PROGRAM
PASCA SARJANA ( PPS ) UNIVERSITAS SAINS
AL-QUR’AN
(UNSIQ)
JAWA
TENGAH DI WONOSOBO
![]() |
MAKALAH
JUDUL
TAHLIL BUKAN HANYA SEKEDAR TRADISI UMAT ISLAM
NAHDLOTUL ULAMA ( NU ) DI INDONESIA
Untuk
Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Peradaban Islam yang diampu oleh:
Prof.Kyai.
Yudian Wahyudi,PhD
Disusun
oleh:
ACHMAD
ZUDIN,S.Ag
NIM: 681.17.115
2015
TAHLIL BUKAN HANYA SEKEDAR TRADISI UMAT ISLAM
NAHDLOTUL ULAMA ( NU ) DI INDONESIA
BAB I
A. PENDAHULUAN
1.
Latar belakang
Sebelum Islam masuk dan berkembang, Indonesia sudah memiliki corak
kebudayaan yang dipengaruhi oleh agama Hindu dan Budha seperti yang pernah kita
pelajari pada materi sebelumnya. Dengan masuknya Islam, Indonesia kembali
mengalami proses akulturasi (proses bercampurnya dua atau lebih)
kebudayaan karena percampuran bangsa-bangsa dan saling mempengaruhi, yang
melahirkan kebudayaan baru yaitu kebudayaan Islam Indonesia. Dengan masuknya
Islam tersebut tidak berarti kebudayaan Hindu dan Budha hilang. Bentuk budaya
sebagai hasil dari proses akulturasi tersebut, tidak hanya bersifat
kebendaan/material tetapi juga menyangkut perilaku masyarakat Indonesia.[1]Seringkali
kekuasaan diletakkan bagi ibadah ritual.hal itu bertentangan dengan
kecenderungan teori social-politik,kebudayaan dan pemikiran tentang agama
kontenporer.Masalah ini Nampak jelas dalam kaitan dengan gagasan”masyarakat
sipil” ,demokrasi dan penegakan hak asasi manusia (HAM).[2]
Era baru perpolitikan dan atau kekuasaan dan kenegaraan dipandang sebagai era
ekonomi-politik atau humanisasi politik,sehingga kekuasaan dan kenegaraan
adalah praktek kemanusiaan.[3]
NU adalah organisasi keagamaan sekaligus organisasi kemasyarakatan
terbesar dalam lintasan sejarah bangsa Indonesia, mempunyai makna penting dan
ikut menentukan perjalanan sejarah bangsa Indonesia, NU lahir dan berkembang
dengan corak dan kulturnya sendiri. Sebagai organisasi berwatak keagamaan Ahlussunnah
Wal Jama'ah, maka NU menampilkan sikap akomodatif terhadap berbagai madzhab
keagamaan yang ada di sekitarnya.[4] Ada
hal yang menarik yang perlu dicermati disini,yaitu jika standar kebenaran
seseorang berpangkal pada keaswajaannya ,dan kalau ke-Aswajaan-nya itu
harus merujuk dan berinduk kepada duet al-Asy’ari dan al-Maturidi,dengan
asumsi bahwa orang yang tidak demikian berarti aqidahnya tidak benar atau
minimal dipertanyakan,maka yang harus dipertanyakan lebih dahulu adalah apakah
imimam mazdhab empat juga berakidah Aswaja? Jawabannya pasti tidak karena mereka
berempat jauh lebih dahulu ada sebelum al-Asy’ari dan al-Maturidi.[5]NU
tidak pernah berfikir menyatukan apalagi menghilangkan mazdhab-mazdhab
keagamaan yang ada. Dan sebagai organisasi kemasyarakatan, NU menampilkan sikap
toleransi terhadap nilai-nilai lokal. NU berakulturasi dan berinteraksi positif
dengan tradisi dan budaya masyarakat lokal. Dengan demikian NU memiliki wawasan
multikultural, dalam arti kebijakan sosialnya bukan melindungi tradisi atau
budaya setempat, tetapi mengakui manifestasi tradisi dan budaya setempat yang
memiliki hak hidup di Republik Indonesia tercinta ini.[6]
Sebagai warga negara Indonesia, terkhusus sebagai warga Nahdlatul
‘Ulama alangkah baiknya kita mengetahui lebih dalam mengenai apa itu Nahdlatul
‘Ulama. Banyak hal yang bisa kita temukan dan kita kaji dalam perkembangan
organisasi ini baik dari sisi aqidah,fiqih,sosial kemasyarakatan,politik dan
lain-lain,sehingga kita dapat memetik segala hikmah kebaikan yang bisa
dijadikan motivasi dan semangat untuk kehidupan kita. Dalam Makalah ini,
penulis akan mencoba menguraikan sedikit tentang apa itu Nahdlatul ‘Ulama,
bagaimana sejarah terbentuknya dan tradisi tahlilan dalam masyarakat NU di
Indonesia.
