Lokasi dan Waktu Penelitian
a.      Lokasi Penelitian
Penelitian ini berlokasi di MTs Negeri Wonosobo Kabupaten Wonosobo, tepatnya di Jl.Banyumas Km 04 Wonosobo. Adapun pertimbangan pemilihan lokasi ini yaitu bahwa MTs Negeri Wonosobo selama ini telah memperoleh prestasi yang selalu meningkat. Prestasi tersebut terkait dengan kelulusan siswanya terkait dengan UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) maupun dalam olah raga dan seni.
b.      Waktu Penelitian
               Waktu penelitian berlangsung sejak bulan juli 2014 hingg bulan juni 2015 dengan tiga fase penelitian, yaitu pree research (penelitian awal), research (penelitian),  dan post research (penelitian akhir). Pada fase awal, peneliti mengadakan studi kelayakan apakah obyek penelitian layak diteliti, termasuk apakah peneliti memiliki kemungkinan untuk dapat mengakses berbagai data yang dibutuhkan atau tidak. Fase kedua merupakan kegiatan inti peneliti di dalam melakukan tugas penelitiannya. Pada tahap ini peneliti mencurahkan segala perhatian, waktu, dan berbagai strategi atau metode untuk semaksimal mungkin dapat memperoleh data yang dibutuhkan. Sedangkan pada fase ketiga, peneliti mengadakan cross chech berbagai dta yang telah terkumpul dan melakukan penyusunan laporan penelitiannya.
4.      Sumber Data
Data penelitian sebagai bahan kajian atau analisis tesis ini, peneliti peroleh dengan menggunakan teknik sampel. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Patton, dalam pengambilan sampel ini penulis melakukan secara selektif, dimana peneliti menggunakan berbagai pertimbangan berdasarkan konsep teoritis yang dipergunakan, keingin tahuan pribadi (curiousity), karakteristik empiris dan sebagainya.[12] Namun demikian, sampling yang diambil tidak ditujukan untuk generalisasi teoritis, sehingga sampling dalam praktek ini lebih banyak bersifat purposive sampling (pengambilan sampel yang dilandasi tujuan tertentu yang telah peneliti tentukan sebelumnya). Secara praktis, peneliti memiliki kecenderungan lebih memilih informan yang dianggap tahu dan dapat dipercaya sebagai sumber data yang mantap dan mengetahui masalahnya secara mendalam. Akan tetapi pemilihan informan dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan dan kemantapan peneliti dalam memperoleh data. Atas dasar itu maka sifat sampling yang dipilih dapat dikatakan berbentuk criterion based selection.[13] Yang dimaksud dengan sampling ini yaitu memilih dan menentukan jenis sampel atas dasar criteria tertentu menurut tujuan penelitian yang telah peneliti tetapkan sebelumnya agar tidak menyimpang dari tujuan penelitian.  
Teknik sampel ini peneliti implementasikan dengan tujuan untuk mengemukakan dengan tepat sifat-sifat umum dari populasi dan untuk menarik generalisasi dari hasil penyelidikan. Penentuan sampel akan diupayakan semaksimal mungkin yang memang benar-benar dapat dipergunakan sebagai bahan untuk mendeskripsikan obyek penelitian sesuai fakta yang ada dan sebagai bahan analisis dalam penelitiannya.
Atas dasar uraian tentang teori pengambilan data tersebut diatas, maka yang peneliti layak untuk dijadikan sampel penelitian yaitu Kepala MTs Negeri Wonosobo, guru-guru mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) (guru mata pelajaran al Qur’an Hadits, guru mata pelajaran Akidah Akhlak, guru mata pelajaran SKI,guru mata pelajaran bahasa Arab,dan guru mata pelajaran Fiqih), tenaga administrasi, pengurus OSIS,pengurus KAPA,Pramuka dan siswa-siswi kelas IX. Pertimbangan memilih mereka sebagai sampel penelitian yaitu karena merekalah yang menjadi sumber berbagai informasi dan berbagai hal yang berkaitan dengan aktivitas sekolah tersebut.
Penggalian sumber data penelitian juga diarahkan pada berbagai dokumen yang berkaitan dengan kegiatan pembelajaran mata pelajaran Pendidikan Agama Islam. Hakikat penggunaan sampel dalam sebuah penelitian adalah juga karena sulitnya meneliti seluruh populasi, hal ini mengingat biaya dan waktu yang begitu banyak diperlukan juka harus meneliti seluruh populasi. Atas dasar inilah penelitian ini menggunakan teknik sampel dalam pengumpulan data.
5.      Metode Pengumpulan Data
Sehubungan studi ini termasuk jenis penelitian lapangan (field research) dengan studi kasus, maka untuk mendapatkan data yang diperlukan dengan proses terjun langsung ke lapangan atau lokasi penelitian, yakni melalui survey, wawancara, pengamatan, penggunaan dokumen, maupun pencatatan lapangan. Adapun untuk memperkuat pembahasan, peneliti melengkapi dengan pembahasan teori-teori melalui penelitian kepustakaan (library research).
Langkah-langkah pengumpulan data dilakukan dengan mengambil data yang disesuaikan dengan focus penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk mempermudah peneliti untuk menjawab permasalahan penelitian. Untuk itu peneliti melakukan reduksi  data sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dan catatan-catatan tertulis lapangan. Reduksi data berlangsung terus-menerus selama proses penelitian berlangsung.
Adapun langkah-langkah kongkrit pengumpulan data penelitian tersebut yaitu sebagai berikut:
a.      Observasi
Adapun aktivitas dalam observasi atau pengamatan obyek penelitian ini yaitu sebagai berikut:
1)        Mengamati berbagai kegiatan pembelajaran mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional), baik nyang berlangsung di dalam kelas ataupun di luar kelas.
2)        Mengamati aktivitas guru di dalam mempersiapkan perangkan mengajar.
3)        Mengamati perangkat mengajar yang dimiliki atau dibuat guru mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional).
4)        Mengamati hasil-hasil belajar siswa pada mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) yang terdokumentasikan.
5)        Mengamati aktivitas warga madrasah, meliputi siswa, guru, karyawan dan kepala madrasah yang berkaitan dengan kegiatan pembelajaran mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional).
6)        Mengamati aktivitas guru dan siswa dalam kegiatan pembelajaran mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) dan pihak madrasah selaku penyelenggara pendidikan.
7)        Mengamati berbagai fasilitas madrasah yang ada kaitannya dengan kegiatan pembelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional).
b.      Interview
Interview diarahkan untuk menggali data penelitian sebagai berikut:
1)        Informasi tentang berbagai kegiatan pembelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional), baik yang berlangsung di dalam kelas maupun di luar kelas.
2)        Informasi tentang aktivitas guru di dalam mempersiapkan perangkan mengajar.
3)        Informasi tentang perangkat mengajar yang dimiliki atau dibuat guru mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional).
4)        Informasi tentang hasil-hasil belajar siswa pada mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) yang terdokumentasikan.
5)        Informasi tentang aktivitas warga madrasah, meliputi siswa, guru, karyawan dan kepala madrasah yang berkaitan dengan kegiatan pembelajaran mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional).
6)        Informasi tentang aktivitas guru dan siswa dalam kegiatan pembelajaran mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) dan pihak madrasah selaku penyelenggara pendidikan.
7)        Informasi tentang berbagai fasilitas madrasah yang ada kaitannya dengan kegiatan pembelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional).
c.       Analisis dokumen
Adapun berbagai data yang dipergunakan sebagai bahan analisis yaitu sebagai berikut:
1)      Profil MTs Negeri Wonosobo tahun pelajaran 2014/2051.
2)      Program kerja madrasah tahun pelajaran 2014/2015.
3)      Surat keputusan (SK) Kepala MTs Negeri Wonosobo tentang pembagian kerja (job’s description) tahun pelajaran 2014/2015.
4)      Denah madrasah
5)      Struktur organisasi madrasah.
6)      Daftar guru dan karyawan.
7)      Rincian jumlah siswa dan wali kelas.
8)      Perangkat mengajar guru, meliputi silabus, program tahunan dan semester, rencana program pembelajaran (RPP), dan lembar penilaian.
6.      Metode Analisis Data
Data yang penulis kumpulkan dalam penelitian ini adalah data kualitatif. Untuk menganalisis data tersebut, analisis data kualitatif  yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data model interaktif, yaitu proses analisis yang merupakan upaya berlanjut, berulang-ulang dan terus-menerus, dalam arti bahwa analisis data dilakukan sejak awal dan sepanjang proses penelitian berlangsung. Adapun teknik analisis data dalam penelitian ini mempergunakan teknik deskriptif analitik yang sejalan dengan analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini, yaitu analisis kualitatif yang bertumpu pada pendekatan fenomenologi. Menurut Abdul Djamil, yang  dimaksud dengan pendekatan fenomenologi yaitu suatu penarikan kesimpulan dengan mempergunakan tiga langkah, yaitu:
1). Interpelasi, yaitu suatu penafsiran yangdimaksudkan mencari latar belakang konteks materi yang ada agar ditemukan konsep atau gagasan yang jelas, 2). Ekstrapolasi, yaitu dimaksudkan menangkap sesuatu dibalik yang tersajikan, dan 3). Pemaknaan, yaitu dimaksudkan sebagai menjangkau yang etik dan yang transedental dari apa yang tersaji. [14]

Dalam hal ini Noeng Muhadjir mengatakan:
Penelitian kualitatif  berdasarkan pendekatan fenomenologi menuntut pendekatan holistik, mendudukkan obyek penelitian dalam suatu konstruksi ganda, melihat obyeknya dalam satu konteks natural, bukan parsial. Maka dari itu menuntut bersatunya subyek peneliti dengan subyek pendukung obyek penelitian. Keterlibatan subyek di lapangan, menghayatinya menjadi salah satu ciri utama penelitian fenomenologi. [15]

Penelitian ini mempergunakan bentuk deduktif, yaitu mengeksplorasi pandangan umum atau sebuah teori besar (grand theory) terlebih dahulu selanjutnya diperkuat dengan data-data dan deskripsi yang sesuai (relevan) dengan penelitian ini sebagai jawaban dari pandangan tersebut. Masalah reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan atau ferivikasi menjadi gambaran keberhasilan secara beruntun sebagai kegiatan analisis yang saling susul menyusul. Dalam pandangan ini tiga jenis kegiatan analisis dan kegiatan pengumpulan data itu sendiri merupakan proses siklus dan interaktif.
Secara implementatif, langkah-langkah di dalam metode analisis data menyangkut tiga hal sesuai dengan permasalahan penelitian ini, yaitu pertama, peneliti menganalisis Strategi MTs Negeri Wonosobo didalam meningkatkan prestasi belajar mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional). Analisis tersebut dibuat dengan berdasarkan pada tinjauan historis bagaimana idialnya suatu proses kegiatan pembelajaran mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) berlangsung. Disini peneliti membandingkan antara fakta dan fenomena  yang ada dengan idea tau teori idial. Setelah itupeneliti member kesimpulan atas dasar analisis  yang tersebut untuk selanjutnya diberi saran-saran  agar kegiatan pembelajaran mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) tersebut sesuai dengan teori idialnya.
Kedua, langkah analisis difokuskan pada kebijakan madrasah yang ada kaitannya dengan upaya meningkatkan prestasi belajar mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional). Inti analisis yaitu berbagai kebijakan madrasah yang ada kaitannya dengan peningkatan prestasi siswa pada pembelajaran mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) bagi kelas IX. Selanjutnya peneliti membuat kesimpulan dan member saran-saran tentang berbagai langkah  yang seharusnya perlu dilakukan pihak madrasah.
Ketiga, langkah analisis ditujukan pada berbagai metode strategis  untuk peningkatan prestasi belajar mata pelajaran UAMBN di MTs Negeri Wonosobo. Analisis difokuskan pada implementasi strategi atau metode pembelajaran yang diimplementasikan baik oleh guru maupun oleh siswa. Peneliti mengamati praktik kegiatan pembelajaran apakah sudah sesuai dengan teori idial atau belum. Sehabis itu peneliti membuat kesimpulan dan saran-saran sebagai perbaikannya.
F.     Kajian Kepustakaan
Madrasah sebagai salah satu diantara berbagai kelembagaan Islam memiliki sejarah yang amat panjang. Berbagai kajian atau penelitian tentang madrasah telah banyak dilakukan, baik kajian yang menyangkut aspek historis maupun metodologis yang dilakukan dalam lembaga tersebut.
Maksun dalam desertasinya yang berjudul ‘Madrasah; Sejarah dan Perkembangannya’ menguraikan tentang sejarah tradisi keilmuan di madrasah. Dari segi keilmuan, menurut Maksun, ilmu-ilmu yang diajarkan di madrasah pada umumnya masih merupakan kelanjutan yang diajarkan di masjid, yakni ilmu-ilmu agama (al-ulum al-diniyah) dengan penekanan pada ilmu fiqh, tafsir dan hadits. Dengan demikian ‘ilmu-ilmu keduniaan’ (al-ulum al-dunyawiyah), seperti ilmu alam dan eksakta sebagai dasar pengembangan sains dan teknologi tidak mendapat tempat. Meskipun dalam ajaran Islam pada dasarnya tidak dibedakan (tidak ada dikotomi) antara ilmu agama dan ilmu umum, tetapi dalam praktiknya ilmu agama lebih dominan.
Penelitian lainnya tentang madrasah dilakukan Tasman Hamami dengan judul ‘Pendidikan Agama Islam dan Ketaatan siswa SMA Negeri I Kodya Malang’ Hasil penelitiannya diterbitkan dalam sebuah Jurnal Penelitian Agama  No. 9 Tahun IV Januari-April 1995, Yogyakarta: Balai Penelitian PUKM IAIN Sunan Kalijaga pada Halaman 19-24. Disini Tasman banyak membahas pendidikan agama dan ketaatan beragama siswa. Adapun metode yang dipakai dengan mengambil 100 siswa sebagai sampel dalam penelitiannya. Hasil penelitiannya yaitu bahwa agama tidak mempunyai korelasi yang sisnifikan terhadapketaatan beragama siswa.
Ahmad Munif dalam penelitiannya yang berjudul ‘Pelaksanaan Agama Islam di Sekolah Menengah Umum (Studi Kasus di SMU Negeri 1 Tegal)’, meneliti tentang kasus-kasus yang terjadi di saat proses belajar-mengajar berlangsung. Dia berkesimpulan bahwa problem yang paling menonjol adalah ditemukannya siswa yang kurang serius dalam mengikuti Pendidikan Agama Islam. Temuan penelitiannya yang teritu bahwa faktor yang paling dominan  yang dapat mempengaruhi ketidakseriusan  siswa mengikuti mengikuti pelajaran yaitu kekurangmampuan guru Pendidikan Agama Islam dalam menciptakan dan mempertahankan suasana proses belajar-mengajar yang kondusif.
Penelitian yang berkaitan dengan aktivitas pembelajaran telah dilakukan, seperti Khaerun dalam tesisnya yang berjudul '‘mplementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Bidang Studi Pendidikan Agama Islam (Studi Kasus di SMU Negeri 2 Purwokerto’, Tesis S-2 PPs IAIN Walisongo, tahun 2004). Penelitiannya memfokuskan pada bagaimana sebuah kurikulum baru (KBK) diimplementasikan. Ia antara lain berkesimpulan bahwa ketidakberhasilan implementasi kurikulum disebabkan oleh tidak terpenuhinya unsur-unsur yang harus ada dalam kurikulum, bukannya oleh kurikulum itu sendiri yang membuat prestasi belajar tidak sesuai harapan. Sedangkan penelitian yang berkaitan dengan upaya meningkatkan prestasi belajar pada madrasah diantaranya dilakukan oleh Khozin Sukardi. Dalam tesisnya tentang “Pengaruh kepemimpinan Pendidikan dan Persepsi Guru Mengenai Supervisi Kepala Madrasah Terhadap Efektifitas Mengajar”, menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan tentang kepemimpinan pendidikan dengan efektifitas mengajar. [16] Penelitian ini memfokuskan pada strategi madrasah dalam meningkatkan prestasi mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dengan melakukan studi kasus di MTs Negeri Wonosobo. Peneliti akan meneliti berbagai aktivitas  yang dilakukan civitas akademika MTs Negeri Wonosobo didalam usahanya untuk mensejajarkan diri dengan lembaga-lembaga pendidikan formal setara lainnya terutama pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam.
G.    Sistematika Penulisan
Tesis yang berjudul “Strategi Madrasah Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Mata Pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) (Studi Kasus Di MTs Negeri Wonosobo)” ini disusun dalam lima bab, yaitu bab pendahuluan,  kajian teori belajar mengajar mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) dan prestasi belajar,  upaya MTs Negeri Wonosobo dalam meningkatkan prestasi belajar mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional),  model strategi  pembelajaran dan prestasi belajar di MTs Negeri Wonosobo, dan penutup.





ASLI YA MAS Secara garis besar pembahasan tesis ini penulis jelaskan sebagai berikut:
Bab I yaitu pendahuluan. Pada bab ini, pertama-tama penulis menjelaskan latar belakang masalah dari tema tesis ini, kemudian berturut-turut menjelaskan tentang rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian yang membahas tentang fokus dan ruang lingkup penelitian, metode penelitian, lokasi dan waktu penelitian,  sumber data, metode pengumpulan data yang meliputi pembahasan tentang observasi, interview dan analisis dokumen, metode analisis data,  yang pembahasannya meliputi metode pengumpulan data dan metode analisis data. Selanjutnya peneliti membahas kajian kepustakaan dan sistematika penulisan tesis.
Bab II yaitu kajian teori belajar mengajar mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) dan prestasi belajar dan pembahasan tentang UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) dan system evaluasi pendidikan. Sub bab, yang pertama membahas tentang strategi belajar mengajar dengan pembahasan tentang pengertian strategi, pendekatan pembelajaran, komponen strategi pembelajaran, dan jenis-jenis strategi belajar-mengajar. Sedangkan pembahasan pada, yaitu pembahasan tentang UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) dan system evaluasi pendidikan dengan uraian pembahasan tentang pengertian evaluasi, tujuan dan fungsi evaluasi, dan UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional).
Pembahasan pada bab III terdiri dari dua pokok pembahasan, yaitu tentang upaya MTs Negeri Wonosobo dalam meningkatkan prestasi belajar mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) dan pembahasan tentang upaya meningkatkan prestasi belajar mata pelajaran UN. Sub bab yang pertama tentang Gambaran umum MTs Negeri Wonosobo dengan pembahasan tentang sejarah berdirinya MTs Negeri Wonosobo, letak geografis madrasah, visi, misi, dan tujuan madrasah, struktur organisasi, keadaan Guru, Karyawan, dan Siswa, karyawan, kurikulum, sarana dan prasarana.
Adapun pembahasan pada sub bab kedua yaitu tentang upaya meningkatkan prestasibelajar mata pelajaran UN pembaahasannya berkisar tentang perencanaan pembelajaran, pembelajaran mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) yang meliputi mata pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Fisika, Kimia, dan Biologi, serta pembahasan tentang prestasi belajar.
Bab IV yaitu membahas tentang model strategi  pembelajaran dan prestasi belajar di MTs Negeri Wonosobo dengan pembahasan tentang model strategi pembelajaran, prestasi belajar di MTs Negeri Wonosobo, dan relevansi strategi pembelajaran dengan tujuan institusional MTs Negeri Wonosobo. Sub bab pertama, yaitu tentang model strategi pembelajaran menguraikan dan menganalisis tentang strategi yang dilakukan guru dan strategi yang dilakukan siswa. Pembahasan tentang strategi yang dilakukan guru meliputi hal-hal yang dilakukan guru yang berkaitan dengan kegiatan Pembelajaran, baik pada tahap persiapan, pelaksanaan, dan penilaian kegiatan pembelajaran. Selanjutnya diuraikan tentan strategi siswa dalam kegiatan pembelajaran mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional), yang menguraikan tentang strategi dalam kegiatan pembelajaran dan strategi dalam mengikuti program madrasah.
Pembahasan pada sub bab kedua yaitu tentang prestasibelajar di MTs Negeri Wonosobo yang dilanjutkan dengan pembahasan sub bab ketiga tentang relevansi strategi dengan tujuan institusional.
Bab V yaitu penutup. Bagian ini sebagai bab terakhir laporan penelitian yang berisi kesimpulan dan sara-saran. Sub bab pertama berisi kesimpulan hasil penelitian dan analisis data penelitia. Sedangkan sub bab kedua berisi tentang saran-saran yang sekiranya perlu dilakukan. Pada bagian ini peneliti mengajukan berbagai saran yang sebaiknya dilakukan berbagai pihak, terutama pihak madrasah sendiri dalam rangka perbaikan kualitas kegiatan pembelajaran mata pelajajan MTs Negeri Wonosobo.