2.
Rumusan masalah
a. Apa itu Nahdlatul ‘Ulama?
b. Bagaimana Sejarah Terbentuknya Nahdlatul ‘Ulama?
c. Apakah tahlil hanya sekedar tradisi umat islam Nahdlatul ‘Ulama
di Indonesia ?
3.
Tujuan
a. Mengetahui Apa itu
Nahdlatul ‘Ulama
b. Mengetahui Sejarah
Terbentuknya Nahdlatul ‘Ulama
c. Mengetahui hukum dan manfaat tahlil ?
BAB II
B. PEMBAHASAN
1.
Pengertian Nahdlatul ‘Ulama
NU adalah jamm’iyah diniyah Islamiyah ( organisasi keagamaan
Islam ) yang didirikan di Surabaya
pada 16 Rajab 1344 H / 31 Januari 1926 M.[7]Nahdlatul
‘Ulama sebagai jam’iyah diniyah adalah wadah para Ulama’ dan
pengikut-pengikutnya, dengan tujuan memelihara, melestarikan, mengembangkan dan
mengamalkan ajaran Islam yang berhaluan Ahlus Sunnah wal Jama’ah dan
menganut salah satu dari madzhab empat tapi tidak menutup kemungkinan menganut
madzhab yang lain dari empat madzhab tersebut,masing-masing adalah :
a. Imam Abu Hanifah an-Nu’man
b. Imam Malik bin Anas
c. Imam Muhammad Idris As-Syafi’i dan
d. Imam Ahmad bin Hanbal.
Nahdlatul ‘Ulama (NU) adalah merupakan gerakan keagamaan yang
bertujuan untuk ikut membangun dan mengembangkan insan dan masyarakat yang
bertaqwa kepada Allah SWT, cerdas, trampil, berakhlaq mulia, tenteram, adil
dan sejahtera. NU mewujudkan cita-cita dan tujuannya melalui serangkaian
ikhtiar yang didasari oleh dasar-dasar faham keagamaan, yang membentuk
kepribadian khas Nahdlatul Ulama.[8]Sehingga
sebutan NU pada NU Kultural tidak
lagi menunjukan sebuah komunitas yang selama ini dianggap tradisional.[9] Nahdlatul
‘Ulama (NU) merupakan organisasi sosial keagamaan yang berhaluan Ahlu as-Sunnah
Wa al-Jama’ah, sebagai wadah pengemban dan mengamalkan ajaran Islam Ala
Ahadi al-Mazhabi al-Arba’ah dalam rangka mewujudkan Islam sebagai rahmat
bagi semesta alam. Dengan kata lain sebagai salah satu ormas tertua, NU
merupakan satu-satunya organisasi masa yang secara keseluruhan bahwa Ahlu
as-Sunnah Wa al-Jama’ah sebagai mazhabnya. Sehingga, ketika NU berpegang pada
mazhab, berarti mengambil produk hukum Islam (fiqh) dari empat Imam Mazhab,
yaitu mazhab Hanafi, mazhab Maliki, mazhab Syafi’i dan mazhab Hambali.
Dalam kenyataannya NU lebih condong pada pendapat Imam Asy-Syafi’i, oleh
karenanya NU sering dicap sebagai penganut fanatik mazhab Syafi’i. Hal
ini dapat dilihat dari cara NU mengambil sebuah rujukan dalam menyelesaikan
kasus-kasus atau permasalahan-permasalahan yang muncul. Alasan yang sering
dilontarkan adalah umat Islam Indonesia mayoritas bermazhab Syafi’i.Nahdlatul
‘Ulama (NU) sebagai Jam’iyah Diniyah Islamiyah yang bertujuan membangun atau
mengembangkan insan dan masyarakat yang bertaqwa kepada Allah SWT
senantiasa berpegang teguh pada kaidah-kaidah keagamaan (ajaran Islam) dan
kaidah-kaidah fiqh lainnya dalam merumuskan pendapat, sikap dan langkah guna
memajukan jam’iyah tersebut. Dalam bidang keagamaan dan kemasyarakatan
alam pikiran (pokok ajaran) Nahdlatul Ulama (NU) secara ringkas
dapat dibagi menjadi tiga bidang ajaran yaitu; bidang aqidah, fiqh, dan
tasawuf.
Dalam bidang aqidah yang dianut oleh NU sejak didirikan pada 1926
adalah Islam atas dasar Ahlu as-Sunnah Wa al-Jama’ah. Faham ini menjadi
landasan utama bagi NU dalam menentukan segala langkah dan kebijakannya, baik
sebagai organisasi keagamaan murni, maupun sebagai organisasi kemasyarakatan.
Hal ini ditegaskan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART),
bahwa NU mengikuti Ahlu as-Sunnah Wa al-Jama’ah dan menggunakan jalan
pendekatan (mazhab). Adapun faham Ahlu as-Sunnah Wa al-Jama’ah
yang dianut NU adalah faham yang dipelopori oleh Abu Hasan al-Asy’ari
dan Imam Abu Mansur al-Maturidi. Keduanya dikenal memiliki keahlian dan
keteguhan dalam mempertahankan i’tiqad (keimanan) Ahlu as-Sunnah Wa
al-Jama’ah seperti yang telah disyaratkan oleh Nabi SAW dan para
sahabatnya. Jadi dalam melaksanakan ajaran Islam, bila dikaitkan dengan
masalah-masalah aqidah harus memilih salah satu di antara dua yaitu al-Asy’ari
dan al-Maturidi.Sementara dalam bidang fiqh ditegaskan bahwa: Nahdlatul
Ulama (NU) sebagai Jam’iyah Diniyah Islamiyah beraqidah Islam menurut faham Ahlu
as-Sunnah Wa al-Jama’ah dan mengikuti faham salah satu mazhab empat:
Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali. Namun dalam prakteknya para Kyai
adalah penganut kuat dari pada mazhab Syafi’i.
Jadi dengan demikian NU memegang produk hukum Islam (fiqh) dari
salah satu empat mazhab tersebut, artinya bahwa dalam rangka mengamalkan ajaran
Islam, NU menganut dan mengikuti bahkan mengamalkan produk hukum Islam (fiqh)
dari salah satu empat mazhab empat sebagai konsekuensi dari menganut faham Ahlu
as-Sunnah Wa al-Jama’ah. Walaupun demikian tidak berarti terus Nahdlatul
Ulama tidak lagi menganut ajaran yang diterapkan Rasulullah SAW. sebab keempat
mazhab tersebut dalam mempraktekkan ajaran Islam juga mengambil landasan dari
al-Qur’an dan as-Sunnah di samping Ijma’ dan Qiyas sebagai sumber pokok
penetapan hukum Islam.Adapun alasan kenapa Nahdlatul Ulama dalam bidang hukum
Islam (fiqh) lebih berpedoman kepada salah satu dari empat mazhab; Pertama,
al-Qur’an sebagai dasar hukum Islam yang pokok atau utama bersifat universal,
sehingga hanya Nabi SAW. yang tahu secara mendetail maksud dan tujuan apa yang
terkandung dalam al-Qur’an. Nabi SAW sendiri menunjukkan dan menjelaskan
makna dan maksud dar al-Qur’an tersebut melalui sunnah-sunnah beliau, yaitu
berupa perkataan, perbuatan, dan taqrir. Kedua, sunnah Nabi SAW. yang berupa
perkataan, perbuatan, maupun taqrirnya yang hanya diketahui oleh para
sahabat yang hidup bersamaan (semasa) dengan beliau, oleh karena itu perlu
untuk memeriksa, menyelidiki dan selanjutnya berpedoman pada
keterangan-leterangan para sahabat tersebut. Namun sebagian ulama tidak
memperbolehkan untuk mengikuti para sahabat dengan begitu saja. Maka dari itu
untuk mendapatkan kepastian dan kemantapan, maka jalan yang ditempuh adalah
merujuk kepada para ulama mujtahidin yang tidak lain adalah imam madzhab yang
empat, artinya bahwa dalam mengambil dan menggunakan produk fiqh (hukum Islam)
dari ulama mujtahidin harus dikaji, diteliti dan dpertimbangkan terlebih dahulu
sebelum dijadikan pedoman dan landasan bagi Nahdhatul Ulama.