 
BAB II
KAJIAN TEORI BELAJAR-MENGAJAR MATA PELAJARAN
UAMBN (UJIAN AKHIR MADRASAH BERSTANDAR NASIONAL) DAN PRESTASI BELAJAR

 

A. Strategi Belajar-mengajar

1.      Pengertian Strategi
Keberhasilan kegiatan pembelajaran banyak ditentukan oleh setrategi yang dipakai karena strategi tersebutlah yang menentukan seluruh prosesnya. Untuk itu diperlukan pemahaman yang baik tentang apa strategi itu. Pada mulanya istilah strategi digunakan dalam dunia kemiliteran. Kata strategi berasal dari bahasa Yunani strategos yang berarti jenderal atau panglima, sehingga strategi diartikan sebagai ilmu kejenderalan atau kepanglimaan.[17] Strategi dalam pengertian kemiliteran ini berarti cara penggunaan seluruh kekuatan militer untuk mencapai tujuan perang. Tujuan perang itu sendiri tidak ditentukan oleh militer, tetapi oleh politik. Sekali tujuan sudah ditetapkan oleh politik, maka militer harus memenangkannya. Sedangkan di dalam kamus Webstr’s School Dictionary, strategi diartikan sebagai: "The art of divising or employing plans or stratagems to achieve a goal.[18] Dalam pengertian ini strategi ialah suatu seni mengurai atau melaksanakan rencana untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Akan tetapi dalam perkembangan slanjutnya strategi tidaklah hanya dimaksudkan sebagai seni, tetapi merupakan ilmu pengetahuan yang dapat dipelajari. Dengan demikian istilah strategi yang diterapkan dalam dunia pendidikan, khususnya dalam proses belajar-mengajar yaitu suatu seni dan ilmu untuk membawakan pengajaran di kelas sedemikian rupa sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai secara efektif dan efisien.[19] Tujuan pengajaran itu sendiri ditetapkan dalam perencanaan pengajaran atau yang kita kenal dengan kurikulum. Disamping tujuan pengajaran, baik dalam arti tujuan instruksional maupun tujuan noninstruksional, kurikulum memuat isi dan pengalaman belajar yang semuanya turut menentukan pemilihan strategi belajar-mengajar.
Strategi belajar-mengajar itu memuat berbagai alternatif yang harus dipertimbangkan untuk dipilih dalam rangka perencanaan pengajaran. T. Raka Joni mengartikan strategi belajar sebagai pola dan urutan umum perbuatan guru murid dalam mewujudkan kegiatan belajar-mengajar.[20] Perbuatan guru-murid di dalam proses belajar mengajar itu terdiri dari bermacam-macam bentuk. Keseluruhan bentuk itulah yang dimaksud dengan pola dan urutan umum perbuatan guru-murid. Seorang guru yang merencanakan pengajarannya, lebih dahulu harus memikirkan strateginya. Setelah menentukan suatu alternatif barulah ia menyususn rencana belajar-mengajar atau desain instruksional. Menurut J.R. David, strategi belajar-mengajar yaitu a plan, method, or series of activities designed to achieved a particular educational goal.[21] Menurut pengertian ini strategi belajar-mengajar meliputi rencana, metode dan perangkat kegiatan yang direncanakan untuk mencapai tujuan pengajaran tertentu. Kadang-kadang metode pengajaran sering dikacaukan dengan strategi belajar-mengajar.
Untuk melaksanakan suatu strategi tertentu diperlukan seperangkat metode belajar-mengajar. Suatu program belajar-mengajar yang diselenggarakan oleh guru dalam satu kali tatap muka, bisa dilaksanakan dengan berbagai metode seperti ceramah, diskusi kelompok maupun tanya jawab. Keseluruhan metode itu termasuk media pendidikan yang digunakan untuk menggambarkan strategi belajar-mengajar. Strategi dapat diartikan sebagai a plan of operation achieving something yaitu rencana kegiatan untuk mencapai sesuatu. Metode belajar-mengajar termasuk dalam perencanaan kegiatan atau strategi.
Menurtut Chabib Toha strategi belajar-mengajar setidaknya menyangkut tiga hal, yaitu:
1). Strategi belajar-mengajar adalah rencana dan cara-cara membawakan kegiatan belajar-mengajar agar segala prinsip dasar dapat terlaksana dan segala tujuan belajar-mengajar dapat dicapai secara efektif; 2). Cara-cara membawakan kegiatan belajar-mengajar itu merupakan pola dan urutan umum perbuatan guru-murid dalam perwujudan kegiatan belajar-mengajar; 3). Pola urutan umum perbuatan guru-murid itu merupakan suatu kerangka umum kegiatan belajar-mengajar yang tersusun dalam suatu rangkaian bertahap menuju tujuanyang telah ditetapkan.[22]

Strategi belajar-mengajar merupakan rencana dasar bagi seorang guru tentang cara ia membawakan pengajarannya di kelas secara bertanggung jawab. Strategi instruksional tidak sama dengan desain instruksional. Desain instruksional merupakan blue print suatu kegiatan belajar-mengajar. Blue print itu baru dapat disusun setelah ditetapkan model dan bentuk kegiatan belajar-mengajar yang dikehendaki. Dengan kata lain setelah diambil keputusan tentang strategi yang dipergunakan.
Strategi belajar-mengajar juga tidak sama dengan metode belajar-mengajar. Strategi belajar-mengajar merupakan rencana kegiatan untuk mencapai tujuan, sedangkan metode belajar-mengajar adalah cara yang digunakan untuk mencapai tujuan itu. Metode belajar-mengajar adalah alat untuk mengoperasionalkan apa yang direncanakan dalam strategi. Untuk melaksanakan suatu strategi digunakan seperangkat metode belajar-mengajar tertentu. Dalam pengertian yang demikian, maka metode belajar-mengajar menjadi salah satu unsur dalam strategi belajar-mengajar. Unsur lain seperti sumber belajar, kemampuan yang dimiliki guru dan siswa, media pendidikan, materi belajar-mengajar, organisasi kelas, waktu yang tersedia, dan kondisi kelas dan lingkungannya, merupakan unsur-unsur yang juga mendukung strategi belajar-mengajar.     
2.      Pendekatan Pembelajaran
Untuk menyelesaikan persoalan pokok dalam memilih strategi belajar-mengajar diperlukan suatu pendekatan tertentu yang merupakan sudut pandang dalam memandang seluruh masalah yang ada dalam program belajar-mengajar. Sudut pandang tertentu itu menggambarkan cara berpikir dan sikap seorang guru dalam menyelesaikan persoalan yang ia hadapi. Menurut W. Gulo, seorang guru yang profesional tidak hanya berpikir tentang apa yang akan diajarkan dan bagaimana diajarkan, tetapi juga tentang siapa yang menerima pelajaran, apa makna belajar bagi siswa, dan kemampuan apa yang ada pada siswa dalam mengikuti kegiatan belajar-mengajar.[23]
Masing-masing guru memberi tekanan yang berbeda-beda terhadap komponen-komponen belajar-mengajar itu. Pemberian tekanan pada aspek tertentu pada strategi belajar-mengajar itu sangat tergantung dari persepsi guru tentang esensi mengajar. Ada yang berpendapat mengajar itu adalah penyampaian informasi kepada peserta didik. Dalam pengertian yang demikian, maka tekanan pada strategi belajar-mengajar terletak pada guru itu sendiri, guru berlaku sebagai sumber informasi mempunyai posisi yang sangat dominan. Belajar dalam pendekatan ini adalah usaha untu menerima informasi dari guru. Pendekatan seperti ini akan menghasilkan strategi belajar-mengajar yang disebut teacher centre strategies, suatu strategi belajar-mengajar yang berpusat pada guru.
Akan tetapi apabila diperhatikan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang disertai dengan arus globalisasi yang makin cepat, maka guru sebagai satu-satunya sumber informasi tidak mungkin lagi dipertahankan. Bahkan sekolah sendiri tidak mungkin lagi menjadi sumber informasi tunggal bagi peserta didik. Oleh karena itu, pendekatan dengan strategi yang berpusatkan guru ini tidak lagi sesuai dengan perkembangan yang dihadapi oleh sekolah.
Pendekatan lain bertolak dari pendapat bahwa belajar adalah usaha untuk menguasai informasi. Dalam hubungan ini, strategi belajar-mengajar dipusatkan pada materi pelajaran. Pendekatan seperti ini menghasilkan apa yang disebut dengan material centre strategies, strategi belajar-mengajar yang berpusat pada materi. Dalam strategi belajar-mengajar demikian, W. Gulo memberi dua catatan yang perlu diperhatikan, yaitu:
1). Kecenderungan pada dominasi kognitif dimana pendidikan afektif dan keterampilan kurang mendapat tempat yang seimbang dalam rangka peningkatan kualitas manusia seutuhnya, 2). Materi pelajaran yang disampaikan di dalam kelas, dan yang dimuat dalam buku teks, akan makin usang dengan makin pesatnya perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Materi pelajaran itu lebih berfungsi sebagai masukan (input) yang akan luluh dalam proses belajar-mengajar.[24]

Pendekatan lain berpangkal dari pengertian mengajar sebagai usaha untuk menciptakan sistem lingkungan yang mengoptimalkan kegiatan belajar. Mengajar dalam arti ini adalah usaha menciptakan suasana belajar bagi siswa secara optimal. Yang menjadi pusat perhatian dalam proses belajar-mengajar ialah siswa atau peserta didik. Pendekatan ini menghasilkan strategi yang disebut student centre strategies, strategi belajar-mengajar yang berpusat pada peserta didik. Tujuan mengajar adalah membelajarkan siswa. Membelajarkan siswa berarti meningkatkan kemampuan siswa untuk memproses, menemukan, dan menggunakan informasi bagi pengembangan dirinya dalam konteks lingkungannya.
Kalau diperhatikan secara lebih seksama, baik guru maupun peserta didik, mempunyai peranan yang sama penting dalam mewujudkan kegiatan belajar-mengajar di kelas. Dalam upaya perwujudan kegiatan belajar mengajar, maka guru dan siswa keduanya adalah manusia yang pada hakikatnya adalah makhluk yang sama. Perbedaannya terletak pada fungsi dan peranan masing-masing. Guru bukanlah orang yang serba mengetahui, dan siswa bukanlah orang yang serba tidak tahu. Guru mempunyai kelebihan tertentu yang harus digunakan untuk membelajarkan siswa. Pendekatan yang demikian ini kita sebut pendekatan manusiawi (humanistik). Guru dan peserta didkmkeduanya adalah manusia yang menjadi fokus dari strategi belajar-mengajar. Pendekatan humanistik tersebut lebih menitik beratkan manusia sebagai individu. Guru secara individual sebagai pihak yang menyampaikan ilmu dan siswa secara individual melakukan kegiatan belajar untuk membentk selfconcept bagi dirinya.
Moh. Amin dalam bukunya Humanistic Education menyebut tiga dalil utama dalam pendekatan ini, yaitu:1). Ersepsi dari seorang individu pada setiap saat menentukan tingkah lakunya; 2). Persepsi-persepsi tentang dirinya adalah lebih penting daripada persepsi-persepsi lainnya yang ada; 3). Manusia lebih terkait dalam usaha terus-menerus untuk self-fulfilment.[25] Berdasarkan ketiga dalil tersebut, peranan guru dalam kegiatan belajar-mengajar ialah usaha secara terus menerus untuk membantu peserta didik membangun konsep bagi diri nya sendiri. Untuk maksud tersebut maka potensi-potensi yang dimiliki peserta didik perlu diketahui, dirangsang, dan dikembangkan. Pendekatan yang demikian disebut pendekatan humanistik.
Strategi belajar-mengajar sangat dipengaruhi oleh pendekatan terhadap pendidikan pendidikan. Suatu strategi belajar-mengajar yang telah dipilih dengan pendekatan tertentu, memerlukan seperangkat metode pengajaran untuk melaksanakannya. Selanjutnya untuk melaksanakan suatu metode pengajaran itu diperlukan juga seperangkat keterampilan yang relevan.
3.      Komponen Strategi Pembelajaran
Pengertian tentang mengajar tergantung dari persepsi guru tentang mengajar. Kalau belajar adalah mnerima pengetahuan, maka mengajar ialah memberi pengetahuan. Kalau belajar adalah memiliki keterampilan, maka mengajar adalah melatih keterampilan.
Dalam tesis ini, belajar diartikan sebagai usaha untuk mengubah tingkah laku. Belajar adalah suatu proses yang berlangsung di dalam diri seseorang yang mengubah tingkah lakunya, baik tingkah laku dalam berpikir, bersikap, dan berbuat. Mengajar adalah usaha untuk menciptakan sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar yang terarah pada tujuan tertentu. W. Gulo merinci komponen-komponen strategi pembelajaran menjadi tujuh, yaitu: 1). Tujuan pengajaran; 2). Guru; 3). Peserta didik; 4). Materi pelajaran; 5). Metode pengajaran; 6). Media pengajaran; 7). Faktor administrasi dan finansial.[26]
Tujuan pengajaran merupakan acuan yang dipertimbangkan untuk memilih strategi belajar-mengajar. Tujuan pengajaran yang berorientasi pada pembentukan sikap tentu tidak akan dapat dicapai jika strategi belajar-mengajarberorientasi pada dimensi kognitif. Masing-masing guru berbeda dalam pengalaman pengetahuan, kemampuan menyajikan pelajaran, gaya mengajar, pandangan hidup, maupun wawasannya. Perbedaan ini mengakibatkan adanya perbedaan dalam pemilihan strategi belajar-mengajar yang digunakan dalam program pengajaran.
Didalam kegiatan belajar-mengajar, peserta didik mempunyai latar belakang yang berbeda-beda, baik lingkungan sosial, lingkungan budaya, gaya belajar, keadaan ekonomi, dan tingkat kecerdasan. Masing-masing berbeda-beda pada setiap peserta didik. Makin tinggi kemajemukan masyarakat, makin besar pula perbedaan atau variasi ini di dalam kelas. Hal ini perlu dipertimbangkan dalam menyusun suatu strategi belajar-mengajar yang tepat. 
Materi pelajaran dapat dibedakan antara materi formal dan materi informal. Materi formal adalah isi pelajaran yang terdapat dalam buku teks resmi (buku paket) di sekolah, sedangkan materi informal ialah bahan-bahan pelajaran yang bersumber dari lingkungan sekolah yang bersangkutan. Bahan-bahan yang bersifat informal ini dibutuhkan agar pengajaran itu lebih relevan dan aktual. Komponen ini merupakan salah satu masukan yang tentunya perlu dipertimbangkan dalam strategi belajar-mengajar.
Ada berbagai metode pengajaran yang perlu dipertimbangkan dalam strategi belajar-mengajar. Ini perlu, karena ketepatan metode akan mempengaruhi bentuk strategi belajar-mengajar.
Media, termasuk sarana pendidikan yang tersedia, sangat berpengaruh terhadap pemilihan strategi belajar mengajar. Keberhasilan program pengajaran tidak tergantung dari canggih tidaknya media yang digunakan, tetapi dari ketepatan dan keefektifan media yang digunakan oleh guru.
Termasuk dalam komponen ini ialah jadwal pelajaran, kondisi gedung dan ruang belajar, yang juga merupakan hal-hal yang tidak boleh diabaikan dalam pemilihan strategi belajar-mengajar.
Apabila komponen tujuan pengajaran dikeluarkan dari ketujuh komponen tersebut, maka keenam komponen lainnya merupakan masukan yang dalam proses belajar-mengajar berinteraksi. Keberhasilan dalam pencapaian tujuan tujuan pengajaran tergantung pada mutu masing-masing masukan dan cara memprosesnya dalam kegiatan belajar-mengajar.
Kondisi masing-masing komponen masukan itu berbeda-beda pada setiap lembaga pendidikan, sedangkan tujuan pengajaran yang dituntut oleh kurikulum relatif sama, karena kurikulum yang digunakan adalah kurikulum yang telah disamakan pada tingkat nasional. Oleh karena itu, jika kita ingin mencapai suatu standar mutu yang sama, maka perlu diperhatikan keenam komponen masukan dalam strategi belajar-mengajar. Tidak ada satu strategi belajar-mengajar yang sama untuk satu mata pelajaran di semua sekolah, bahkan untuk mata pelajaran yang sama di sekolah yang sama dan di kelas yang sama pada semester yang berbeda. Komponen-komponen itu selalu mengalami perubahan, terutama komponen peserta didik.
4.      Jenis-jenis Strategi Belajar-mengajar
Strategi belajar-mengajar dapat dikelompokkan ke dalam beberapa jenis, tergantung dari segi apa kita mengelompokkannya. Ada strategi belajar-mengajar yang dikelompokkan berdasarkan komponen yang mendapat tekanan dalam program pengajaran. Strategi belajar-mengajar, ada yang berpusat pada guru (teacher oriented), berpusat pada peserta didik (student oriented), dan berpusat pada materi pengajaran (subject oriented).
Habib Thoha menguraikan strategi belajar mengajar dari kegiatan pengelolaan pesan atau materi dalam dua jenis, yaitu:
1). Strategi belajar-mengajar ekspositori dimana guru mengolah secara tuntas pesan/materi sebelum disampaikan di kelas sehingga menerima saja; 2). Strategi belajar-mengajar dapat pula dilihat dari cara pengolahan atau memproses pesan atau materi. Dari segi ini, strategi belajar-mengajar dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu: 1). Strategi belajar-mengajar deduksi dan induksi.[27]

Strategi belajar-mengajar deduksi yaitu pesan diolah mulai dari umum menuju kepada yang khusus, dari hal-hal yang abstrak kepada hal-hal yang kongkret, dari konsep-konsep yang abstrak kepada contoh-contoh yang kongkret. Sedangkan strategi belajar-mengajar induksi, yaitu pengolahan pesan yang dimulai dari hal-hal yang khusus menuju kepada hal-hal yang umum, dari peristiwa-peristiwa yang bersifat individual menuju kepada generalisasi, dari pengalaman-pengalaman empiris yang individual menuju kepada konsep yang bersifat umum.
Mengajar sebagai usaha untuk menciptakan situasi lingkungan yang membelajarkan peserta didik, menuntut strategi belajar-mengajar heuristik. Dengan strategi heuristik, diharapkan peserta didik dapat memproses sendiri penemuannya melalui stimulasi dan pengarahan dari guru. Karena itu, dilihat dari cara memproses penemuan maka strategi belajar-mengajar dibedakan atas strategi ekspositori dan strategi discovery.