Oleh karena itu, untuk meneliti dan mengkaji suatu produk fiqh
(hukum Islam) dalam NU ada suatu forum pengkajian produk-produk hukum fiqh yang
biasa disebut Bahsul Masail ad-Diniyah (pembahasan masalah-masalah
keagamaan)”. Jadi dalam forum ini berbagai masalah keagamaan akan digodok dan
diputuskan hukumnya, yang selanjutnya keputusan tesebut akan menjadi pegangan
bagi Jam’iyah Nahdlatul Ulama.
Faham
Nahdlatul Ulama dalam bidang tasawuf. Tasawuf sebenarnya merupakan dari ibadah
yang sulit dipisahkan dan merupakan hal yang penting, terutama yang berkaitan
dengan makna hakiki dari suatu ibadah. Jika fiqh merupakan bagian lahir dari
suatu ibadah yang segala ketentuan pelaksanaannya sudah ditetapkan dalam agama,
untuk mendalami dan memahami bagian dari ibadah, maka jalan yang dapat ditempuh
adalah melalui tasawuf itu sendiri.
Di antara berbagai macam aliran tasawuf yang tumbuh dan berkembang,
NU mengikuti aliran tasawuf yang dipelopori oleh Imam Junaid al-Bagdadi dan
Imam al-Gazali. Imam Junaid al-Bagdadi adalah salah seorang sufi terkenal
yang wafat pada tahun 910 M di Irak, sedangkan Imam al-Gazali adalah
seorang ulama besar yang berasal dari Persia.Untuk kepentingan ini, yaitu
membentuk sikap mental dan kesadaran batin yang benar dalam beribadah bagi
warga Nahdlatul Ulama, maka pada tahun 1957 para tokoh NU membentuk suatu badan
Jam’iyah at-Tariqah al-Mu’tabarah badan ini merupakan wadah bagi warga
NU dalam mengikuti ajaran tasawuf tersebut. Dalam perkembangannya pada tahun
1979 saat muktamar NU di Semarang badan tersebut diganti namanya Jam’iyah
at-Tariqah al-Mu’tabarah an-Nadiyyah. Dengan melihat nama badan tersebut di
mana di dalamnya ada kata nadhiyyin ini menunjukkan identitasnya sebagai badan
yang berada dalam linkungan Nahdhatul Ulama.Selanjutnya, sejalan dengan derap
langkah pembangunan yang sedang dilakukan, maka Nahdlatul Ulama sebagai bagian
yang tidak terpisahkan dari masyarakat dan bangsa harus mempunyai sikap dan
pendirian dalam dan turut berpartisipasi dalam pembangunan tersebut. Sikap dan
pendirian Nahdlatul Ulama ini selanjutnya menjadi pedoman dan acuan warga NU
dalam kehidupan beragama, bermasyarakat dan bernegara. Sikap NU dalam bidang
kemasyarakatan diilhami dan didasari oleh sikap dan faham keagamaan yang telah
dianut. Sikap kemasyarakatan NU bercirikan pada sifat: tawasut dan i’tidal,
tasamuh, tawazun dan amar ma’ruf nahi munkar. Sikap ini harus dimiliki baik
oleh aktifis Nahdlatul Ulama maupun segenap warga dalam berorganisasi dan
bermasyarakat :
1.
Sikap Tawasuf dan I’tidal.
Tawasut artinya tengah, sedangkan I’tidal artinya tegak. Sikap
tawasuth dan i’tidal maksudnya adalah sikap tengah yang berintikan kepada
prinsip hidup yang menjunjung tinggi keharusan berlaku adil dan lurus
ditengah-tengah kehidupan bersama. Dengan sikap dasar ini, maka NU akan selalu
menjadi kelompok panutan yang bersikap dan bertindak lurus dan selalu bersikap
membangun serta menghindari segala bentuk pendekatan yang bersifat tatarruf
(ekstrim).
2.
Sikap Tasamuh.
Maksudnya adalah Nahdlatul Ulama bersikap toleran terhadap
perbedaan pandangan, baik dalam masalah keagamaan teruma hal-hal yang bersifat
furu’ atau yang menjadi masalah khilafiyah maupun dalam masalah yang
berhubungan dengan kemasyarakatan dan kebudayaan.
3.
Sikap Tawazun.
Yaitu sikap seimbang dalam berkhidmad. Menyesuaikan berkhidmad
kepada Allah SWT, khidmat sesama manusia serta kepada lingkungan sekitarnya.
Menserasikan kepentingan masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang.
4.
Amar Ma’ruf Nahi Munkar.
Segenap warga Nahdlatul Ulama diharapkan mempunyai kepekaan untuk
mendorong berbuat baik dan bermanfaat bagi kehidupan bermasyarakat, serta
mencegah semua hal yang dapat menjerumuskan dan merendahakan nilai-nilai
kehidupan manusia.Dengan adanya beberapa aspek tersebut di atas, diharapkan
agar kehidupan umat Islam pada umumnya dan warga Nahdlatul Ulama pada
khususnya, akan dapat terpelihara secara baik dan terjalin secara harmonis baik
dalam lingkungan organisasi maupun dalam segenap elemen masyarakat yang ada.
Demikian pula perilaku warga Nahdlatul Ulama agar senantiasa terbentuk atas
dasar faham keagamaan dan sikap kemasyarakatan, sebagai sarana untuk mencapai
cita-cita dan tujuan yang baik bagi agama maupun masyarakat.[10]
2.
Sejarah Berdirinya Nahdlatul ‘Ulama
Sebelum jam’iyah ini terbentuk,ada beberapa hl yang langsung
maupun tidak langsung diyakini menjadi latar belakang berdirinya NU,Misalnya
gerakan pembaharuan di Mesir dan sebagian Timur Tengah lainnya.[11]Latar
belakang berdirinya NU juga berkaitan erat dengan perkembangan pemikiran
keagamaan dan politik dunia Islam kala itu. Salah satu faktor pendorong
lahirnya NU adalah karena adanya tantangan yang bernama globalisasi yang
terjadi dalam dua hal :
a. Globalisasi Wahabi, pada tahun 1924, Syarief Husein, Raja Hijaz
(Makkah) yang berpaham Sunni di taklukkan oleh Abdul Aziz bin Saud yang
beraliran Wahabi. Tersebarlah berita penguasa baru itu akan melarang semua
bentuk amaliyah keagamaan kaum sunni, yang sudah berjalan berpuluh-puluh tahun
di Tanah Arab, dan akan menggantinya dengan model Wahabi. Pengamalan agama
dengan sistem bermadzhab, tawassul, ziarah kubur, maulid nabi, dan lain
sebagainya, akan segera di larang.
b. Globalisasi imperialisme fisik konvensional yang di Indonesia di
lakukan oleh Belanda, Inggris, dan Jepang, sebagaimana juga terjadi di belahan
bumi Afrika, Asia, Amerika Latin, dan negeri-negeri lain yang di jajah bangsa
Eropa.
Sebelum tahun 1924, raja yang berkuasa di Mekkah dan Madinah ialah
Syarif Husen, yang bernaung di bawah Kesultanan Turki. Akan tetapi pada tahun
1926 Syarif Husen digulingkan oleh Ibnu Suud. Ibnu Suud ialah seorang pemimpin
suku yang taat kepada seorang pengajar agama bernama Abdul Wahhab dari Nejed
yang ajaran-ajaranya sangat konservatif. Misalnya berdoa di depan makam nabi
dihukumi syirik.Penguasa hijaz yang baru ini mengundang pemimpin-pemimpin islam
seluruh dunia untuk menghadiri Muktamar Islam di Mekkah pada bulan Juni 1926.
Di Indonesia kebetulan waktu itu sudah terbentuk CCC (Centra Comite Chilafat)
disebut Komite Hilafat, dan duduk di dalamnya berbagai wakil Organisasi Islam,
termasuk K.H. Wahab Hasbullah. CCC yang akan menentukan utusan Indonesia
kemuktamar tersebut.Berhubungan dengan itu, maka K.H. Wahab Hasbullah
bersama-sama para ulama’ Taswirul Afkar dan Nahdlatul Wathan dengan restu K.H.