B.     UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) Dan Sistem Evaluasi Pendidikan

1.    Pengertian Evaluasi
Secara leksikal, kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation yang berarti penilaian atau penaksiran.[28] Sedangkan secara terminologis, kata evaluasi berarti kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu obyek dengan menggunakan instrument (alat) dan hasilnya dibandingkan dengan tolok ukur untuk memperoleh kesimpulan. Anne Anastasi mengartikan evaluasi sebagai: “A systematic process of determaining the extent to which instructional objectives are achieved by pupils.[29] Yang artinya suatu proses yang sistematis dalam menentukan jangkauan atau tujuan instruksional yang dicapai oleh murid-murid. Dengan demikian dapat dipahami bahwa evaluasi bukan sekedar menilai suatu aktivitas secara spontan dan insidental, melainkan merupakan kegiatan untuk menilai sesuatu secara terencana, sistematik, dan terarah berdasarkan atas tujuan yang jelas.
Kegiatan evaluasi memerlukan penggunaan informasi yang diperoleh melalui pengukuran. Evaluasi memerlukan penggunaan informasi yang diperoleh melalui pengukuran maupun dengan cara lain untuk menentukan pendapat dan membuat keputusan-keputusan pendidikan, yang tentu saja akan dipengaruhioleh kesan pribadi dan sistem nilai yang ada pada si pembuat keputusan.[30] Istilah-istilah lain yang sering dipergunakan untuk pengertian yang serua dengan evaluasi, yaitu pengukuran (measurement), penaksiran (assesment), dan test. Ketiga istilah tersebut kadang-kadang dipergunakan scara bergantian dan dianggap memiliki pengertian yang sama, walau sebenarnya ketiganya memiliki pengertian yang berbeda-beda. Menurut Edwin Wondt dan G.W. Brown, measurement  diartikan sebagai proses untuk menentukan luas atau kuantitas tertentu, dengan pengertian lain yaitu sebagai usaha untuk mengetahui keadaan sesuatu seperti adanya yang dapat dikuantitaskan, hal ini dapat diperoleh dengan jalan tes atau cara lain.[31] Hasil suatu pengukuran belum banyak memiliki arti sebelum ditafsirkan dengan jalan membandingkan hasil pengukuran dengan standar atau patokan yang telah ditentukan sebelumnya.
Dalam penilaian patokan itu dapat berupa batas minimal kompetensi materi pelajaran yang harus dikuasai, atau rata-rata nilai yang diperoleh oleh kelompok. Sebagai contoh, siswa yang memperoleh skor angka tujuh, dapat berartimemiliki nilai rendah apabila apabila dibandingkan dengan rata-rata kelompok yang mencapai skor nilai sembilan, tetapi nilai tersebut dapat berarti tinggi apabila dibandingkan dengan batas lulus yang hanya dibutuhkan angka lima misalnya.
Pengertian test lebih ditekankan pada penggunaan alat pengukuran. Menurut Cronbach, test yaitu: ”… a systematic procedure for observing a person’s behaviour and describing it with the aid of a numerical scale or a category system”.[32] (Prosedur yang sistematis untuk mengamati tingkah laku seseorang dan menggambarkannya dengan sarana sekala atau ukuran yang berbentuk angka atau suatu system kategori). Sedangkan menurut Sumadi Suryabrata, test yaitu: “Pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab dan atau perintah-perintah yang harus dijalankan, yang mendasarkan bagaimana testee menjawab pertanyaan-pertanyaan atau melakukan perintah-perintah itu penyelidik mengambil kesimpulan dengan cara membandingkannya dengan standar atau testee yang lain”.[33] Dilihat dari pengertian yang kedua, test memiliki arti yang sama dengan evaluasi dan memiliki pengertian yang lebih luas apabila dibandingkan dengan pengertia ukuran. Chabib Thoha mengatakan bahwa unsur-unsur pokok yang harus ada dalam kegiatan pengukuran adalah:
1). Adanya obyek yang diukur, 2). Adanya tujuan pengukuran, 3). Adanya alat ukur, 4). Proses pengukuran, dan 5). Hasil pengukuran yang bersifat kuantitatif. Adapun unsur-unsur pokok yang harus ada dalam pengukuran disamping kelima unsur tersebut, juga harus mencakup : 1). Adanya standar yang dijadikan pembanding, 2) Adanya proses perbandingan antara hasil pengukuran dengan standar, dan 3). Adanya hasil penilaian yang bersifat kuantitatif.[34]

Pengertian assesment tidak sampai pada taraf evaluasi, melainkan sekedar mengukur dan mengadakan estimasi terhadap hasil pengukuran. Apabila dilihat dari prosedur kerjanya, penilaian memiliki pengertian yang hampir sama dengan kegiatan research.  Keduanya sama-sama merupakan kegiatan untuk memperoleh gambaran tentang keadaan suatu obyek melalui proses penelaahan secara logik dan sistematik, membutuhkan data empirik untuk membuat kesimpulan, dan menuntut syarat keahlian tertentu bagi pelakunya. Perbedaannya, penelitian hampir selalu dimulai dari kesadaran tentang adanya problem, bertujuan untuk mengembangkan prinsip-prinsip baru melalui proses generalisasi, dan dengan mengadakan analisis hubungan antar variabel, tetapi dalam penilaian perhatian utamanya tidak dimulai dari adanya kesadaran terhadap adanya problema kependidikan, melainkan karena adanya proses pendidikan. Analilis yang dikembangkan tidak sekedar mencari hubungan antar variabel, melainkan mencari koherensi  antara tujuan, proses, dan pencapaian tujuan pada setiap program pendidikan. Penilaian juga tidak berkepentingan terhadap generalisasi, namun memperhatikan aspek prediktif dari hasil evaluasi.
Penelitian memiliki pengertian yang lebih luas daripada evaluasi. Oleh karena itu evaluasi pendidikan dapat berfungsi sebagai  bagian dari penelitian yang sering disebut dengan action research yaitu suatu proses penelitian yang hasil-hasilnya selalu dipakai untuyk memperbaiki pelaksanaan pross, kemudian diadakan penelitian ulang, yang hasilnya diupkai menyempurnakan lagi kegiatan tersebut, begitu setrusnya.
2.    Tujuan Dan Fungsi Evaluasi
Menurut David McKay, ada tiga alasan mengapa dalam kegiatan pendidikan selalu memerlukan evaluasi. Pertama, apabila dilihat dari pendekatan proses, dalam kegiatan pendidikan ada hubungan interdepedensi antara  tujuan pendidikan, proses belajar mengajar dan prosedur evaluasi.[35] Tujuan pendidikan akan mengarahkan bagaimana pelaksanaan proses belajar-mengajar yang seharusnya dilaksanakan, sekaligus merupakan kerangka acuan untuk melaksanakan kegiatan hasil evaluasi hasil belajar. Pelaksanaan pelaksanaan belajar-mengajar juga berkepentingan akan adanya perumusan tujuan yang baik, dan prosedur evaluasi haruslah memperhatikan pelaksanaan proses belajar-mengajar. Ketiga proses interaksi tersebut digambarkan sebagai berikut:
 





 Chabib Thoha mengemukakan bahwa evaluasi memiliki dua kepentingan, yaitu untuk mengetahui apakah tujuan pendidikan sudah tercapai dengan baik, dan untuk memperbaiki serta mengarahkan pelaksanaan proses belajar-mengajar.[36]
Alasan kedua yaitu bahwa kegiatan mengevaluasi terhadap hasil belajar merupakan salah satu ciri dari pendidik profesional. Satu pekerjaan dipandang memerlukan kemampuan profesional apabila pekerjaan tersebut memerlukan pendidikan lanjut (advanced education) dan latihan khusus (special training). Menurut pendapat Soediyarto, pekerjaan pendidik profesional meliputi: “menyusun rencana belajar-mengajar, mengorganisasikan, menata, mengendalikan, membimbing dan membina terlaksananya proses belajar-mengajar secara relevan, efisien, dan efektif, menila program dan hasil belajar, dan mendiagnosis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan proses belajar-mengajar.[37]
Ketiga, apabia dilihat dari pendekatan kelembagaan, kegiatan pendidikan adalah merupakan kegiatan manajemen, yang meliputi kegiatan planning, programming, organizing, actuating, controlling dan evaluating. Dua hal yang terakhir ini hampir merupakan titik lemah dalam manajemen tradisional yang menganggap bahwa fungsi kontrol dan evaluasi pada setiap proses termasuk pendidikan, dianggap sebagai upaya mengurangi kebebasan dan kemerdekaan para pelaksana kegiatan tersebut. Padahal apabila kedua fungsi manajemen tersebut tidak dilaksanakandengan baik hampir dapat dipastikan bahwa apabila dalam pelaksanaan program terjadi penyimpangan dan pengorganisasian yang tidak sesuai dengan karakteristik program, maka tujuan tidak akan tercapai. Oleh karena itu berdasarkan tiga alasan utama tersebut di atas, evaluasi sangat diperlukan dalam duna pendidikan, baik ditinjau dari segi profesionalisme tugas pendidikan, proses dan manajemen pendidikan itu sendiri mengharuskan adanya aktivitas evaluasi.
3.    UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional)
UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) (UN) pada pelaksanaan kurikulum 1994  dilaksakan untuk menjamin mutu (quality assurance) terhadap hasil belajar siswa secara komprehensif yang bahannya baik disiapkan oleh Pusat (Diknas). Sedangkan waktu pelaksanaannya delakukan secara serentak yang mencakup seluruh provinsi dan sekolah Indonesia di luar negeri. Hasil UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) menjadi pertimbangan dalam menentukan kelulusan siswa.
Evaluasi pendidikan secara nasional dilakukan oleh Kementerian Pendidikan Nasional melalui kegiatan yang disebut dengan UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) (UN).  Pada tahun pelajaran 2010/2011, mata pelajaran yang menjadi kriteria kelulusan siswa dari suatu lembaga pendidikan yaitu: (a). menyelesaikan seluruh program pembelajaran; (b). memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran, yang terdiri atas: 1) kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia; 2) kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian; 3) kelompok mata pelajaran estetika, dan 4) kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan; c. lulus US untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; dan d. lulus UN (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 45 Tahun 2010 Pasal 2).
Selanjutnya secara teknis pada Pasal 5 dijelaskan pula bahwa peserta didik dinyatakan lulus US/M SMP/MTs, SMPLB, SMA/MA, SMALB, dan SMK apabila peserta didik telah memenuhi kriteria kelulusan yang ditetapkan oleh satuan pendidikan berdasarkan perolehan nilai sekolah/madrasah (S/M). Nilai S/M sebagaimana diperoleh dari gabungan antara nilai US/M dan nilai rata-rata rapor semester 3, 4, dan semester 5 untuk SMA/MA, SMALB dan SMK dengan pembobotan 60% (enam puluh persen) untuk nilai US/M dan 40% (empat puluh persen) untuk nilai rata-rata rapor. PD pasal 6 dikemukakan pula bahwa Kelulusan peserta didik dalam UN ditentukan berdasarkan NA. NA diperoleh dari nilai gabungan antara Nilai S/M dari mata pelajaran yang diujinasionalkan dan Nilai UN, dengan pembobotan 40% (empat puluh persen) untuk Nilai S/M dari mata pelajaran yang diujinasionalkan dan 60% (enam puluh persen) untuk Nilai UN. Sehingga peserta didik dinyatakan lulus UN apabila nilai rata-rata dari semua NA mencapai paling rendah 5,5 (lima koma lima) dan nilai setiap mata pelajaran paling rendah 4,0 (empat koma nol). Dan yang lebih menggembirakan pada pasal 7 disebutkan bahwa kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan ditetapkan oleh setiap satuan pendidikan melalui rapat dewan guru berdasarkan kriteria kelulusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
Walau demikian standar nilai kelulusan yang demikian itu masih saja melahirkan keresahan tidak saja pada siswa tetapi juga para guru dan orangtua. Selama ini nilai raport yang saat ini juga menjadi dasar kelulusan telah ditentukan oleh apa yang disebut dengan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). Dari sekian banyak sekolah/madrasah ada yang telah menentukan nilai KKM di bawah angka 7, padahan dengan batas kelulusan 5,5 dan tidak boleh ada nilai kurang dari 4,0 sesungguhnya juga meminta adanya nilai KKM pada batas aman untuk kelulusan siswa yaitu sebesar 7,78. Adanya standar kelulusan yang demikian pada tahun ini  mau tidak mau membelalakkan mata instansi pendidikan untuk segera melakukan evaluasi ekstra keras terhadap kinerjanya selama ini. Kegiatan evaluasi seyogyanya menjadi bagian yang melekat dalam proses pendidikan sehingga diharapkan pencapaian nilai pun dapat dikejar secara maksimal.









BAB  III
UPAYA MTS NEGERI WONOSOBO DALAM MENINGKATKAN
PRESTASI BELAJAR MATA PELAJARAN UN

A.    Gambaran Umum MTs Negeri Wonosobo
1.  Sejarah Berdirinya MTs Negeri Wonosobo
Sejarah singkat berdirinya MTs Negeri Wonosobo dimulai ketika seorang ulama karismatik bernama KH. Masdain Amin (adik Hadlotusy Syekh KHR. Arwani Amin) pada tahun 1940 mendirikan TK Banat NU sebagai awal cita-cita mencetak kader-kader muslimah yang diharapkan siap memimpin umat . dimasa yang akan dating. Selanjutnya pada  tahun 1952 berdiri MI/SD Banat NU, tahun 1957 berdiri MTs Banat NU. Baru pada tanggal 3 Januari 1972 berdiri MA Banat NU, dengan awal siswa 7 siswa. Tahun demi tahun berkembang sehingga saat ini tahun pelajaran 2010/2011 tertampung 942 (Sembilan ratus empat puluh dua) peserta didik.
Awal mula pendiri Madrasah Banat NU adalah KH. Masda’in Amin dibantu oleh KH. Ahdlori Utsman, H. Zainuri Noor, H. Noor Dahlan dan Rodli Millah, semuanya tergabung dalam pengurus Madrasah Banat. Adanya tuntutan perkembangan jaman maka pada tahun 1981 dibentuk Yayasan Pendidikan Banat Nomor 45/81.     
Dengan kepengurusan Yayasan Pendidikan Banat perkembangan Madrasah dari tahun ke tahun cukup bertambah baik, diminati oleh masyarakat dengan tamatan yang bisa diterima di masyarakat. Perguruan tinggi negeri maupun swasta, perguruan tinggi agama maupun umum sempat diisi oleh alumni Madrasah Banat NU Kudus.
Perkembangan zaman berjalan sesuai dengan kondisi dan alur umat. Tahun 2002 lembaga-lembaga pendidikan yang dikelola oleh yayasan-yayasan warga NU mempersiapkan diri untuk menyatu dalam perkumpulan jam’iyyah Nahdlatul Ulama (NU) yang oleh PBNU penggabungnya didelegasikan kepada Pengurus Cabang Jam’iyyah NU, dengan SK PC NU Kabupaten Wonosobo Nomor : PC.11-07/362/SK/XII/2002 tertanggal 16 Desember 2002. Dengan demikian, secara resmi Badan Pelaksana Pendidikan Ma’arif NU (BPPM NU Banat) berkewajiban menyelenggarakan pendidikan Madrasah Aliyah (MA). NU Banat Kudus meneruskan Yayasan Pendidikan Banat Kudus.
Sesuai dengan Keputusan Men.Ag. No. 371 Tahun 1993 Tentang Madrasah Aliyah Keagamaan, maka pada tahun 1994 MTs Negeri Wonosobo membuka Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK). Sesuai dengan persyaratan MAK yang harus menyediakan asrama (boarding school) maka hanya mampu menerima peserta didik yang terbatas, yaitu satu ruang pada setiap tahu pelajaran.
Cita-cita awal berdirinya yaitu untuk membekali wanita-wanita Islam agar berpengetahuan Islam yang amali dan mampu memimpin wanita-wanita Islam untuk hidup maju bersama masyarakat yang lain, melangkah untuk memenuhi tuntutan-tuntutan yang zamani dan mampu berkompetisi positif dengan lembaga-lembaga yang lain, siap melaksanakan program pengembangan fisik maupun non fisik. Pada tahun 1998 MA Banat NU memperoleh prestasi nasional juara III dalam Hari Amal Bakti  Departemen Agama RI dengan SK Dirjen Bimgurais tanggal 28 Desember 1998 No. E. IV/PP. (X)/KEP/01/1999.
Tahun 2004 MA NU Banat memperoleh prestasi nasional juara II dalam HAB Depag RI dengan SK Menteri Agama RI tanggal 2 Januari 2004. MA NU Banat, pemenang harapan Nasional dengan SK Menteri Agama RI No. 561.
       MTs Negeri Wonosobo sampai dengan tahun plajaran 2010/2011 membuka 4 program yaitu : Prog. Ilmu Keagamaan, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial dan Program Bahasa. Guna memenuhi tuntutan zamani yang serasi dengan kebutuhan masyarakat, saat ini sedang mengembangkan program ketrampilan berbahsa asing Arab/ Inggris dan ketrampilan tata boga sebagai extra kurikuler terprogram untuk menyongsong tafaqqud fiddin dengan perwujudan dan pengembangan Pondok Pesantren Yanaabi’ul Ulum Warrohmah. Oleh karena itu MTs Negeri Wonosobo sebagai wadah positif mencetak kader-kader muslimah yang ilmiah, beramaliah, bertaqwa dan terampil, siap hidup dimasyarakat global. Melengkapi dinamika pendidikan yang berkembang saat in, kami membuka program unggulan untuk memfasilitasi prestasi peserta didik.
2.  Letak Geografis Madrasah
Kota Kudus terletak sekitar 52 km sebelah utara kota Semarang atau 30 km sebelah utara kota Demak, sekitar 25 km sebelah timur kota Jepara, dan sekitar 25 km sebelah barat kota Pati. Kudus merupakan salah satu kota yang terletak dipersimpangan antara Semarang dan Surabaya. Kota ini dikenal dengan kota industri, kota kretek, dan kaya budaya yang bernuansa Islami terbukti banyaknya peninggalan bangunan-bangunan purbakala dan adat istiadat Islami yang masih melekat pada diri penduduk kota Kudus. Oleh karena itu, di kota ini banyak didirikan lembaga-lembaga pendidikan Islam dan pondok pesantren.
MTs Negeri Wonosobo dan Pondok Pesantren Yanaabiiul ‘Ulum Warrahmah terletak sekitar 1,5 km dari pusat kota, tepatnya di jalan KHR. Arwani Amin Kajan Krandon. Madrasah tersebut berdiri di atas tanah wakaf seluas 5253 m2. Pondok Pesantren yang terdapat di Kudus berjumlah sekitar 84 buah dan Madrasah Aliyah yang berjumlah sekitar 24 buah. MTs Negeri Wonosobo merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam dan yang sekaligus memiliki pondok pesantren.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menjelang masuknya globalisasi tidak dapat kita hindari, dan akan mewarnai masyarakat Indonesia. Perubahan amat besar dalam pola dan tata hidup masyarakat, akan mempengaruhi wawasan masyarakat, tidak ketinggalan pula input Madrasah Aliyah dan tata hidup segenap komponen ketenagaan di madrasah akan diwarnai oleh tata hidup reformasi, informasi dan globalisasi.
Oleh karena itu, penanggung jawab pendidikan terus melangkah, membekali dan mencetak kehidupan yang layak, serasi berdampingan dengan siapa saja dan di mana saja mereka mendapat tempat. Lulusan MTs Negeri Wonosobo diciptakan untuk menjadi warga negara Indonesia yang mantap iman dan takwanya kepada Allah, berpengetahuan luas, berketrampilan, berkepribadian baik, mandiri, sehat jasmani rohani serta memiliki rasa tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungannya.
Peningkatan mutu pendidikan seiring dengan tuntutan zaman tanpa melupakan jati diri sebagai Madrasah Aliyah yaitu insan yang berwawasan Islami, berperilaku Islami, bertata hidup dengan cara Islami, trampil, berkemampuan teknologi, berbasis ilmu pengetahuan akademik setara dengan lulusan SMU yang berkualitas. Madrasah NU Banat Kudus menyadari akan kekurangan di beberapa bidang itu merencanakan pengembangan peningkatan mutu madrasah untuk menghadapi dan menyongsong masa depan yang kompetitif menuju madrasah yang berdaya guna dan berhasil guna. Oleh karena itu, restrukturisasi pendidikan sehingga lebih adaptatif terhadap perubahan zaman terus dilakukan, penyempurnaan dan renovasi baik secara fisik maupun teknik kependidikan sehingga MTs Negeri Wonosobo sekarang sudah memperoleh sertifikat ISO 9001:2000.  