Hasyim Asy’ari memutuskan untuk mengirimkan delegasi sendiri kemukatamar pada
juni 1926 dengan membentuk komite sendiri yaitu komite hijaz.
“Susunan
Komite Hijaz :”
Penasehat
: K.H. Abdul Wahab Hasbullah
K.H. Cholil Masyhuri
Ketua
: H.Hasan Gipo
Wakil
Ketua
: H. Sholeh Syamil
Sekretaris
: Muhammad Shodiq
Pembantu
: K.H. Abdul Halim
Pada
tanggal 31 Januari 1926 komite mengadakan rapat di Surabaya dengan mengundang
para ‘ulama terkemuka di Surabaya dan dihadiri K.H. Hasyim Asy’ari dan K.H.
Asnawi Kudus. rapat memutuskan K.H. Asnawi Kudus sebagai delegasi Komite Hijaz
menghadiri muktamar dunia Islam di Mekkah.Tokoh-tokoh dibalik Berdirinya NU
1.
Kiyai Kholil
Kiyai Kholil lahir Selasa 11 Jumadil Akhir 1235 di Bangkalan Madura
nama ayahnya Abdul Latif, beliau sangat berharap dan memohon kepada Allah SWT
agar anaknya menjadi pemimpin ummat.Pada tahun 1859 ketika berusia 24 tahun
Kiyai Kholil memutuskan untuk pergi ke Mekkah dengan biaya tabungannya, sebelum
berangkat beliau dinikahkan dengan Nyai ‘Asyik.Di Mekkah beliau belajar pada
Syeikh di Masjidil Haram tetapi beliau lebih banyak mengaji pada para Syeikh
yang bermazdhab Syafi’i . Sepulang dari Mekkah beliau dikenal sebagai ahli
fiqih dan thoriqot bahkan ia memadukan kedua ilmu itu dengan serasi dan beliau
juga hafizd kemudian beliau mendirikan pesantren di Desa Cengkebuan.
Kiyai
Kholil wafat tanggal 29 Ramadlan 1343 H dalam usia 91 th. hampir semua
pesantren di Indonesia sekarang masih mempunyai sanad dengan pesantren Kiyai
Kholil.
b.
K.H. Muhammad Hasyim Asy’ari
Beliau adalah seorang ‘ulama yang luar biasa hampir seluruh kiyai
di Jawa memberi gelar Hadratus Syeikh (Maha Guru) beliau lahir selasa kliwon 24
Dzulqa’dah 1287 H bertepatan dengan tanggal 14 Februari 1871 di Desa Gedang,
Jombang. Ayahnya bernama K.
Asy’ari Demak Jawa Tengah. Ibunya bernama Halimah putri dari Kiyai Utsman
pendiri pesantren Gedang.Dalam rangka mengabdikan diri untuk kepentingan ummat
maka K.H. Muhammad Hasyim Asy’ari mendirikan pesantren Tebuireng, jombang pada
tahun 1899 M. Dengan segala kemampuannya, Tebuireng kemudian berkembang menjadi
“Pabrik” pencetak kiai.Pada tanggal 17 Ramadlan 1366 H bertepatan dengan 25
Juli 1947M K.H. Muhammad Hasyim Asy’ari Memenuhi panggilan Ilahi.
c.
K.H. Abdul Wahab Hasbullah
Beliau adalah seorang ‘ulama yang sangat alim dan tokoh besar dalam
NU dan bangsa Indonesia. Beliau dilahirkan di Desa Tambakberas, Jombang, Jawa
Timur pada bulan Maret 1888. Semenjak kanak-kanak beliau dikenal kawan-kawannya
sebagai pemimpin dalam segala permainan.Langkah awal yang ditempuh K.H. Wahab
Hasbullah kelak sebagai bapak pendiri NU, itu merupakan usaha membangun
semangat nasionalisme lewat jalur pendidikan yang sengaja dipilih nama
Nahdlatul Wathan yang berarti Bangkitnya Tanah Air.[12]
3.