3.  Visi, Misi dan Tujuan Madrasah
a. Visi Madrasah
Terwujudnya Madrasah putri sebagai pusat keunggulan yang mampu menyiapkan dan mengembangkan SDM yang berkualitas di bidang Iman dan Taqwa (IMTAQ) dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang Islamy dan Sunny.
b. Misi Madrasah
Menyelenggarakan pendidikan yang berorientasi kualitas, baik akademik, moral maupun sosial sehingga mampu menyiapkan dan mengembangkan SDM berkualitas di bidang IMTAQ dan IPTEK dalam rangka mewujudkan baldatun thayyibatun warabbun ghafur.
c. Tujuan Madrasah
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional NO. 20 Tahun 2003, menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Jadi, tujuan madrasah adalah untuk membekali siswa agar :
1).  Mampu memahami ilmu agama dan umum.
2).  Mampu mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dalam kehidupan sehari-hari.
3).  Memiliki ilmu ketrampilan sebagai bekal hidup di masyarakat.
4). Mampu berkomunikasi sosial dengan modal bahasa asing praktis (Bahasa Arab dan Bahasa Inggris).
5). Mampu memahami ilmu-ilmu yang dibutuhkan untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi.
Berdasarkan tujuan-tujuan tersebut di atas, maka dapat dikatakan ada relevansi yang sangat signifikan antara UUSPN (Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional) dengan tujuan madrasah yang sangat mulia tersebut. Tujuan pendidikan agama Islam ditekankan pada terbentuknya manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa seperti yang tersirat dalam visi, misi, dan tujuan MTs Negeri Wonosobo. Adapun indikator keunggulannya, antara lain:
1). Program bahasa: Hasil kelulusan 26 siswa dari peserta didik 71 siswi (dari 2 kelas), memperoleh nilai 10 untuk mata pelajaran bahasa Arab. Walaupun dalam UN tahun 2007/2008 pada program bahasa terdapat dua siswa yang tidak lulus, namun nilai bahasa Arab mereka masih di atas nilai rata-rata yaitu 5,8 dan 7,0. Sedangkan nilai siswi selebihnya rata-rata 8 dan 9. 
2). Ketrampilan praktis: selain bahasa Arab, madrasah juga unggul dalam  bahasa Inggris, kitab kuning, dan kewanitaan.
3). Ketrampilan pilihan: kaligrafi juara 1 Jawa Tengah, masuk pospenas di Samarinda, qira’ah seni.
4). Ponpes terpadu: fiqh amaly, fiqh kitab kuning dengan materi sesuai dengan kompetensi dasar.
5). Sarana prasarana: laboratorium bahasa, laboratorium IPA, laboratorium multimedia, perpustakaan digital, audio video untuk supervise.
6). TOT: Training Of Trainer kelas X, XI, XII.
TOT dilaksanakan dua tahap dalam satu tahun. Sebelum ujian semester kemarin sudah dua kali dilakukan TOT dalam waktu seminggu. Kegiatan tersebut diwajibkan bagi seluruh siswa baik kelas X,XI, maupun XII. Tujuan dari TOT ini adalah untuk pemberdayaan anak yang bersifat signifikan yang dapat menuntun anak agar dapat menjadi tutor bagi temannya sendiri di kelas. TOT dipandu oleh guru mata pelajaran yang bersangkutan dengan cara memberi pelatihan baik materi maupun teknisnya.
Proses TOT adalah dengan cara mengelompokkan siswa sesuai kapasitas dan kelebihan yang dimiliki anak pada mata pelajaran tertentu, yang tiap kelompok rata-rata 7 anak. Biasanya wali kelas mengelompokkan dan memilihkan mata pelajaran yang cocok buat anak berdasarkan hasil nilai ujian semester anak, di sini anak diarahkan untuk menjadi tutor sebaya (teman sekelas).

4. Struktur Organisasi
Struktur organisasi diartikan sebagai pola hubungan komponen atau bagian suatu organisasi. Struktur merupakan sistem formal hubungan kerja yang membagi dan mengkoordinasikan tugas orang dan kelompok agar tujuan dapat tercapai. Struktur juga dapat diartikan mekanisme organisasi. Pada struktur ditentukan apa yang harus dikerjakan oleh setiap personalia dan di sini pula akan tampak pekerjaan-pekerjaan yang dapat digabungkan di bawah satu pimpinan.
Sedangkan struktur organisasi adalah tugas-tugas yang diterima oleh setiap personalia, dengan siapa mereka bekerja sama, dengan siapa mereka mengadakan interaksi, dan kepada siapa mereka melaporkan hasil kerjanya. Hubungan kerja di sini sudah jelas yaitu berupa kerjasama, interaksi dan pelaporan. Kerjasama akan terjadi terutama dengan personalia dalam sub unit kerja, sebab isi atau sifat pekerjaan mereka hampir sama. Interaksi akan terjadi secara vertikal dan horizontal terutama terhadap sub unit atau unit kerja yang lain.
Berdasarkan definisi tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa struktur organisasi adalah mekanisme kerja organisasi yang menggambarkan unit-unit kerjanya dengan tugas-tugas individu didalamnya beserta kerjasamanya dengan individu-individu lain dan hubungan antara unit-unit kerja itu baik secara vertikal maupun horizontal.
Adapun struktur organisasi MTs Negeri Wonosobo tahun pelajaran 2010/2011 adalah sebagai berikut: [38]
Penasehat BPPMNU                               : KH. Sya’roni Achmadi
                                                                    KH. Moh. Ulin Nuha Arwani
                                                                    KH. Ma’ruf Irsyad
                                                                    H. Rodli Suhari
                                                                    HM. Noor Cholis
                                                                    Hj. Zumrotuz Zakiyah
                                                                    Hj. Munichah
Ketua BPPMNU                                      : KH. Ma’shum AK
Kepala Madrasah                                      : Drs. H. Moh. Said Muslim
Bagian-bagian
1. Bagian Kurikulum MA                        : Dra. Sri Roychanah
2. Bagian Kurikulum Pondok Pesantren : Shohibul Huda AH
3. Bagian Kesiswaan                               : Yusniati, S.H., S.Pd.
4. Bagian Sarpras                                      : Drs. Subchan
5. Bagian Humas/Agama                         : Moh. Amin, S.Ag.
Kaprog. IPA                                             : Dra. Siti Nurasiyah
Kaprog. IPS                                              : Halimah, S.E.
Kaprog. Bahasa                                         : Tri Mastutiningsih, S.Pd.
Kaprog. Agama                                         : Chasanah, S.Ag.
Kepala Tata Usaha                                  : Nur Imamah, S.Pd.
Koordinator BK                                        : Dra. Chofiyannida
Kepala Perpustakaan                               : Dra. Ina Laili
Apabila struktur organisasi tersebut digambarkan ke dalam sebuah bagan, maka dapat dilihat pada bagan struktur organisasi MTs Negeri Wonosobo seperti di bawah ini.
STRUKTUR  ORGANISASI
MTS NEGERI WONOSOBO (TERAKREDITASI : A)
                                                                                            
KEMENTERIAN AGAMA
 
BPPMNU BANAT KUDUS
 
LP. Ma’arif NU

 
Kepala Madrasah
 
Majlis Madrasah
( Komite Sekolah )
 
Kepala Tata Usaha
 
BK
 
Waka. Kurikulum
 
Waka. Kesiswaaan
 
Waka Sarpras
 
Waka. Humas/Agm
 
Kaprog. IPA
 
Kaprog. IPS
 
Kaprog. Agama
 
Kaprog. BHS
 
Wali Kelas XII
 
Wali Kelas XI
 
Wali Kelas X
 
Guru = 84
 
OSIS
 
Peserta Didik = 903
 


















Keterangan :
                                         = Garis Koordinatif
                                         = Garis Instruktif
Berdasarkan struktur organisasi di atas dapat dilihat bahwa kepala madrasah dalam hal ini mempunyai tugas koordinatif dan instruktif kepada wali-wali kelas yang dapat dilihat dalam bagan tersebut di atas, dan kepala sekolah juga berkududukan sebagai top management (manajer puncak), yang harus memberikan bukti ikrar pelibatannya pada pengembangan dan penerapan sistem manajemen mutunya dan terus-menerus memperbaiki keefektifannya dengan cara: 1). Menyampaikan ke organisasi pentingnya memenuhi persyaratan pelanggan serta undang-undang dan peraturan; 2). Menetapkan kebijakan mutu; 3). Memastikan sasaran mutu ditetapkan; 4). Melakukan tinjauan manajemen; 5). Memastikan tersedianya sumber daya.
Kepala madrasah mengepalai semua bagian unit kerja dengan dibantu oleh wakil manajemen mutu yang sekarang berkedudukan di bagian waka kurikulum. Tanggung jawab wakil manajemen dapat mencakup sebagai penghubung dengan pihak luar dalam masalah yang berkaitan dengan sistem manajemen mutu. Mekanisme kerja yang dapat dilihat dari struktur organisasi yaitu dengan diadakan koordinasi kerja tiap hari senin jam pelajaran pertama dan kedua bagi kepala madrasah serta kepala bagian yang lain (yang tercantum dalam struktur organisasi), dalam hal ini kepala madrasah memiliki job description dengan melaksanakan instruksi (SK) dari yayasan BPPMNU Banat Kudus. Kepala di sini tidak mempunyai hak untuk membuat undang-undang, yang memiliki AD/ART adalah BPPMNU Banat Kudus sehingga semua keputusan berasal dari atasan (yayasan).
Majelis madrasah (komite madrasah) didalamnya terdiri dari  masyarakat yang selalu dimintai pertimbangan oleh kepala madrasah dalam hal untuk mengambil kebijakan umum. Ketua majelis madrasah pada saat ini adalah H. Guntur, SE. dan rapat (musyawarah) dilakukan dua kali dalam setahun. Majelis madrasah adalah tempat musyawarah yang membahas tentang program dan masalah madrasah, agar dapat dijadikan patokan dalam mengambil kebijakan yang bersifat insidental, Seperti: UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) (UN), kegiatan-kegiatan madrasah yang ada hubungannya dengan masyarakat, dan sebagainya. 
5. Keadaan Guru, Karyawan dan Siswa
Guru, siswa dan karyawan merupakan komponen dari sekolah yang tidak dapat dipisahkan dan saling bekerja sama. Komponen-komponen tersebut secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap proses dan hasil dari proses belajar mengajar (PBM). Adapun keadaan guru, siswa dan karyawan dari MTs Negeri Wonosobo adalah sebagai berikut:
a). Guru
Guru adalah salah satu faktor penentu dari PBM. Guru merupakan fasilitator dari siswa. Tugas guru bukan hanya mentransfer ilmu pengetahuan yang dimiliki kepada siswa, akan tetapi guru juga bertugas memberikan bimbingan yang diperlukan oleh para siswa. Pada era sekarang guru harus juga memperhatikan kepentingan-kepentingan sekolah, ikut serta menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi sekolah yang kadang-kadang sangat kompleks sifatnya. Partisispasi guru dalam administrasi sekolah juga sangat penting dan menjadi keharusan.
Tenaga pengajar di MTs Negeri Wonosobo berjumlah 84 orang. Agar lebih jelas mengenai guru-guru yang mengajar di madrasah tersebut, dapat dilihat pada tabel berikut ini.[39]
Jumlah Guru

Pendidikan Guru
Guru Tetap
10 Orang

S2
1 Orang
Guru Tidak Tetap
72 Orang

S1
65 Orang
Guru Bantu
2 Orang

SM
2 Orang
Jumlah
84 Orang

D3
1 Orang



D2
1 Orang



PP
14 Orang



Jumlah
84 Orang

Berdasarkan data pada table tersebut, maka dapat dikatakan bahwa mata pelajaran yang diampuh guru sesuai dengan jenjang pendidikan terakhir oleh masing-masing guru dan peneliti mengelompokkannya sesuai dengan pendidikan guru dan status guru di madrasah tersebut seperti tabel di bawah ini yang bersumber dari dokumen data guru MTs Negeri Wonosobo tahun pelajaran 2010/2011.
Madrasah dalam hal ini selalu memberikan semangat kepada semua guru dalam pengabdiannya kepada madrasah dengan cara memberi sentuhan moral (pengajian rutin) tiap bulan sekali yaitu hari ahad pada awal bulan, yang diketuai oleh KH. Ma’ruf Irsyad guna koordinasi untuk semua tingkat baik RA, MI, MTs, MA, maupun SMK. Selain diberi sentuhan moral, juga diadakan koordinasi internal dengan pendekatan moral perjuangan agar mereka terpanggil untuk berjuang, dengan diadakan istighosah tiap malam Jumat dan sebagainya.
Koordinasi insidental juga dilakukan tiap bulannya sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan, seperti koordinasi antara pihak madrasah dengan siswa dan sebagainya. Untuk waktunya sudah terjadwal, yang biasanya dilakukan pada jam istirahat pertama atau kedua.       
b). Siswa
Siswa merupakan komponen pendidikan yang sangat penting, karena aktivitas pendidikan terfokus pada kegiatan belajar siswa. Oleh karena itu, perkembangan siswa mutlak harus dilakukan bagi MTs Negeri Wonosobo.  Adapun kondisi siswi di MTs Negeri Wonosobo dari tahun ke tahun mengalami perkembangan. Minat calon siswi di madrasah tersebut sangatlah besar, setelah diseleksi akhirnya jumlah siswi sekarang berjumlah 903 siswi yang dapat dirincikan sebagai berikut:
1.      kelas X berjumlah 315 peserta didik
2.      kelas XI berjumlah 283 peserta didik
3.      kelas XII berjumlah 305 peserta didik
c). Karyawan
Karyawan juga merupakan komponen yang sangat penting karena mereka dapat membantu berjalannya proses belajar mengajar menjadi tepat sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan. Jumlah karyawan di madrasah tersebut adalah 17 karyawan yang ditempatkan sesuai dengan bidangnya, yaitu bidang tata usaha, perpustakaan, informan, penjaga malam, cleaning service, juru masak, dan gudang.
6. Kurikulum
Kurikulum dipandang sebagai suatu rencana yang disusun untuk melancarkan proses belajar mengajar di bawah bimbingan dan tanggung jawab madrasah atau lembaga pendidikan beserta staf pengajar di sebuah lembaga pendidikan tersebut.
Kurikulum juga dapat dipandang sebagai suatu rencana atau bahan tertulis yang dapat dijadikan pedoman bagi para guru di madrasah, dan juga dapat dipandang sebagai program yang direncanakan dan dilaksanakan dalam situasi yang nyata di kelas. Meskipun terdapat bermacam teori dan praktek mengenai kurikulum dan pengembangannya, namun sebagian besar pendidik sepakat dalam hal tujuan yang hendak dicapai dalam mengembangkan kurikulum di madrasah tersebut.
Ada yang mengatakan bahwa Kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh atau diselesaikan peserta didik untuk memperoleh ijazah. Perkembangan selanjutnya adalah bahwa isi kurikulum tidak terbatas hanya pada mata pelajaran tertentu saja, namun juga semua intrakurikuler, kurikuler dan ekstrakurikuler.
Pada umumnya kepala madrasah dan guru-guru berada di antara dua pendapat ekstrim. Walaupun anggapan bahwa kurikulum sebagai kumpulan–kumpulan mata pelajaran masih menguasai madrasah sampai sekarang, namun guru telah menyadari akan tanggung jawab edukatif mereka dalam pengalaman-pengalaman ekstrakurikuler siswa.
 Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi, tujuan, dan bahan (mata) pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman atau acuan dalam penyelanggaraan kegiatan proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Kurikulum yang digunakan di MTs Negeri Wonosobo dibagi menjadi 3, yang terdiri dari: Kurikulum Kementerian Agama, kurikulum Muatan Lokal, dan kurikulum Pondok Pesantren.
Kurikulum Departemen Agama merupakan kurikulum yang harus diikuti oleh seluruh peserta didik yang dibuat oleh pemerintah dan pembuatannya fleksibel. Kurikulum ini terdiri dari beberapa mata pelajaran, antara lain: Pendidikan Agama Islam, Pendidikan Kewarganegaraan, dan sebagainya.
Sedangkan kurikulum Muatan Lokal adalah lebih luas. Muatan lokal dalam pendidikan menunjuk pada karakteristik atau bobot yang bersifat lokal yang secara sadar dan sistematik memberikan corak pada bagaimana kurikulum diimplementasikan sesuai dengan kemampuan, daya dukung, dan kepentingan lokal. Kurikulum muatan lokal yang dipakai di MTs Negeri Wonosobo, antara lain: Ke-NU-an, Tauhid, Tasawuf, dan sebagainya. Kurikulum Pondok Pesantren hanya dikhususkan bagi siswi MTs Negeri Wonosobo, yang meliputi: Pengajian Kitab, Madrasah Diniyah, serta Tahfidzul Quran.
Selain ketiga kurikulum tersebut di atas, masih ada kegiatan ekstra yang masuk dalam intra, seperti: sholat dzuhur berjamaah dan tadarrus al-quran. Kegiatan ekstra yang di luar intra juga masih ada, seperti: kursus Bahasa Arab, kursus Bahasa Inggris, dan Kaligrafi.
Kurikulum pendidikan agama Islam merupakan sarana atau alat untuk mencapai tujuan pendidikan agama Islam yang sekaligus juga arah pendidikan agama dalam rangka pembangunan bangsa dan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Pendidikan agama Islam akan membawa dan menghantarkan serta membina anak didik menjadi warga negara yang baik sekaligus umat yang taat beragama.
Secara formal MTs Negeri Wonosobo mengajarkan 25 macam mata pelajaran dari Kurikulum Kemenag, 11 macam mata pelajaran dari kurikulum muatan lokal (takhassus) dan 3 macam mata pelajaran untuk pengembangan diri (ekstra kurikuler) wajib. Sejumlah mata pelajaran tersebut tersebar di kelas X, kelas XI, dan kelas XII dengan empat program jurusan : IPA, IPS, BHS, dan Program Keagamaan (PK). Adapun peta pembagiannya adalah sebagai berikut :
Program
Kurik. Kemenag.
Kurikulum Lokal
X
19 mapel
9 mapel
BHS
17 mapel
11 mapel
IPA
17 mapel
10 mapel
IPS
17 mapel
10 mapel
PK
17 mapel
11 mapel