Tahlil Bukan hanya Tradisi Umat Islam Nahdlatul ‘Ulama di Indonesia
Sebelum kita membicarakan tahlil yang sudah menjadi tradisi kaum
nahdliyin kita akan mengawali dulu dengan dzikir.Dzikir atau berdzikir
lengkapnya dzikrullah berarti menyebut atau mengingat Allah SWT,dengan
kaitannya dengan tahlil dzikir berarti membaca atau mengucapkan kalimah-kalimah
suci untuk memperoleh pahala,misalnya membaca kalimah thoyibah,tahlil,yaitu
Lailahailallah,membaca tasbih yaitu subhanallah,membaca takbir yaitu Allahu
Akbar membaca tahmid yaitu Alhamdulillah,membaca basmalah yaitu bismillahirrahmanirrohim,membaca
hauqalah yaitu Lahaulawalaquwwata illa billah,membaca istighfar yaitu
Astaghfirullah al’adzim,membaca shalawat Allahumma sholli ‘ala sayyidina
Muhammad,dan membaca ayat-ayat al Qur’an al Karim.[13]Tahlil
berasal dari kata dasar hallala-yuhallilu-tahlilan هَلَّل- يُهَلِّلُ- تَهْلِيْلاً yang artinya membaca kalimah لاَ إلهَ إلاّ اللهُ
(la illaha illallah,tiada Tuhan selain Allah),Menurut pengertian yang dipahami
dalam perkataan sehari-hari,tahlil berarti”membaca serangkaian surat-saurat
al-Qur’an,ayat-ayat pilihan dan kalimat-kalimat dzikir pilihan,yang diawali
dengan membaca surat al Fatihah dengan niat pahalanya untuk para arwah yang
dimaksudkan oleh si pembaca atau si empunya hajat,dan kemudian ditutup dengan
do’a.[14]Inti dari tahlil adalah
mendoakan para arwah agar diampuni dosanya dan ditempatkan ditempat yang mulia
di sisi Allah SWT. Tradisi tahlil
memang tidak asing bagi kalangan Muslim NU yang menganut paham “tradisionalis”.
Tahlil merupakan perbuatan yang mengandung kebaikan. Artinya, tahlil bukan
hanya untuk kepentingan almarhum, tetapi juga bagi orang-orang yang mendoakan
serta membacanya tentu mendapatkan pahala karena kalimat-kalimat yang dibacanya[15].Mengapa amalan
tersebut dinamakan tahlil atau acara tahlilan ada dua jawaban untuk pertanyaan
itu:
a. acara tersebut dinamakan tahlil karena kalimah tahlil-lah yang
banyak dibaca didalamnya.
b. tahlil merupakan kalimah dzikir yang paling utama sehingga
layaklah acara itu disebut dengan namanya.Nabi Muhammad SAW bersabda:
أَفْضَلُ الذِّكْرِ لَا إِلَهَ إِلَّا
اللَّهُ وَأَفْضَلُ مَاقُلْتُ اَنَا وَالنَّبِيُّنَ مٍنْ قَبْلِى
لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَهِيَ كَلِمَةُ التَّوْحِدِ وَاْلاِخْلاَصِ وَهِيَ
اِسْمُ أللّه اَلاَعْظَمُ ( زواه الترمذى والنساءي وابن حبان والحاكم )
Seutama-utama
zikir ialah la ilaha illallah (kalimah tahlil).Dan seutama-utama zikir yang aku
dan para nabi sebelumku mengucapkannya ialah la ilaha illallah.Ia adalah
kalimah tauhid dan kalimah kemurnian dan ke-Esaan Allah.Ia juga Asma Allah yang
ter-Agung (HR.Imam At Turmuzdi.an Nasai,Ibnu Hiban dan al Hakim-Subulus salam
Juz IV/hlm,215)
Acara
tahlil dengan mengundang tetangga dan dengan mengeluarkan shadaqah atau sedekah
yang berupa makanan,sering disebut juga selamatan(slametan),karena :
Ø Maksud tahlil tersebut adalah memohonkan keselamatan bagi arwah
yang dituju oleh si-empunya hajat (sohibul hajah).