Sistem pembelajaran yang diterapkan di MTs Negeri Wonosobo adalah tunduk pada peraturan yang berlaku pada umumnya yaitu dengan menggunakan sistem kurikulum KTSP yang disesuaikan dengan kondisi madrasah. 
7. Sarana dan Prasarana
Sarana merupakan alat langsung yang digunakan dalam sebuah lembaga pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan, misalnya: ruangan, buku, laboratorium, dan sebagainya. Sedangkan prasarana berarti alat tidak langsung untuk mencapai tujuan dalam pendidikan, misalnya: lokasi, bangunan sekolah, lapangan olahraga, dan sebagainya.
Pentingnya sarana dan prasarana yang memadai dan mencakup kebutuhan sangat membantu dan menunjang keberhasilan pendidikan di lembaga pendidikan. Jika persediaan sarana dan prasarana tidak memadai, maka akan menghambat proses pembelajaran (belajar mengajar).
Ada yang berpendapat bahwa pemerintah atau badan yang menyelenggarakan satuan pendidikan harus membiayai pengadaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikan. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka sarana dan prasarana harus diadakan oleh badan yang menyelenggarakan setiap jenis pendidikan.
Adapun sarana prasarana penunjang terciptanya suasana belajar di MTs Negeri Wonosobo yaitu bangunan atau gedung madrasah yang dilengkapi dengan fasilitas madrasah, antara lain:
a.    Laboratorium Bahasa dan IPA
b.    Ruang multimedia
c.    Perpustakaan digital
d.    Komputer dan internet
e.    Wartel
f.       Audio video
g.    Sarana olah raga dan kesehatan
h.    Musholla “Al-Barokah”
i.        Koperasi
j.                           Asrama/ pondok pesantren terpadu
k.    UKS
l.                           Sound system, dan lain-lain.
MTs Negeri Wonosobo dalam penyediaan sarana dan prasarana dinyatakan sangat lengkap serta dapat mengikuti perkembangan zaman (era globalisasi). Walaupun madrasah tersebut sudah dilengkapi dengan sarana prasarana yang memadai, namun madrasah tidak begitu saja meninggalkan atau melupakan visi, misi dan tujuan madrasah, dan selalu mengamalkan pesan sesepuhnya (terlampir) dan sembilan mental sehat (terlampir) untuk mengarah terciptanya metode PAKEM (Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif Menyenangkan).
Penataan lingkungan madrasah dibuat sebagus mungkin sehingga dapat berdampak pada phisik dan sosio psikologis, yaitu: aman, nyaman dan menyenangkan dengan menjalankan 9 K (Keimanan, Kebersihan, Keamanan, Ketertiban, Keindahan, Kekeluargaan, Kerindangan, Kesehatan dan Kepustakaan).
Untuk memenuhi sarana dan prasarana di sebuah lembaga pendidikan agama Islam perlu adanya kerjasama yang harmonis dengan semua pihak yang terkait, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.
B.     Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Mata Pelajaran UN
1.     Perencanaan Pembelajaran
Kepala MTs Negeri Wonosobo, Drs. H. Moh Said, menuturkan bahwa untuk mencapai prestasi belajar yang optimal, MTs Negeri Wonosobo telah merencanakan berbagai kegiatan pembelajaran yang sebaik-baiknya (all out). Apalagi kelas tiga yang harus menghadapi UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) (UN), pihak madrasah terus menerus menempa mereka agar lulus semua. Program madrasah menargetkan semua siswa lulus UN 100 % dengan nilai maksimal. Untuk mendukung hal tersebut, pihak madrasah membuat berbagai kebijakan yang dipandang mampu mendongkrak prestasi belajar siswa-siswinyanya. Adapun diantara kebijakan-kebijakan untuk mengoptimalkan pencapaian prestasi siswa di MTs Negeri Wonosobo tersebut yaitu: 1). Menambah alokasi waktu belajar, 2). Menyelenggarakan les mata pelajaran ujikan nasional, 3). Menyelenggarakan try out sebagai persiapan UN
Pihak madrasah memandang perlunya menambah alokasi waktu belajar dengan tujuan agar daya serap siswa dapat terlampaui sebagaimana yang dikehendaki oleh kurikulum. Pada hari senin sampai dengan kamis, dan hari sabtu jam pelajaran dimulai pada jam 06.50 dengan jadwal pada jam pertama berdo'a dan murotal Al-Qur'an selama sepuluh menit. Pelajaran berakhir pada pukul 14.15 dengan jadwal pelajaran matrikulasi kelas X, kitab kuning kelas XI dan les kelas III. Pada hari jum'at jam pelajaran dimulai pada jam 06.50 dengan jadwal pada jam pertama berdo'a dan murotal Al-Qur'an selama sepuluh menit, pelajaran berakhir pada pukul 11.55 dengan materi pelajaran kajian Islam (nisa'iyah).
Pihak madrasah juga memberi kesempatan seluas-luasnya kepada para guru mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) untuk memberi les kepada siswa-siswi kerlas XII agar benar-benar siap dalam menempuh ujian. Les dijadwalkan pada semester II dengan tekanan materi pada pelatihan mengerjakan soal-soal UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) tahun-tahun yang lalu.
Untuk menguji kesiapan siswa dan untuk mengukur kemampuan mereka, MTs Negeri Wonosobo menyelenggarakan try out (test uji coba) bagi kelas XII ssebanyak 5 kali menjelang UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) dilangsungkan. Try out (uji coba) ini bermanfaat pula untuk mengujia kesiapan siswa mewnghadapi ujian yang sebenanrnya. Dengan demikian siswa akan mampu mengukur kemampuan dirinya pula.
2.  Pembelajaran Mata Pelajaran UN
MTs Negeri Wonosobo mengarahkan kepada para guru pengampu bidang studi yang diujikan secara nasional untuk menerapkan strategi pembelajaran yang sebaik-baiknya dengan merancang berabagai kegiatan pembelajaran yang efektif. Menurut hasil wawancara dan pengamatan peneliti di lapangan, guru-guru MTs Negeri Wonosobo menggunakan berbagai macam metode mengajar. Adapun variasi pemilihan dan penggunaan metode ditentukan oleh materi pelajaran. Berikut peneliti paparkan berbagai metode pembelajaran atau strategi pembelajaran yang ditempuh guru mata pelajaraan ujian nasioanl (UN) di MTs Negeri Wonosobo.
a. Mata pelajaran Bahasa Indonesia
Pembelajaran bahasa Indonesia di MTs Negeri Wonosobo menerapkan model pembelajaran berdasarkan masalah, yaitu model pembelajaran yang mengikuti pola top-down. Pembelajaran yang demikian ini merupakan implementasi dari teori belajar konstruktivisme. Penerapan pembelajaran ini adalah memecahkan masalah keseharian sehingga anak sudah dibiasakan dengan situasi nyata sehari-hari. Selain itu, dengan model pembelajaran tersebut guru dapat melatih siswa untuk menjadi pembelajar mandiri, meniru peran orang dewasa dan terbiasa memandang suatu masalah dari berbagai sudut pandang disiplin ilmu yang berbeda.
Salah seorang guru bahasa Indonesia menuturkan bahwa secara garis besar kegiatan pembelajaran berdasakan masalah tersebut terdiri dari menyajikan kepada siswa situasi masalah yang otentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kapada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri.
Tujuan pemilihan metode itu agar kegiatan pembelajaran dapat berpusat pada siswa dan mendorong inkuiri terbuka dan berfikir bebasuntuk membantu siswa menjadi mandiri. Siswa yang mandiri (otonom) yang percaya diri pada keterampilan intelektual mereka sendiri  memerlukan keterlibatna aktif dalam lingkungan yang berorientasi pada inkuiri. Meskipun pembelajaran bahasa Indonesia memiliki sintaks yang terstruktur dengan tahapan yang jelas, norma disekitar pembelajaran adalah inkuiri terbuka dan bebas mengemukakan pendapat.
Di samping itu kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia yang diterapkan juga berfokus pada keterkaitan antar disiplin. Meskipun pembelajaran bahasa Indonesia berpusat pada pelajaran tertentu, misalnya biologi, masalah yang dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya, siswa dapat meninjau dari berbagi mata pelajaran yang lain. Sebagai contoh masalah polusi pada contoh di atas, mencakup aspek akademis dan terapan mata pelajaran ekonomi sosiologi, parawisata, dll. Begitu pula pada masalah menyajikan makanan untuk kakek, melibatkan biologi, kesehatan, kimia dan sebagainya.
Kegiatan pembelajaran juga diarahkan pada berbagai presentasi yang mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Mereka menganalisis dan mendefinisikan masalah, menyusun hipotesis, mengumpulkan dan menganalisis informasi/data, melakukan percobaan, membuat inferensi dan merumuskan simpulan. Metode yang digunakan sangat bergantung kepada masalah yang sedang dipelajari.
Pelajaran bahasa Indonesia menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artifak dan memamerkan. Diantara karya siswa di MTs Negeri Wonosobo yaitu cerita pendek, puisi dan laporan karya ilmiah.
b. Mata pelajaran Bahasa Inggris
Drs. Muslih, guru bahasa Inggris di MTs Negeri Wonosobo mengatakan bahwa tujuan pembelajarn bahasa Inggris yaitu untuk menguasai empat pokok keterampilan berbahasa Inggris yaitu listening (menyimak), speaking (berbicara), reading (membaca) dan writing (menulis). Untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut guru bahasa inggris menempuh berbagai metode atau strategi pembelajaran yang bervariasi. Satu bentuk keterampilan berbahasa merlukan metode atau strategi pembelajaran yang berbeda dengan yang lain.
Pertama, listening (menyimak). Dalam kegiatan pembelajaran ini guru mempergunakan telling method (metode cerita). Ini merupakan metode guru bahasa Inggris dalam mengajarkan kemampuan menyimak bagi siswa-siswinya agar memiliki keterampilan menyimak yang baik. Adapun langkah-langkahnya bervariasi, diataranya yaitu: 1). Guru mengucapkan kosa-kata (baru) kemudian siswa-siswi menirukan dan kadang-kadang siswa harus menulisnya, 2). Guru memutarkan tape recorder dan siswa harus menyimak sambil membuat catatan-catatan dan mengulang apa yang mereka dengar, 3). Guru membacakan sebuah cerita dalam bahasa Inggris, siswa menyimak dengan baik dan kemudian menceritakan kembali apa yang baru saja guru ceritakan.
Kedua, speaking (berbicara). Dalam mengajarkan kemampuan berbicara ini guru mempergunakan metode bermain peran (role play). Siswa-siswi dibimbing untuk mencapai keterampilan berbicara secara gradua. Ungkapan-ungkapan tanya jawab sederhana dan yang digunakan sehari-hari seperti 'what's your name, how are you, how old are you, can you help me, stand up, please, I'm sorry to hear that' dan sebagainya harus siswa-siswi hafalkan dan harus pula menjadi ungkapan familiar (akrap) dalam telinga dan lisan siswa. Siswa-siswi didorong motivasinya untuk menguasai ungkapan-ungkapa tersebut dengan selalu mempraktekkannya.
Tahap selanjutnya siswa diberi teks percakapan sederhana dan mereka harus memainkan peran dalam teks tersebut untuk dipraktekkan di depan kelas. Guru menginstruksikan agar siswa-siswi memahami makna setiap ungkapan dengan mendiskusikan terlebih dahulu sebelum mempresentasikan teks percakapan tersebut.
Ketiga, reading (membaca). Tujuan akhir dari pembelajaran ini untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam memahami sebuah teks bacaan (reading texts). Siswa sering mengalami kesulitan dalam hal memahami bacaan, oleh karena itu pada tahap awal guru menggunakan metode terjemah (translation method) untuk memastikan bahwa teks dipahapi betul oleh siswa. Menterjemahkan teks dilakukan siswa sepenuhnya, guru hanya membantu memahami ungkapan-ungkapan yang sulit, seperti idiom expression (ungkapan-ungkapan baku yang tidak dapat dipahami secara leksikal) dan frasa-frasa tertentu.
Setelah itu, kegiatan pembelajaran beralih proses pada menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam text book (buku bacaan). Metode dan strategi pembelajaran seperti itu berlangsung dalam beberapa pertemuan. Setetelah cukup dengan kegiatan pembelajaran dengan metode dan strategi demikian, guru meningkatkan dengan metode diskusi.
Yang dimaksudkan dengan metode diskusi di sini yaitu siswa mempresentasikan teks bacaan secara berkelompok dalam kegiatan pembelajaran dengan panduan atau arahan dari guru mata pelajaran. Dalam kelompok presentasi tersebut siswa mendapat peran atau tugas sendiri-sendiri, ada yang bertugas membaca teks, ada yang bertugas sebagai moderator, ada yang bertugas sebagai notulis, dan yang lain bertugas menguraikan dan menjawab pertanyaan dari rekan-rekanya.
Keempat, writing (menulis). Untuk mencapai tujuan pembelajaran ini, yaitu keterampilan menulis (writing skill), guru menerapkan grammatical method (metode tata bahasa) dan translation method (metode terjemah). Yang dimaksudkan dengan grammatical method (metode tata bahasa) yaitu bahwa dalam kegiatan pembelajaran menulis guru menjelaskan berbagai aspek gramatikan yang diperlukan seperti tenses (peran waktu dalam sebuah unghkapan kalimat), pembentukan kosa-kata (sintaksis) dan sebagainya. Disampaing itu juga uraian tentang bagaimana memengembangkan sebuah ide atau gagasan yang harus dituangkan dalam sebuah paragraph (sebuah alinia).
Translation method (metode terjemah) juga dipakai dalam pembelajaran menulis, yaitu guru memberikan ungkapan-ungkapan dalam bentuk kalimat atau kadang dalam bentu cerita singkat yang harus diterjemahkan kedalam bahasa Inggris. Guru bahasa Inggris mengatakan bahwa walaupun metode ini metode kuno akan tetapi dalam hal-hal tertentu, seperti untuk mnemahamkan perbedakan ungkapaan bahasa Inggris dan bahasa Indonesia tetap diperlukan.
Tujuan akhir dari kegiatan pembelajaran menulis yaitu untuk mengembangkan kemampuan menulis siswa untuk mengungkapkan berbagai peristiwa atau cerita, membuat atau membalas surat, membuat nota dan sebagainya secara leluasa.
c. Mata pelajaran Matematika
Matematika merupakan mata pelajaran yang dikesankan cukup sulit oleh para siswa sehingga dalam pembelajaran matematika guru di MTs Negeri Wonosobo senantiasa mengusahakan metode dan strategi pembelajaran yang terbaik bagi siswa-siswinya. Disamping itu mereka juga tidak bosan-bosannya memotivasi agar siswa-siswi mencintai pelajaran matematika.
Metode dan strategi pembelajaran yang dipakai oleh para guru banyak variasinya, namun dari kesemuanya itu yang paling dominant yaitu metode demonstrasi dan metode problem solving.
Pertama, metode demonstrasi. Metode ini dipakai untuk untuk menjelaskan berbagai bentuk materi pelajaran seperti pelajaran bagun ruang (kerucut, kubus, persegi panjang, dan sebagainya). Dalam menerapkan metode ini guru mempergunakan alat-alat peraga. Setelah siswa memahami bentuk fisiknya baru dijelaskan berbagai rumus-rumus pengukurannya, diberi contoh menerapkan rumus-rumus tersebut, baru siswa diberi tugas-tugas penghitungan.
Kedua, metode problem solving. Metode ini menjadi pilihan karena kebanyakan materi pelajaran matematika merupakan bentuk-bentuk penyelesaian hitungan yang abstrak. Yang dimaksudkan dengan metode problem solving atau pemecahan masalah ini yaitu bahwa seorang guru matematika mengutarakan persoalan-persoalan matematis yang harus diselesaikan atau dikerjakan oleh siswa.
Guru menguraikan materi pelajaran disertai contoh-contoh soal dan bagaimana rumus-rumus penyelesaiannya. Siswa didorong untuk berinovasi menyelesaikan soal-soal matematika dengan beragam rumus penyelesaiannya.    
d. Mata pelajaran Fisika
Bagi siswa MTs Negeri Wonosobo mata pelajaran Fisika merupakan mata pelajaran yang menarik dan penuh tantangan. Metode dan strategi pembelajaran yang dipaki guru Fisika MTs Negeri Wonosobo yaitu dengan menciptakan suasana agar siswa aktif dan kreatif. Tugas diberikan secara kelompok dan personal. Untuk tugas-tugas kelompok siswa aktif mencari solusi, menuliskannya, kemudian mempresentasikan hasil beladi dalam diskusi kelas. Sedangkan untuk tugas-tugas personal cukup diberikan pada guru kemudian guru mengoreksi dan menguraikan persoalannya di dalam kelas. Pada kesempatan lain guru juga membawa siswa ke laboratorium untuk melakukan eksperimen. Siswa merasa senang, karena dapat membuktikan kebenaran antara teori yang mereka pelajari di dalam kelas dengan praktik yang sesungguhnya.    
e. Mata pelajaran Kimia
Agar siswa tertarik pada mata pelajaran Kimia, guru memilih metode dan strategi pembelajaran yang mampu menimbulkan minat siswa pada mata pelajaran ini dengan lebih banyak praktik di laboratorium. Metode ceramah hampir-hampir tidak dipergunakan pada mata pelajaran kimia ini karena hanya sebagai pengantar pada materi saja.  Praktik di laboratorium memberikan beberapa keuntungan penting, diantaranya siswa tidak jenuh daan dapat mengaapikaasikan teori ke dalaam praktik. Dengan demikian mata pelajaran dapat dikuasai dengan baik. Sebelum praktik, siswa mendapatkan penjelasan tentang hal-hal yang berkaitan dengan rumus-rumus kimia dan teknik praktikum. Hasil praktikum diuraikan secara tertulis untuk diberikan pada guru dan di presentasikan di dalam kelas.
f. Mata pelajaran Biologi
Kesulitan utama siswa untuk menguasai mata pelajaran ini yaitu banyaknya peristilahan pada ilmu biologi yang banyak. Oleh karena itu guru memilih metode yang menarik, diantaranya yaitu metode diskusi dan observasi. Adapun strategi pembelajaran yang dipakai yaitu dengan membawa siswa ke obyek pelajaran secara langsung, misalnya membawa siswa ke halaman madrasah untuk mengadakan pengamaatan pada tumbuh-tumbuhan, batu-batuan, tanah, dan lain-lain. Selanjutnya apa yang ditemui di lapangan lalu diobservasi di laboratorium, disimpulkan dan dipresentasikan di dalam kelas. Praktik di laboratorium juga mendapatkan porsi yang cukup banyak, apalagi peralatan laboratorium (seperti mikroskup dsb) cukup lengkap. Dalam praktik, siswa dibuat berkelompok, yang selanjutnya berkewajiban menuliskan dan mempresentasikan hasil penelitian atau praktik di laboratorium, ataupun pengamatan langsung di lapangan.
3. Prestasi Belajar
Sebagai madrasah swasta di bawah naungan NU yang paling bergengsi di Kudus, MTs Negeri Wonosobo selalu memacu diri untuk meningkatkan prestasi akademis siswa-siswinya baik pada mata pelajaran umum maupun pada mata pelajaran agama yang menjadi ciri khasnya. Kepala MTs Negeri Wonosobo mengatakan bahwa upaya yang dilakukan pihak madrasah cukup membuahkan hasil yang memuaskan. Prestasi yang dicapai MTs Negeri Wonosobo tersebut dapat diuraikan menjadi dua, yaitu prestasi akademis dan prestasi non-akademis.
Pertama, prestasi akademis. Yang dimaksud disini prestasi akademik yaitu prestasi siswa-siwi MTs Negeri Wonosobo dalam menempuh berbagai ulangan semester atau UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional), dan prestasi yang diraih dalam berbagai even lomba. Dalam hal ini peneliti hanya meneliti prestasi siswa-siswi MTs Negeri Wonosobo untuk program studi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dalam lima bidang mata pelajaran yang diujikan secara nasional (UN), yaitu prestasi mata pelajaran bahasa Indonesia, bahasa Inggris, maatematika, Fisika, Kimia, dan Biologi. Berdasarkan data yang peneliti dapatkan dari berbagai sumber, prestasi akademis siswa-siswi MTs Negeri Wonosobo cukup baik, diantaranya ditunjukkan dengan kelululas 100 % pada UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) pada  tahun pelaajaran 20100/2011. Adapun data nilai kelulusan dapat penulis laporkan sebagai berikut:
NILAI
Bhs. Ind
Bhs. Ing
Mat
fisika
Kimia
Biologi
Klasifikasai
A
A
A
A
A
A
Rata-rata
8.34
8.73
8.93
9.10
9.46
8.96
Terendah
4.00
7.40
6.75
7.50
8.25
7.00
Tertinggi
9.20
9.60
10.00
9.75
10.00
9.75
Std. Deviasi
0.59
0.47
0.55
0.48
0.45
0.44
Sumber: Daftar Nilai UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) tahun pelajaran 2010/2011.
Disamping prestasi tersebut diatas, MTs Negeri Wonosobo juga telah banya mengukir banyak prestasi lain, diantaranya yaitu meraih juara II Olimpiade mata pelajaran Matematika tingkat propinsi, juara I Qiro’ah tingkat propinsi, Juara III lomba pidato MA/SMU, juara I NEM tertinggi se Jawa Tengah, Juara II lomba quiz bahasa Inggris se Karesidenan Kedu, serta menempati rangking ke 29 siswa teladan tingkat propinsi Jawa Tengah, dan lai-lain.
Kedua, prestasi non-akademis. prestasi siswa-siswi MTs Negeri Wonosobo juga berprestasi secara non-akademis, yan mana dapat diketahui dari hal-hal sebagai berikut: 1). Kemampuan output MTs Negeri Wonosobo untuk ikut serta berperan dalam kehidupan bermasyarakat, 2). Adanya kepercayaan masyarakat terhadap lulusan MTs Negeri Wonosobo dalam urusan kemasyarakatan, dan 3). Siswa-siswi MTs Negeri Wonosobo dapat menjadi teladan bagi pelajar-pelajar lain.
MTs Negeri Wonosobo senantiasa menempa siswa-siswinya untuk dapat berprestasi seoptimal mungking. Berbagai kegiatan pembelajaran baik yang bersifat kurikuler maupun ekstrakurikuler tak luput dari program madrasah. Kepala MTs Negeri Wonosobo mengatakan bahwa di madrasah siswa-siswinya dibekali dengan berbagai kemampuan agar mereka mampu berperan dimasyarakatnya. Untuk itu MTs Negeri Wonosobo juga mengembangkan berbagai keterampilan seperti tata busana, servis sepeda motor, penanganan dan pengolahan hasil pertanian (PPH), dan tat rias, disamping ekstrakurikuler keagamaan sepert seni baca Al-Qur'an dan khitobah.
Kepercayaan masyarakat terhadap MTs Negeri Wonosobo juga cukup tinggi, yang mana hal ini ditunjukkan oleh tingginya animo masyarakat temanggung untuk mendaftarkan putra-putrinya bersekolah di lembaga pendidikan ini. Setiap penerimaan siswa baru, pihak madrasah selalu kebanjiran pendaftar, sehingga terpaksa harus menseleksi calon siswanya.
Dari segi akhlak atau budi pekerti, siswa-siswi MTs Negeri Wonosobo selama ini belum ada yang terlibat permasalahan social yang berat dan harus berurusan dengan polisi, seperti terlibat narkoba, curanmor, atau tawuran antar pelajar. Hal ini cukup mengindikasikan keteladanan siswa-siswi MTs Negeri Wonosobo.















BAB  IV
MODEL STRATEGI PEMBELAJARAN
DAN PRESTASI BELAJAR DI MTS NEGERI WONOSOBO
                                              
A.      Model Strategi Pembelajaran
Untuk mencapai prestasi terbaiknya dalam UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional), MTs Negeri Wonosobo telah membuat langkah-langkah strategis yang dipandang efektif, yaitu dengan menciptakan suasana pembelajaran yang aktif dan kreatif baik guru maupun peserta didik.  Drs. Moh Said Muslim mengatakan bahwa keaktifan guru dan peserta didik tersebut penting sekali artinya sebagai upaya membangun komunikasi yang imbang.[40] Bagi MTs Negeri Wonosobo pencapaian prestasi terbaiknya dalam UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) (UN) merupakan taruhan yang harus diperjuangkan seoptimal mungkin, karena nama baik lembaga akan disorot oleh masyarakat dari kelulusannya, terutama prestasi UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional)nya. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan penulis, maka kajian tentang apakah model strategi pembelajaran dan prestasi belajar di MTs Negeri Wonosobo pada mata pelajaran ujian nasionaal (UN) akan diuraikan dalam pembahasan ini, sesuai dengn fokus kajian yang telah dilakukan sebelumnya.


1.    Strategi Guru
a.      Kegiatan pembelajaran
Kegiatan pembelajaran di MTs Negeri Wonosobo ada tiga tahab, yaitu tahap persiapan, pelaksanaan, dan penilaian (evaluasi). Pada bagian ini penulis akan menyoroti ketiga tahap pembelajaran tersebut.
1)   Tahap persiapan
Tahap persiapan yaitu rencana yang digunakan untuk merealisasikan rancangan yang telah disusun dalam silabus. Tahap ini meliputi beberapa aktivitas yang harus dikerjakan oleh guru, yaitu membuat silabus, membuat rencana pelaksanaan silabus dalam program tahunan dan semester, dan membuat rencana pembelajaran per satuan pertemuan mata pelajaran.
a)      Membuat Silabus
Sebagai produk penyusunan desain pembelajaran atau perencanaan pembelajaran yang berisikan garis-garis besar rancangan pembelajaran, dari segi formatnya, silabus memiliki dapat diuraikan dalam bentuk narasi sekurang-kurangnya menyangkut komponen identitas, sekolah/madrasah, maata pelajaran, kelas, semester, standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok dan uraian materi, pengalaman belajar, indicator pencapaian kompetensi, alokasi waktu, dan sumber bahan/alat. Prinsip pembelajaran kompetensi merupakan satu kesatuan dengan proses. Oleh karena itu silabus sekaligus memuat komponen penilaian, yang antara lain berisi jenis tagihan, bentuk  dan contoh instrument penilaian.
Drs. Moh Said Muslim memandang bahwa silabus sebagai hal yang esensial karena silabus merupakan pijakan proses pembelajaran.[41]  Dra. Sri Rochanah mengatakan bahwa dalam menyusun silabus, guru mengacu pada pedoman kurikulum berbasis kompetensi, dan perangkat komponen-komponennya yang disusun oleh pusat kurikulum, badan penelitian dan pengembangan (Balitbang) Kementerian Pendidikan Nasional (Mendiknas), terutama kompetensi dasarnya (KD) sedangkan indikatornya ketercapaian kompetensinya disusun oleh guru sendiri.[42] MTs Negeri Wonosobo berupaya untuk mengembangkan silabus dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran hingga pada tahap ‘jati diri’ (sesuai dengan kondisi madrasah).
Unsur yang terpenting dari silabus yaitu penggunaan sumber belaajara/buku. Sumber belajar dapat berupa buku-buku teks pelajaran, akan tetapi guru tidak diperkenankan untuk mewajibkan siswa hanya menggunakan dari penerbit tertentu saja. Dengan demikian, mau tidak mau guru harus senantiasa mengasah atau selalu meningkatkan kemampuannya untuk membuat silabus yang kemudian diterjemahkan dalam bahan ajar, untuk mencapai kompetensi dasar siswa.
b)     Membuat Program Tahuan dan Semester
Program tahuan dan program semester merupakan rencana tertulis tentang pelaksanaan silabus yang dibuat guru. Kepala program IPS, Halimah, SE. mengatakan bahwa guru yang tidak membuat perangkat mengajar seperti silabus, program tahunan dan program semester atau rencana pembelajaran, walaupun ia melaksanakan tugas mengajar, dianggap sama dengan tidak mengajar.[43]  Adapun langkah-langkah membuat Program Tahuan dan Semester yaitu: 1). Menentukan minggu efektif dalam satu semester; 2). Mengalokasikan standar kompetensi berdasarkan minggu efektif.
c)      Membuat Rencana Pembelajaran
Rencana pembelajaran merupakan persiapan mengajar yang berupa kesatuan kegiatan belajar siswa dalam mencapai standar kompetensi yang ditetapkan dan yang perlu diupayakan dan dilakukan oleh guru untuk setiap pertemuan. Oleh karena itu dalam rencana pembelajaran harus terlihat tindakan apa yang perlu dilakukan oleh guru selanjutnya setelah satu pertemuan selesai.
Adapun langkah-langkah membuat rencana pembelajaran yaitu: 1). Membuat identitaas mata pelajaran; 2). Menguraikan standar kompetensi; 3). Menguraikan materi pembelajaran; 4). Membuat rincian rencana strategi pembelajaran ke dalam format yang terdiri dari kolom nomor, kolom kegiatan belajar, kolom alokasi waktu, dan kolom life skill yang dikembangkan.
2)   Pelaksanaan
Yang dimaksud tahap pelaksanaan yaitu upaya yang dilakukan guru untuk merealisasikan rencana pembelajaran yang telah disusun oleh guru tersebut, baik berkaitan dengan silabus, program tahunan dan semester, maupun rencan pembelajaraan. Bagian ini akan menyoroti kekiatan pembelajaran, yaitu bagaimana guru di MTs Negeri Wonosobo mengimplementasikan langkah-langkah strategis dalam kegiatan pembelajaran untuk menyediakan pengalaman belajar siswa dan bagaimana langkah-langkah metode atau strategi pembelajaran yang ditempuh.
a)      Materi Pembelajaran
Drs. H. Moh Said Muslim mengatakan bahwa pada tahun pelajaran 2010/2011, materi UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) program SMA/MA terdiri dari lima mata pelajaran, yaitu bahasa Indonesia, bahasa Inggris, Matematika, Fisika, Biologi, dan Kimia.[44] Untuk dapat lulus pada UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional), peserta didik harus memiliki nilai akademik (gabungan antara nilai raport dan nilai ujian sekolah/madrasah dan nilai ujian) minimal 5.50. Target demikian tidak begitu sulit didapat bagi MTs Negeri Wonosobo. Namun demikian standar capaian prestasi adalah ditargetkan memperoleh nilai maksimal. Engajar dengan target menyelesaikan materi pelajaran sesuai dengan yang tertuang di dalam kurikulum, akan tetapi guru juga menciptakan berbagai pengalaman belajar bagi peserta didik. Diantara pengalaman belajar pada mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) yaitu berbentuk mengungkapkan, memperagaakan, menyajikan, dan mempresentasikan berbagai kompetensi dasar mata pelajaran. Disamping itu dalam beberapa kesempatan, guru masih sering kali member berbagai penjelasan, uraian, dan bahkan memberikan drill untuk materi pelajaran tertentu. Berikut adalah berbagai
b)     Pengalaman Belajar
Berdasarkan pengamatan di lapangan, dalam kegiatan pembelajaran guru tidak sekedar mengajar dengan target menyelesaikan materi pelajaran sesuai dengan yang tertuang di dalam kurikulum, akan tetapi guru juga menciptakan berbagai pengalaman belajar bagi peserta didik. Dra. Siti Nurasiah mengatakan bahwa diantara pengalaman belajar pada mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) yaitu berbentuk mengungkapkan, memperagaakan, menyajikan, dan mempresentasikan berbagai kompetensi dasar mata pelajaran. [45] Dalam observasinya, peneliti juga mendapati bahwa dalam beberapa kesempatan, guru masih sering kali memberi berbagai penjelasan, uraian, dan bahkan memberikan drill untuk materi pelajaran tertentu. Berikut adalah berbagai pengalaman belajar mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional).
a)   Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
Sebagaimana peneliti uraikan pada bab sebelumnya, bahwa pembelajaran bahasa Indonesia di MTs Negeri Wonosobo menerapkan model pembelajaran berdasarkan masalah, yaitu model pembelajaran yang mengikuti pola Top-down. Pembelajaran yang demikian ini merupakan implementasi dari teori belajar konstruktivisme. Tri Mastutiningsih, S.Pd. mengatakan bahwa penerapan pembelajaran ini adalah memecahkan masalah keseharian (otentik) sehingga anak sudah dibiasakan dengan situasi nyata sehari-hari. Selain itu, dengan model pembelajaran tersebut guru dapat melatih siswa untuk menjadi pembelajar mandiri, meniru peran orang dewasa dan terbiasa memandang suatu masalah dari berbagai sudut pandang disiplin ilmu yang berbeda.[46]
Kelebihan metode tersebut, materi pelajaran dapat deikuasai siswa dengan tuntas atau maksimal, namun sisi kelemahannya yaitu memakan waktu yang banyak dan menuntut adanya kelengkapan literatur dan ketekunan siswa untuk selalu menggali informasi sebanyak-banyaknya. Hal ini sering kali sulit dicapai karena saran abaca atau buku-buku yang tersedia di perpustakaan amat terbatas. Kebanyakan buku yang tersedia yaitu buku-buku paket. Buku-buku non paket (selain buku pelajaran) amat minim.
Disamping itu hambatan lainnya yaitu waktu yang dimiliki siswa amat terbatas dengan adanya banyak tugas dari guru-guru mata pelajaaran yang lain. Hal ini menyebabkan siswa kurang maksimal dalam menjalankan kegiatan pembelajaran. Namun demikian setidaknya kegiatan pembelajaran yang demikian itu akan dapat memberikan pengalaman belajar yang baik bagi siswa walau implementasi metode belum maksimal.
b)     Mata Pelajaran Bahasa Inggris
Menurut Tri Mastutiningsih, S.Pd., untuk mencapai tujuan pembelajaran bahasa Inggris yang meliputi empat aspek keterampilan berbahasa Inggrisn yaitu listening (menyimak), speaking (berbicara), reading (membaca) dan writing (menulis) diperlukan adanya keterampilan yang baik dalam mengimplementasikan metode dan strategi pembelajaran yang sesuai dengan keempat keterampilan tersebut.[47] Dengan kata lain, variasi penggunaan metode dan strategi pembelajaran sangat diperlukan, satu bentuk keterampilan berbahasa merlukan metode atau strategi pembelajaran yang berbeda dengan yang lain.
Pertama, listening (menyimak). Sebagaimana telah peneliti uraikan sebelumnya bahwa dalam kegiatan pembelajaran listening (menyimak) guru mempergunakan telling method (metode cerita). Tujuan dari penggunaan metode ini agar siswa-siswi memiliki keterampilan menyimak yang baik. Adapun langkah-langkahnya bervariasi, diataranya yaitu: 1). Guru mengucapkan kosa-kata (baru) kemudian siswa-siswi menirukan dan kadang-kadang siswa harus menulisnya, 2). Guru memutarkan tape recorder dan siswa harus menyimak sambil membuat catatan-catatan dan mengulang apa yang mereka dengar, 3). Guru membacakan sebuah cerita dalam bahasa Inggris, siswa menyimak dengan baik dan kemudian menceritakan kembali apa yang baru saja guru ceritakan.
Dengan metode dan strategi pembelajaran tersebut sebenarnya guru baru mengembangkan reseptif siswa, belum mengembangkan keterampilan menyimak (listening) yang sebenarnya karena aktivitas siswa lebih banyak membeo atau sekedar menirukan ungkapan-ungkapan yang diberikan oleh gurunya.  Kegiatan pembelajaran demenyimak (listening) dapat lebih dikembangkan lebih baik lagi dengan memberikan lebih banyak porsi kepada siswa-siswi untuk berekpresi dengan mengembangkan kemampuan menyimak (listening) yang sedang dipelajari. Menyaksikan pemutaran video dengan program-program film berbahasa Inggris dan kemudian siswa-siswi diberi keharusan untuk menceritakan kembali menurut versinya masing-masing dapat menjadi kegiatan pembelajaran yang menarik dan sekaligus menantang bagi mereka, sekaligus tidak membosankan. Kegiatan seperti ini tentunya menyita banyak waktu dan tentu saja tidak dapat selesai dalam satu pertemuan. Namun demikian hal tersebut dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa untuk mendengar ungkapa-ungkapan dan bagaimana menggunakan bahasa sebagaimana yang dipraktekkan penutur asli (native speraker) sehingga manfaatnya jauh lebih besar dan lebih baik.
Kedua, speaking (berbicara). Guru mempergunakan metode bermain peran (role play) dalam kegiatan pembelajaran speaking (berbicara), yaitu metode praktek berbicara dengan memainkan peran-peran tertentu dari sebuah teks dialog atau percakakan (conversation). Sebagai langkah awalnya siswa-siswi didrill dengan ungkapan-ungkapan atau kalimat-kalimat bahasa Inggris sederhana (yang dipakai sehari-hari).  Harapannya dengan strategi pembelajaran tersebut siswa-siswi akan terbiasa berekspresi atau setidak-tidaknya mereka tidak asing dengan ungkapan-ungkapan dalam bahasa Inggris dalam pergalan sehari-hari mereka.
Kelebihan dari metode bermain peran dan drill tersebut, siswa-siswi akan dapat berekspresi dengan bahasa Inggris yang benar, namun demikian mereka akan cenderung membeo sehingga berekspresi bukan dari kata hatinya karena hanya mengulang dari apa yang dihafalkan.
Ketiga, reading (membaca). Dalam kurikulum 1994 kegiatan pembelajaran reading (membaca) mendapatkan tekanan utama sehingga teks-teks dalam ulangan termasuk dalam UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) (UN) didominasi dengan materi (teks) reading. Kegiatan pembelajaran ditujukan untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam memahami sebuah teks bacaan (reading texts). Metode yang dikembangkan di MTs Negeri Wonosobo yaitu metode terjemah (translation method) dan metode diskusi.
Metode tersebut sudah cukup relevan hanya strategi dikembangkan di dalam kelas yang perlu perbaikan. Sebagaimana peneliti kemukakan sebelumnya, kegiatan pembelajaran di dalam kelas banyak didominasi oleh kegiatan menterjemahkan sedangkan porsi diskusi teks bacaan amat sedikit porsinya (sekitar 25% saja). Barangkali kegiatan pembelajaran jauh lebih efisien manakala kegiatan menterjemahkan teks bacaan dilakukan siswa di rumah sehingga presentasi siswa dapat dilakukan lebih lebih longgar waktunya sehingga siswa siswi akan lebih leluasa berekpresi. Disamping itu guru dapat melakukan evaluasi atau feed back dari presentasi diskusi yang dilakukan oleh siswa-siswinya.
Keempat, writing (menulis). Metode yang dipakai dalam kegiatan pembelajaran ini yaitu grammatical method (metode tata bahasa) dan translation method (metode terjemah). Yang dimaksudkan dengan grammatical method (metode tata bahasa) yaitu bahwa dalam kegiatan pembelajaran menulis guru menjelaskan berbagai aspek gramatikal (tata bahasa) yang diperlukan seperti tenses (peran waktu dalam sebuah unghkapan kalimat), pembentukan kosa-kata (sintaksis) dan sebagainya. Disampaing itu juga uraian tentang bagaimana memengembangkan sebuah ide atau gagasan yang harus dituangkan dalam sebuah paragraph (sebuah alinia). Tujuan akhir dari kegiatan pembelajaran menulis yaitu untuk mengembangkan kemampuan menulis siswa untuk mengungkapkan berbagai peristiwa atau cerita, membuat atau membalas surat, membuat nota dan sebagainya secara leluasa.
Keterampilan menulis (writing skill) yang dikembangkan memang belum maksimal karena keterampilan ini tidak diujikan secara khusus dalam UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) (UN). Strategi yang dikembangkan di dalam kelas terbatas pada menterjemahkan kalimat-kalimat terbatas untuk mendukung penguasaan tenses (bentuk waktu dalam bahasa Inggris). Sebenarnya guru dapat mengembangkan berbagai strategi pembelajaran dengan mengarang (composition), trik kliping, dsb. Dengan mengarang siswa akan banyak rasa ingin tahunya atas kosa-kata dan bagaimana menyusunnya dalam sebuah kalimat sehingga otomatis akan meningkat kemampuan menulisnya. Trik kliping juga dapat untuk mengembangkan kegiatan pembelkajaran menulis (writing) manakala siswa ada keharusan memberikan komentar atau tanggapannya atas teks dalam kliping yang dibuatnya tersebut.
c)      Mata Pelajaran Matematika
Nik Cahaya K., S.Pd. mengatakan bahwa untuk mengajar matematika agar siswa-siswi tidak bosan dan tetap tertarik dan tidak bosan dengan kesulitan-kesulitan yang dihadapinya merupakan tantangan tersendiri.[48] Untuk itu guru matematika MTs Negeri Wonosobo mengimplementasikan metode demonstrasi dan metode problem solving (pemecahan masalah). Kedua metode ini dipandang sebagai metode yang paling sesuai dalam kegiatan pembelajaran matematika.
Metode demonstrasi dipakai untuk menjelaskan berbagai bentuk materi pelajaran seperti pelajaran bagun ruang (kerucut, kubus, persegi panjang, dan sebagainya). Dalam menerapkan metode ini guru mempergunakan alat-alat peraga. Setelah siswa memahami bentuk fisiknya baru dijelaskan berbagai rumus-rumus pengukurannya, diberi contoh menerapkan rumus-rumus tersebut, baru siswa diberi tugas-tugas penghitungan. Sedangkan metode problem solving (pemecahan masalah) menjadi pilihan karena kebanyakan materi pelajaran matematika merupakan bentuk-bentuk penyelesaian hitungan yang abstrak. Yang dimaksudkan dengan metode problem solving atau pemecahan masalah yaitu bahwa seorang guru matematika mengutarakan persoalan-persoalan matematis yang harus diselesaikan atau dikerjakan oleh siswa. Guru menguraikan materi pelajaran disertai contoh-contoh soal dan bagaimana rumus-rumus penyelesaiannya. Siswa didorong untuk berinovasi menyelesaikan soal-soal matematika dengan beragam rumus penyelesaiannya.
Sisi baiknya dari kedua metode tersebut siswa mendapat kemudahan-kemudahan dalam menyelesaikan persoalan-persoalan matematika yang dihadapinya, namun sisi negatifnya daya piker siswa kurang berkembang karena siswa tidak terbiasa berinovasi untuk menemukan dan menyelesaikan soal-soal matematika dengan inovasi-inovasi rumus penyelesaian soal. Idealnya guru mendemokan bagaimana sebuah soal matematika diselesaikan dan memberi kesempatan kepada siswa untuk berinovasi menyeselaikan soal-soal tersebut dengan berbagai rumus lain sebagai alternative penyelesaiannya. Dalam hal ini Imam Barnadib mengatakan prinsip pembelajaran yang efektif itu meliputi lima variable, yaitu: 1). Melibatkan siswa belajar aktif, 2). Menarik minat dan perhatian siswa, 3). Membangkitkan motivasi siswa, 4). Memperhatikan prinsip individualitas, dan 5). Adanya peragaan dalam pengajaran.[49] Kelima prinsip tersebut belum sepenuhnya diimplematasikan dalam kegiatan pembelajaran.
Guru mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) (UN) telah mengupayakan penerapan metode dan strategi pembelajaran semaksimal mungkin untuk mencapai efektifitasnya. Hal ini dapat diamati dari berbagai aktivitas, diantaranya: 1). Guru telah melakukan pemilihan strategi dan metode pembelajaran yang dipandang efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran (yaitu mencapai prestasi terbaiknya dalam UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) (UN), 2). Pihak madrasah telah pula memberikan kebijakan yang semaksimal mungkin kondusif bagi kegiatan pembelajaran agar dapat mencapai tujuan sebagaimana yang telah diprogramkan. Namun demikian upaya-upaya maksimal untuk menciptakan kegiatan pembelajaran belum dilaksanakan. Kegiatan pembelajaran masih terjebak pada sikap pragmatis untuk mencapai prestasi dalam UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) (UN) saja.
d)     Mata Pelajaran Fisika
Erlina Nur Aini, S.Pd., Guru Fisika MTs Negeri Wonosobo mengatakan bahwa strategi pembelajaran Fisika dirancang dengan membuat siswa dapat aktif dan kreatif, walaupun mata pelajaran ini merupakan mata pelajaran yang sulit akan tetapi siswa merasa twrtantang dan senang.[50] Sehingga bagi siswa MTs Negeri Wonosobo mata pelajaran Fisika merupakan mata pelajaran yang menarik. Tugas yang diberikan guru secara kelompok dan personal membuat peserta didik dapat aktif dalam seluruh kegiatan pembelajaran. Dalam hal ini Schroeder menekankan, peserta didik sekaraang “sangat pandai menyesuaikan dengan aktivitas kelompok dan belajar secara bersama-sama.”[51] Dengan kata lain dalam kelompok belajar yang memiliki tugas untuk dikerjakan bersaama peserta didik akan tumbuh rasa tanggung jawabnya atas tugas yang dimiliki.
e)      Pelajaran Biologi
Dra. Siti Nurasiyah, Guru Biologi mengatakan bahwa kesulitan utama siswa untuk menguasai mata pelajaran ini yaitu banyaknya peristilahan pada ilmu biologi yang banyak. Oleh karena itu guru memilih metode yang menarik, diantaranya yaitu metode diskusi dan observasi.[52] Adapun strategi pembelajaran yang dipakai yaitu dengan membawa siswa ke obyek pelajan secara langsung, misalnya membawa siswa ke halaman madrasah untuk mengadakan pengamaatan pada tumbuh-tumbuhan, batu-batuan, tanah, dan lain-lain. Selanjutnya apa yang ditemui di lapangan lalu diobservasi di laboratorium, disimpulkan dan dipresentasikan di dalam kelas. Praktik di laboratorium juga mendapatkan porsi yang cukup banyak, apalagi peralatan laboratorium (seperti mikroskup dsb) cukup lengkap.
Dalam praktik, siswa dibuat berkelompok, yang selanjutnya berkewajiban menuliskan dan mempresentasikan hasil penelitian atau praktik di laboratorium, ataupun pengamatan langsung di lapangan.
f)       Mata Pelajaran Kimia
Dina Maria, M.Sc., Guru Kimia mengatakan bahwa agar siswa tertarik pada mata pelajaran Kimia, guru memilih metode dan strategi pembelajaran yang mampu menimbulkan minat siswa pada mata pelajaran ini dengan lebih banyak praktik di laboratorium.[53] Memang berdasarkan pengamatan peneliti memang metode ceramah hampir-hampir tidak dipergunakan pada mata pelajaran kimia ini karena hanya sebagai pengantar pada materi saja.  Lebih lanjut Guru Kimia mengatakan bahwa Praktik di laboratorium memberikan beberapa keuntungan penting, diantaranya siswa tidak jenuh daan dapat mengaapikaasikan teori ke dalaam praktik. Dengan demikian mata pelajaran dapat dikuasai dengan baik.
Secara teknis, lankah-langkah kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan guru yaitu bahwa sebelum praktik, siswa mendapatkan penjelasan tentang hal-hal yang berkaitan dengan rumus-rumus kimia dan teknik praktikum. Hasil praktikum diuraikan secara tertulis untuk diberikan pada guru dan di presentasikan di dalam kelas.
3)   Penilaian
Penilaian atau evaluasi merupakan tahap akhir kegiatan pembelajaran. Penilaian member gambaran posisi siswa dalam alur proses pembelajaran; apa yang telah dikuasainya dan apa yang masih harus diupayakan untuk dikuasai.  Guru mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) di MTs Negeri Wonosobo senantiasa mengarahkan penilaian pada indicator kompetensi pencapaian proses belajar siswa dengan memanfaatkan kekuatan dan kelemahan psiswa sebagaimana ditunjukkan oleh hasil penelitian. Dengan demikian dapat dilakukan perbaikan terhadap kegiatan pembelajaran secara keseluruhan. Adapun sistem penilaian meliputi tiga aspek, yaitu aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotorik.
Penilaian aspek kognitif dilaksanakan dengan melihat kemampuan siswa dalam penguasaan materi pelajaran, yaitu dari ulangan harian, ulangan umum, tugas-tugas, proyek, makalah, dan sebagainya. Setiap selesai pembahasan kompetensi dasar, diadakan penilaian atau evaluasi melalui ulangan. Manakala hasilnya belum sampai pada batas tuntas, maka siswa yang bersangkutan harus mengikuti remidi. Penilaian juga diambil dari ulangan tengah semester dan ulangan akhir semester. Terus menerus demikian dilaksanakan dalam kurun waktu enam semester. Dengan demikian siswa cukup terbantu dalam penguasaan materi pelajaran. Selain itu penilaian juga dilakukan melalui lembar portofolio melalui penugasan tertentu dari guru. Penilaian akhir semester XII ditandai dengan pelaksanaan UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) (UN).
Penilaian aspek afektif diperoleh dengan memperhatikan perkembangan sikap dan kepribadian siswa atas mata pelajaran tertentu. Adapun caranya yaitu dengan pengamatan, penyebaran angket, wawancara dan sebagainya. Dengan cara ini guru dapat mengetahui bagaimana sikap dan kedisiplinan siswa atas mata pelajaran, dalam kegiatan pembelajaran, serta kedisiplinan siswa dalam hal penguasaan dan sebagainya seperti tertera dalam table di bawah ini.
Tabel 1
Format Lembar Pengamatan Sikap Siswa (Penilaian Afektif)
No.
Indikator
5
4
3
2
1
Skor
1
Kehadiran di kelas
X




5
2
Bertanya di kelas

X



4
3
Ketepatan waktu mengumpulkan tugas
X




5
4
Kerapian buku tugas

X



4
5
Kerapian buku catatan

X



4
6
Membaca buku di perpustakaan
X




5
7
Kelengkapan buku referensi
X




5
8
Partisipasi dalam kegiatan praktikum

X



4
9
Kerapihan laporan praktikum


X


3
10
Partisipasi dalam kelompok belajar
X




5
11
Etika dalam menyampaikan pendapat

X



4

Jumlah Skor





48

Kriteria Skor:
5 = sangat baik/sangat sering                          2 = kurang/jarang
4 = baik/sering                                                1 = sangat kurang
3 = cukup
Kriteria Penilaian:      
47-55 = sangat baik/sangat sering                   20-28 = kurang/jarang
38-46 = baik/sering                                         11-19 = sangat kurang
29-37 = saangat kurang
Sedangkan penilaian psikomotorik diperoleh dengan menilai presentasi dan keterampilan siswa dalam menggunakan berbagai media belajar dan menyelesaikan tugas praktik. Adapun format penilaian psikomotorik yang diterapkan di MTs Negeri Wonosobo yaitu sebagai berikut.
Tabel 2
Format Penilaian Psikomotorik
No.
Aspek
Yang
Dinilai
Menera
Alat
Praktik
Melaksanakan
Tugas
Praktik
Mempresentasikan
Tugas
Praktik
Jml
1
Nama
Siswa
4
3
2
1
4
3
2
1
4
3
2
1

2














3














4














5















Kriteria Skor:
4 = dilakukan dengan baik, cepat, dan teliti                                      
3 = dilakukan dengan baik dan tepat waktu
2 = dilakukan dengan baik tetapi tidak tepat waktu
1 = dilakukan dengan kurang baik
Kriteria Penilaian:      
12        = sangat baik/sangat sering                 6 - 7 = kurang/jarang
10 - 11 = baik/sering                                       4 - 5 = sangat kurang
8 - 9    = saangat kurang                                  3 - 4 = sangat kurang
Peneliti sengaja tidak mencantumkan daftar nilai psikomotorik siswa karena focus pembahasan bukan terletak pada apakah nilai psikomotorik siswa telah mencapai nilai batas tuntas atau belum, akan tetapi bagaimana system penilaian psikomotorik yang diimplementasikan di MTs Negeri Wonosobo.
b.   Model Strategi Pembelajaran
Model strategi pembelajaran yang berlangsung di MTs Negeri Wonosobo diarahkan untuk mengaktifkan siswa dalam rangka untuk mencapai ketuntasan belajar (masteri learning). Model strategi pembelajaran yang demikian ini meminimalisir monopoli guru dalam kegiatan pembelajaran, sebaliknya siswalah yang cenderung lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran. Penekanan kegiatan pembelajaran lebih banyak pada keterlibatan atau keikutsertaan siswa. Sehingga menjadikan kegiatan pembelajaran yang dilakukan menjadi daya tarik tersendiri bagi siswa dan mendorong tumbuhnya kreatifitas siswa. Kelebihan lainnya yaitu siswa dapat bebas berimprovisasi dalam setiap kegiatan pembelajaraan karena guru tidak mendiktekan berbagai kegiatan pembelajaran  dan standar kompetensi materi pelajaran kepada mereka.
Pola-pola pembelajaran yang dirancang untuk sebanyak mungkin member peluang kepada siswa untuk memperoleh pengalaman belajar sebanyak-banyaknya dengan kegiatan pembelajaran yang efektif. Hal demikian ini dapat pula membangkitkan motivasi belajar dan dinaamika siswa, yang selanjutnya membawa perubahan-perubahan lain menuju pada peningkatan kualitas siswa. Singkatnya dapat dikatakan bahwa model strategi pembelajaran yang diimplementasikan di MTs Negeri Wonosobo dapat dipahami dengan lebih banyaknya peluang yang diberikan kepada siswa dalam berbagai aktivitas pembelajaran, seperti mengungkapkan, menyajikan dan mempresentasikan berbagai standar kompetensi yang telah digariskan kurikulum.
1)   Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) yang diimplementasikan di MTs Negeri Wonosobo yaitu metode drill, metode ceramah, metode presentasi, metode diskusi,  dan metode praktik. Penggunaan metode- metode tersebut disesuaikan dengan kompetensi dasar tertentu yang harus dikuasai oleh siswa, sehingga penggunaannya dapat efektif. Disamping itu sumber belajar  yang dikembangkan, disaamping guru sebagai sumber utama juga mengacu pada sumber-sumber lain yang memenuhi unsure edukatif.
Metode drill misalnya saja dipergunakan untuk kegiatan pembelajaraan kefasihan berbahasa Inggris sebelum dibahas kandungan isinya. Penggunakan metode drill ini dengan porsi alokasi waktu yang sedikit yang kadang dipergunakan sebagai selingan untuk penguatan (reinforcement) penguasaan materi pelajaran. Sedangkan metode ceramah dipergunakan untuk untuk menjelaskan kompetensi dasar dari materi pelajaran yang bersifat prinsip yang dipandang membutuhkan penjelasan dari guru. Misalnya untuk menjelaskan bentuk-bentuk paragraph dalam pelajaran bahasa Indonesia, aplikasi rumus-rumus  dalam pelajaran fisika dan kimia, dan sebagainya, juga uraian-uraian singkat tentang suatu materi pelajaran yang selanjutnya didiskusikan siswa atau yang menjadi tugas individual.
Pesentasi diberikan sebagai tugas individual dan kelompok sesuai dengan karakter kompetensi yang menjadi materi pembelajaran. Misalnya, tugas individual diberikan untuk materi story telling daalam bahasa Inggris, sedangkan tugas kelompok untuk presentasi hasil observasi lapangan dari mata pelajaran biologi, dan sebagainya.
Metode diskusi juga dipakai pada mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) sebagai pendalaman materi dan penguasaan sekaligus penguatan materi pelajaran dan sebagai pengalaman belajar siswa. Dalam praktiknya, siswa dibagi ke daalam beberapa kelompok portofolio yang bertugas membahas suatu materi pelajaran yang ditentukan secara demokratis oleh siswa sendiri yang dipandu guru. Kemudian masing-masing kelompok siswa tersebut mendiskusikannya secara internal yang selanjutnya hasil diskusi dipresentasikan dalam diskusi kelas.
Metode praktik yang dipakai dalam kegiatan mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) diantaranya dialog dala bahasa inggris, membuat bel dalam pelajaran fisika, menanam sayur mayor dengan teknik hidroponik dalam pelajaran biologi, membuat kliping dalam bahasa Indonesia, membuat sabun dalam pelajaran kimia, mengukur lebar halaman sekolah dalam matematika, dan sebagainya.
Selama masa penelitian, berbagai metode belajar tersebut telah banyak dipraktekkan dan terus menerus diupayakan perbaikan dan peningkatan kualitasnya. Variasi-variasi metode belajar seperti yang telah penulis paparkan di atas telah sering diterapkan sebagai pelengkap metode-metode lain. Ternyata metode pembelaajaran yang demikian lebih menarik minat siswa karena terlihat menyenangkan.
2)   Sistem Belajar Tuntas
Dalam kegiatan pembelajaran, siswa dituntut untut menguasai materi pelajaran secara tuntas. Batas tuntas untuk setiap materi pelajaran ditentukan melalui kriteria ketuntasan minimal (KKM), yang mana untuk materi pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) ditentukan sebagai berikut:
Tabel 3
Kriteria Ketuntasan minimal (KKM)

No.
Kelas
Semester
Gasal
Genap
1
X
73
74
2
X U
75
76
3
XI
74
75
4
XI U
76
77
5
XII
75
76

Atas dasar kriteria ketuntasan minimal (KKM) tersebut, peserta didik diharuskan untuk bisa mencapai batas ketuntasan (nilai) minimal dari setiap SK, KD  suatu mata pelajaran, pada setiap penilaian / ulangan, baik ulangan harian, ulangan tengah semester, maupun ulangan semester (gasal/genap). Nilai akhir dari setiap ulangan akan dipastikan setelah dilaksanakan remidi dua kali bagi yang belum tuntas.
   Remidi tidak sekedar dimaksudkan sebagai ulangan perbaikan, namun pemahamam dan pendalaman materi yang dilakukan di luar jam kegiatan pembelajaran formal. Dalam remidi siwa akan benar-benar dibimbing sampai benar-benar menguasai materi dan mencapai batas tuntas.[54] Oleh karena remidi memerlukan waktu dan tenaga yang tidak sedikit, maka guru dituntut memiliki kesabaran dan kemampuan ekstra untuk membimbing siswanya hingga mencapai batas tuntas pembelajaran. Selama ini kegiatan remidi dapat dijalankan oleh pihak madrasah pada sore hari dari hari senin hingga hari kamis dengan jadwal yang sudah diatur.
2.    Strategi Siswa
Dalam rangka menghadapi UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) tahun pelajaran 2010/2011, siswa MTs Negeri Wonosobo memiliki strategi khusus dalam setiap kegiatan pembelajaran.
a.      Strategi Dalam Kegiatan Pembelajaran
Atas dasar interview yang peneliti berikan kepada siswa, strategi belajar yang diterapkan oleh siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran yaitu:
1)      Mendengarkan uraian guru dengan seksama.
Perhatian penuh diberikan oleh siswa pada saat guru menguraikan pelajaran yang sedang berlangsung. Dengan demikian ini siswa dapat mengerti topik atau tema pembahasan mata pelajaran, sehingga pelajaran dapat dikuasai dengan baik.
2)      Menanyakan hal-hal yang dianggap belum jelas.
Keaktifan siswa pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung diantaranya ditujukkan dengan memberikan feedback  berupa pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan mata pelajaran yang sedang berlangsung. Dengan bertanya, mereka memperoleh pemahaman yang peuh atas materi pelajaran.
3)      Mengulang pelajaran di rumah.
Materi pelajaran yang telah didapatkan oleh siswa di dalam kelas atau di madrasah kemudian dipelajari lagi di rumah atau di asrama bagi yang nyantri. Dengan belajar kembali ini siswa dapat menguasai pelajaran denga lebih baik lagi. Dengan ini ketika pembelajaran berlanjut pada topic atau tema lain, merekan merasa lebih ringan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.
b.      Strategi Dalam Mengikuti Program Madrasah
Disamping itu, ada beberapa kegiatan yang dirancang khusus oleh MTs Negeri Wonosobo untuk mendorong prestasi belajara siswa, yaitu
1)      Alokasi Jam pelajaran lebih awal
Mengingat banyaknya materi pembelajaran yang menjadi muatan kurikulum, alokasi waktu kegiatan pembelajaran intra kurikuler  di MTs Negeri Wonosobo dimulai dari jam 06.45 sampai dengan jam 13.30 WIB (dimana hal ini mendahului 15 menit dari sekolah lain). Siswa MTs Negeri Wonosobo telah terbiasa mengikuti program madrasah seperti ini dan mereka nmerasa senang dan tidak memiliki kendala yang berarti karena bagi yang tidak nyantri banyak transportasi umum yang tersedia. Dengan kegiatan pembelajaran lebih awal ini siswa justru merasa lebih focus dalam kegiatan pembelajaran.
2)      Pemadatan materi pelajaran UN
Pemadatan materi pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) memang menjadi strategi madrasah yang harus diikuti semua siswa kelas XII. Tujuan pemadatan materi pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) agar siswa telah menguasai semua materi pelajaran ketika semester 2 berlangsung. Sehingga pada semester 2 kegiatan pembelajaran lebih banyak drill latihan pengerjaan soal-soal UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional). Dengan demikian siswa akan terbiasa mengerjakan soal-soal UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional).
Kegiatan pemadatan ini dirasa berat dan melelahkan, akan tetapi apabila mengingat semester 2 hanya efektif belajar sekitar 2 bulan, maka akhirnya siswa merasa biasa mengikuti program ini.
3)      Les Mata Pelajaran UN
Les mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) telah dilakukan semenjak awal tahun pelajaran bagi kelas XII. Program ini bersifat wajib dan dijadwalkan pada sore hari sehabis kegiatan pembelajaran berlangsung.
B.       Prestasi Belajar di MTs Negeri Wonosobo
Dengan berbagai metode dan strategi pembelajaran yang diterapkan,  MTs Negeri Wonosobo telah berusaha semaksimal mungkin untuk mencapai prestasi yang iknya. Pihak madrasah telah membuat berbagai kebijakan yang mendukung keberhasilan kegiatan pembelajaran mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) (UN) dan guru juga sudah semaksimal mungkin mengimplementasikan metode dan strategi sebaik-baiknya dalam kegiatan pembelajaran. Hasilnya MTs Negeri Wonosobo dapat meluluskan 100 % siswa-siswinya dalam UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) pada tahun pembelajaran 2010/2011. Prestasi siswa MTs Negeri Wonosobo pada UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) tahun pelajaran 2010/2011 cukup menggembirakan sebagaimana dapat dilihat pada table berikut ini:
NILAI
BIN
BING
MAT
JML
Klasifikasai
B
C
B
B
Rata-rata
6,78
5,95
7,05
19,78
Terendah
5,33
4,33
4,33
16,16
Tertinggi
8,33
7,17
9,33
23,66
Std. Deviasi
0,75
0,78
1,52
1,93

Berdasarkan tabel hasil UN tersebut dapat dipahami bahwa prestasi siswa-siswi MTs Negeri Wonosobo cukup baik. Hal ini ditopang kerja keras yang dan strategi pembelajaran yang seefektif mungkin dapat diterapkan dalam kegiatan pembelajaran di MTs Negeri Wonosobo. Hasil UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) tersebut telah sesuai dengan target prestasi yang dicanangkan. Bahkan berdasarkan nilai rata-ratanya,  MA NU Banat menduduki peringkat I UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) (UN) tingkat SMA/MA program IPA, program Agama menduduki peringkat 5, dan program IPS menduduki peringkat 29 tingkat jawa tengah
Berbicara tentang hal ini tidak akan terlepas dari komponen pendidikan yang menyangkut kurikulum, subyek pendidikan dan aktivitas pendidikannya. Proses pendidikan diawali dengan menumbuhkan kesadaran masing-masing subyek untuk aktif berkembang. Adanya kebutuhan pragmatis merupakan pendorong muncul dan berkembangnya kreatifitas. Prestasi demikian tidak lepas dari peran guru mata pelajaran. Berdasarkan observasi peneliti, guru-guru mapel UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) MTs Negeri Wonosobo telah sesuai antara gelar akademis yang disandangnya (setidaknya guru mapel UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional)) dengan mata pelajaran yang diampunya.
C.      Relevansi Strategi dengan Tujuan Institusional.
Model kegiatan pembelajaran yang dilangsungkan di MTs Negeri Wonosobo masih bersifat konvensional, yaitu berbentuk klasikal. Dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran, peran aktif subyek pendidikan (guru-murid) untuk senantiasa mengembangkan inovasi dan kreatifitasnya, karena keberhasilan pelaksanaan program   banyak tergantung pada kemauan dan kemampuan subyek pendidikan dalam mensiasatinya.
Kegiatan pembelajran atau pendidikan di MTs Negeri Wonosobo mengacu pada Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang tujuannya untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[55] Disamping itu secara operasional tindakan pembelajaran menggunakan kurikulum sebagai mediator interaksi, yang dapat juga dipergunakan untuk mengetahui ranah hasil pembelajaran, baik yang kognitif, afektif maupun psikomotor. Keberhasiln pencapaian tujuan pendidikan ditandai dengan adanya perubahan sikap dan perilaku.
Tujuan institusional MTs Negeri Wonosobo dalam dataran operasional yaitu mewujudkan ciri khas agama Islam disamping tetap harus berpacu dalam mengemban tugas kurikuler mengajarkan materi pelajaran umum sebagaimana Sekolah Menengan Atas (SMA) pada umumnya. Hal ini merupakan tugas instutusional sebagaimana yang tertuang dalam Keputusan Menteri Agama (KMA) 372/1993. Adapun tujuan institusional MTs Negeri Wonosobo yaitu untuk membekali peserta didik agar : 1). Mampu memahami ilmu agama dan umum; 2). Mampu mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dalam kehidupan   sehari – hari; 3). Memiliki ilmu ketrampilan sebagai bekal hidup di masyarakat; 4). Mampu berkomunikasi sosial dengan modal bahasa asing praktis   (Bahasa Arab dan  Bahasa Inggris); 5). Mampu memahami ilmu – ilmu yang dibutuhkan untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi.
Dalam hal ini Asy'ari mengatakan bahwa manusia Indonesia yang akan dibentuk adalah manusia shaleh, dalam arti menempatkan diri sebagai subyek kreatif menangkap dan memahami kehadiran Tuhan dalam kehidupan yang prosesnya tidak semudah membalik telapak tangan, tetapi membutuhkan penanganan yang penuh kreatif dan inovatif.[56] Selanjutnya Musa Asy'ari menjelaskan pula bahwa: Eksistensi ciri khas agama Islam tidak hanya sebatas adanya masjid/mushola pada madrasah, pengucapan assalamu'alaikum dan pakaian jilbab bagi wanita, ataupun penonjolan secara ekstrim pelaksanaan sebagian ajaran agama Islam, tetapi yang lebih urgen adalah penetapan perwujudan dan pengejawantahan nilai-nilai islami, yang tampak pada aktivitas kesatuan piker dan zikir dalam kehidupan sehari-hari.[57]
Malik Fajar mengatakan bahwa tantangan kedepan madrasah dalam rangka mempertahankan eksistensi cirri khas agama Islam adalah tuntutan untuk menjadikan pendidikan Islam pada madrasah bukan hanya sekedar sebagai cagar budayadengan mempertahankan paham agama Islam,[58] akan tetapi menurut Tilaar yang lebih signifikan yaitu sebagai agent of change bagi kumunitaas muslim Indonesia dalam memasuki era society knowledge.[59] Harapan yang dipetik dari idealisme pendidikan Islam pada madrasah akan menjadi pil pahit yang tidak menyembuhkan penyakit, jika madrasah tidak mampu menghadapi tantangan-tantangan, karena eksistensi cirri khas agama Islam tidak terwujud lantaran telah teriritasi dengan kecenderungan kea rah materialistik.
Apa yang peneliti saksikan di MTs Negeri Wonosobo rupanya telah ada kesadaran yang baik dari kalangan sivitas akademikanya, kebijakan-kebijakan yang diambil pihak pengambil keputusan telah berusaha untuk mencapai prestasi sebaik-baiknya tanpa mengorbankan ciri khas agama Islam. Apalagi kegiatan-kegiatan pembelajaran didukung boarding school sebagai sarana pendalaman agama Islam dan dapat juga berfunsi sebagai pengutan penguasaan pelajaran di madrasah yang mana hal ini dapat menjadi bukti kongkrit hal tersebut.
Pihak madrasah menyadari betul bahwa mata pelajaran yang diajarkan di MTs Negeri Wonosobo, seperti yang tertuang dalam kurikulum berdasarkan KMA 372/1993 tersebut dapat mengakibatkan pendangkalan tingkat kemampuan output atau alumninya karena kurikulum sarat muatan, disatu sisi program akademis dituntut sepadan dengan SMA sementara pada sisi lain menonjolkan ciri khas agama Islam yang alokasi waktunya terbatas. Oleh karena itu pihak madrasah selalu berupaya untuk seoptimal mungkin mencapai tujuan pembelajaran seperti yang diinginkan kurikulum.










BAB V
PENUTUP

A.    Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang strategi madrasah dalam meningkatkan prestasi belajar mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) (studi kasus di Sebuah Lembaga Pendidikan Islam MTs Negeri Wonosobo), maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1.    Strategi pembelajaran yang dikembangkan sudah baik, apalagi mendapatkan dukungan dari sarana dan prasarana yang tersedia dengan cukup.
2.    Hasil UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) pada tahun pelajaran 2010/2011 dengan kelulusan 100 % menunjukkan bahwa implementasi metode dan strategi pembelajaran sudah cukup ideal.
3.    Input siswa yang cukup tinggi berpengaruh pada optimalnya prestasi siswa dalam kelulusan pada UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) (UN).
4.    Strategi pembelajaran yang diimplementasikan di MTs Negeri Wonosobo dapat dikatakan tepat sasaran karena mampu meningkatkan prestasi UN tanpa mengorbankan tujuan instituisionalnya.
5.    MTs Negeri Wonosobo memiliki faktor pendukung yang memadahi, yaitu sumber daya manusia (guru-guru) yang gelar kesarjanaannya (S-1) telah memenuhi kualifikasi, karena telah sesuai antara ijazah yang disandang dengan materi pelajaran yang diampunya.
6.    Pemberdayaan siswa dengan banyak kegiatan yang harus diikuti justeru mengganggu kegiatan pembelajaran yang banyak terfokus pada persiapan UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) khususnya kelas dua belaas.
7.    Keberhasilan MTs Negeri Wonosobo dalam menghatarkan siswa-siswinya lulus seratus persen dalam UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) juga didukung adanya kecukupan sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam kegiatan pembelajaran.
8.    MTs Negeri Wonosobo setidaknya memiliki tiga factor penghambat  yang utama dalam mencapai prestasi terbaiknya, yaitu soal UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) yang dibuat dari pusat (Diknas Jakarta), kelas yang belum ideal dan keharusan menjalankan sebuah kurikulum yang sarat materi pelajaran.
9.    MTs Negeri Wonosobo telah berupaya seoptimal mungkin untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi walaupun kegiatan yang dilakukan belum dapat pada tarap ideal.

B.     Saran-saran

Dalam rangka optimalisasi prestasi belajar mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) (UN) di MTs Negeri Wonosobo, ada beberapa hal yang barang kali layak untuk menjadi bahan pertimbangan dan masukan bagi pihak sekolah, yaitu:
1.    MTs Negeri Wonosobo perlu mempertahankan input siswa yang baik sehingga dimasa datang prestasi belajar dapat ditingkatkan lebih baik lagi.
2.    Perlunya lebih banyak lagi mengimplementasikan metode dan strategi pembelajaran sehingga hasil belajar siswa terutama pada mata pelajaran UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) dapat mencapai hasil lebih baik lagi.
3.    Perlunya kebijakan jangka panjang untuk perbaikan kualitas input siswa sehingga kualitas kelulusan siswa dalam UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) dapat ditingkatkan lebih baik lagi, disamping tetap harus mempertahankan kualitas kelulusan yang telah dicapai sema ini.
4.    MTs Negeri Wonosobo perlu mempertahankan strategi pembelajaran yang telah  diimplementasikan selama ini, karena telah terbukti mampu meningkatkan prestasi siswa dalam UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) (UN) tanpa mengorbankan tujuan institusionalnya.
5.    Sumber daya manusia (tenaga kependidikan) yang telah dimiliki agar senantiasa mendapatkan pembinaan dan pengembangan seoptimal mungkin, tidak sekedar refreshing, namun peningkatan profesionalisme mereka yang lebih penting.
6.    MTs Negeri Wonosobo Perlu memformat kembali kegiatan pembelajaran yang selama ini dilakukan, sehingga siswa tidak merasa terbebani dengan berbagai kegiatan yang justru dirasa mengganggu kegiatan pembelajaran (terutama bagi kelas tiga yang harus mempersiapkan UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional)).
7.    Perlunya meningkatkan pengadaan sarana dan prasarana pembelajaran untuk mempertahankan dan meningkatkan prestasi yang telah dicapai.
8.    MTs Negeri Wonosobo Perlu bersikap yang lebih realistis, terutama pada dua faktor penghambat  yang ada bersifat eksternal (datangnya dari luar) yitu soal UAMBN (ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional) yang dibuat dari pusat (Diknas Jakarta) dan keharusan menjalankan sebuah kurikulum yang sarat materi pelajaran; adapun kelas yang belum ideal dapat dihilangkan dengan pembentukan kelas-kelas unggulan yang jumlah siswanya ideal dengan ditawarkan kepada masyarakat yang konsekuwensinya adanya peningkatan biaya pendidikan.
9.    Usaha MTs Negeri Wonosobo untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi perlu terus-menerus ditingkatkan kepada taraf yang lebih ideal. Diantara yang perlu dilakukan diantaranya yaitu: 1). Perlunya mengagendakan kegiatan peningkatan mutu guru yang lebih baik lagi, tidak sekedar kegiatan refreshing; 2). Perlunya dicari solusi yang lebih tepat untuk memformat kegiatan-kegiatan baik yang bersifat kurikuler maupun non kurikuler, untuk menghindari kejenuhan siswa karena jejalan banyaknya kegiatan yang harus diikuti.










[1] Winkel, W.S., Psikologi Pengajaran  (Jakarta: 1987), hlm. 36.
[2] Sardiman A. M.,  Interaksi dan Motivasi  Belajar Mengajar (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 1.
[3] Al-Hamzah, Memecahkan Labirin Pendidikan Nasional: Upaya Keluar dari Paradigma Involusi (Jurnal Ilmiah Sketsa, edisi I/LPM/11/2000. LPM Sketsa Universitas Jendral Soedirman, Purwokerto, 2000), hlm.  270.
[4] Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 45 Tahun 2010 Pasal 2.
[5] Maksun, Madrasah; Sejarah dan Perkembanganny, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm. 1.
[6] Ibid.
[7] Sudjana, Nana dan Ibrahim, Penelitian dan penelitian pendidikan, Bandung: Sinar Baru, 2001, hlm. 193.
[8] Moloeng, Lexy J., Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1991), hlm. 111.
[9] Nana Sudjana, Op. Cit., hlm. 193.
[10] Sutopo, Heribertus, Pengantar Penelitian Kualitatif: Dasar-dasar Teoritis dan Praktis (Surakarta: Pusat Penelitian Universitas Sebelas Maret, 1988), hlm. 21.
[11] Ibid., hlm. 21.
[12] Sutopo, Heribertus, Pengantar Penelitian Kualitatif: Dasar-dasar Teoritis dan Praktis (Surakarta: Pusat Penelitian Universitas Sebelas Maret, 1988), hlm. 21.
[13] Ibid., hlm. 21.
[14] Djamil, Abdul, Perlawanan Kiai Desa, Pemikiran dan Gerakan Islam Ahmad Rifa’i Kalisalak (Yogyakarta: LKiS, 2001), hlm. xxx.
[15]Noeng Muhadjir, Ilmu Pendidikan dan Pertumbuhan Sosial (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000), hlm 13.
[16] Khozin Sukardi, Pengaruh kepemimpinan Pendidikan dan Persepsi Guru Mengenai Supervisi Kepala Madrasah Terhadap Efektifitas Mengaja (Surakarta: PPs UMS, 2002), hlm. 98.
[17] Simatupang, StrategiPendidikan Kristen di Indonesia (Salatigaiga: UKSW, 1987), hlm. 1.
[18] Webster’s School Dictionary (New York: American Book Company, 1980), hlm. 917.
[19] Simatupang, T.B., Op. Cit., hlm. 2.
[20] Joni, T. Raka, 1979, Strategi Belajar-Mengajar (Jakarta: P3G Depdikbud, 1979), hlm. 3.
[21] Ibid.
[22]  Thoha, Chabib, Teknik Evaluasi Pendidikan (Semarang: PT. RajaGrafindo Persada, 1996), hlm. 3.

[23] Gulo, W., Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: Grasindo, 2002), hlm.4.

[24] Gulo, W., Ibid., hlm. 6.
[25] Amin, Moh., Humanistic Education (Jakarta: Depdikbud, 1972), hlm. 9.
[26] Gulo, W., Op., Cit., hlm. 8.
[27] Thoha, Chabib, Op. Cit., hlm. 6.
[28] Echols, John, M., Shadily, Shaddily, Hasan, Kamus Inggris-Indonesia (Jakarta: PT. Gramedia, 1994), hlm. 220.
[29] Annastasi, Anne, Psychological Testing (New York: Macmillan, co., Inc., 1978), hlm. 6.

[30] Suryabrata, Sumadi, Proses Belajar Mengajar di Perguruan Tinggi (Yogyakarta: Andi Offset, 1983), hlm. 33.
[31] Edwin Wondt dan G.W. Brown, Essentials  of Educational Evaluation (New York, Holt Rinehart and Winstone, 1957), hlm. 1.
[32] Cronbach, Essentials  of Psychological Testing (New York: Haeper, 1970), hlm. 26.
[33] Suryabrata, Sumadi, Pembimbing ke Psikodiagnostik (Yogyakarta: Andi Offset, 1984), hlm. 22.
[34] Thoha, Chabib, Op., Cit., hlm. 3.

[35] Julian C. Stanley dan Kenneth D. Hopkins, Educationaland Psychological Measurement and Evaluation  (New York: Prentice Hall of India Private Limited, 1978), hlm. 6.
[36] Thoha, Chabib, Op., Cit., hlm. 5.
[37] Ibid.
[38] Sumber: Dokumen dari papan struktur organisasi MTs Negeri Wonosobo tahun                 pelajaran 2010/2011.

[39] Sumber: Dokumen dari Data Guru MTs Negeri Wonosobo tahun pelajaran 2010/2011

[40] Wawancara dengan Drs. Moh Said Muslim, kepala MTs Negeri Wonosobo pada tanggal 10 Januari 2011.
[41] Wawancara dengan Drs. Moh Said Muslim, Kepala MTs Negeri Wonosobo pada tanggal 10 Januari 2011.
[42] Wawancara dengan Dra. Sri Rochanah, Wakil Kepala bagian kurikulum MTs Negeri Wonosobo pada tanggal 11 Januari 2011.
[43] Wawancara dengan Halimah, SE., Kaprog IPS MTs Negeri Wonosobo pada tanggal 11 Januari 2011.
[44] Wawancara dengan Drs. Moh Said Muslim, Kepala MTs Negeri Wonosobo pada tanggal 10 Januari 2011.
[45] Wawancara dengan Dra. Siti Nurasiah, Kepala Program IPA MTs Negeri Wonosobo pada tanggal 10 Januari 2011.
[46] Wawancara dengan Tri Mastutiningsih, S.Pd., Kepala Program Bahasa NU Banat Kudus pada tanggal 10 Januari 2011.
[47] Wawancara dengan Tri Mastutiningsih, S.Pd., Kepala Program Bahasa NU Banat Kudus pada tanggal 10 Januari 2011.
[48] Wawancara dengan Nik Cahaya K., S.Pd., Guru Matematika NU Banat Kudus pada tanggal 14 Januari 2011.

[49]  Imam Barnadib, Dasar-dasar Kependidikan Memahami Makna dan Perspektif Beberapa Teori Pendidikan (Jakarta: Galia Indonesia, 1996), hlm. 21-23.
[50] Wawancara dengan Erlina Nur Aini, S.Pd., Guru Fisika MTs Negeri Wonosobo pada tanggal 14 Januari 2011.
[51] Mel Silberman, Active learning (Yogyakarta: YAPPENDIS, 2002), hlm. 6.

[52] Wawancara dengan Dra. Siti Nurasiyah, Guru Biologi MTs Negeri Wonosobo pada tanggal 14 Januari 2011.
[53] Dina Maria, M.Sc., Guru Kimia Wawancara dengan Dra. Siti Nurasiyah, Guru Biologi MTs Negeri Wonosobo pada tanggal 14 Januari 2011.
[54] Wawancara dengan Dra. Sri Rochanah, Wakil Kepala bagian kurikulum MTs Negeri Wonosobo pada tanggal 11 Januari 2011.

[55] Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab 2  Pasal  3.
[56] Musa Asy'ari, Filsafat Islam Tentang Kebudayaan, Yogyakarta: LESFI, 1999, hlm. 99.
[57] Ibid., hlm. 100.
[58] Malik Fajar, Visi Pembaharuan Pendfidikan Islam, Jakarta: LP3N, 1998, hlm. 6.
[59] H. A. R. Tilaar, Paradigma Baru Pendidikan Islam (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hlm. 150.