Ø Dalam do’a yang biasa
dibaca untuk mengakhiri tahlil tersebut terdapat kata salamatan fiddin. [16]
Sedekah
makanan itu biasa disuguhkan atau dibagikan setelah selesainya do’a dalam
tahlil,baik untuk dimakan ditempat atau dibawa pulang.Dengan perkataan
lain,sedekah itu diberikan setelah diberkahi dengan do’a.Mkanan yang
sudah diberkahi do’a tersebut kemudian disebut dengan berkat .Berkat
berasal dari bahasa arab barkatun bentuk jamakanya adalah barakat yang artinya
kebaikan yang bertambah-tambah terus.[17]
Nabi Muhammad SAW bersabda:
اِجْتَمِعُوْا عَلَى طَعَامِكُمْ
وَاذْكُرُوْا اِسْمُ اللّه يُباَرِكُ لَكُمْ فِيْهِ (رواه احمد وابو داود وابن ماجه وابن حبان
والحاكم)
“Berkumpulah pada jamuan makan kamu,dan
sebutlah asma Allah SWT ketika hendak makan,niscaya Allah SWT memberkati kamu
dan makanan itu ( HR.imam Ahmad,Abu Dawud,Ibnu Majjah,Ibnu Hibban,dan al-hakim
(kitab Nadhrah an Nur)
Orang-orang
yang diundang untuk tahlil adalah orang-orang yang bertaqwa dilingkungan
shohibul hajah,sedangkan pelaksanaan tahlil dipimpin oleh orang yang dihormati
sebagai pemimpin keagamaan dimasyarakat setempat.[18]Dasar
pelaksanaan tahlil juga disebutkan dalam hadits nabi Muhammad SAW :
سنن الترمذي
(5/ 243)
حَدَّثَنَا عَلِيُّ
بْنُ حُجْرٍ أَخْبَرَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ عَنْ الْعَلَاءِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ
عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ
إِلَّا مِنْ ثَلَاثٍ صَدَقَةٌ جَارِيَةٌ وَعِلْمٌ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٌ صَالِحٌ
يَدْعُو لَهُ
قَالَ أَبُو عِيسَى
هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ
(Maktabah shamilah Kitab sunan At Tirmzdi bab waqaf juz 5 halaman
243 no 1297) hadits ini menurut Abu ‘Isa adalah hasan shohih.
“Apabila manusia meninggal
terputuslah amalnya kecuali tiga perkara sodaqoh jariyah,ilmu yang bermanfaat
dan anak yang sholih yang mendoakan kedua orang tuanya “(Juga disebutkan didalam hadits dari
Abdullah bin Abbas :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَلَامٍ
أَخْبَرَنَا مَخْلَدُ بْنُ يَزِيدَ أَخْبَرَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ قَالَ أَخْبَرَنِي
يَعْلَى أَنَّهُ سَمِعَ عِكْرِمَةَ يَقُولُ أَنْبَأَنَا ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُمَاأَنَّ سَعْدَ بْنَ عُبَادَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ تُوُفِّيَتْ أُمُّهُ
وَهُوَ غَائِبٌ عَنْهَا فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أُمِّي تُوُفِّيَتْ
وَأَنَا غَائِبٌ عَنْهَا أَيَنْفَعُهَا شَيْءٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ بِهِ عَنْهَا
قَالَ نَعَمْ قَالَ فَإِنِّي أُشْهِدُكَ أَنَّ حَائِطِيَ الْمِخْرَافَ صَدَقَةٌ
عَلَيْهَا
.(Maktabah shamilah Kitab sakhih Bukhori bab al
Washoya juz 59halaman 298 no. 2551 )
“Sesungguhnya
Ibu dari Sa’ad bin Ubadah radhiyallahu ‘anhu meninggal dunia, sedangkan Sa’ad
pada saat itu tidak berada di sampingnya. Kemudian Sa’ad mengatakan, ‘Wahai
Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah meninggal, sedangkan aku pada saat itu
tidak berada di sampingnya. Apakah bermanfaat jika aku menyedekahkan sesuatu
untuknya?’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Iya, bermanfaat.’
Kemudian Sa’ad mengatakan pada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Kalau
begitu aku bersaksi padamu bahwa kebun yang siap berbuah ini aku sedekahkan
untuknya”.
Dari generasi ke generasi, tradisi tahlil merupakan warisan yang
senantiasa hidup di tengah-tengah masyarakat. Mereka atau masyarakat Muslim NU
sudah terbiasa, setiap ada orang yang meninggal dunia, maka anggota keluarganya
mengadakan tahlilan dengan memberitahukan segenap kerabat dekat maupun jauh dan
juga masyarakat setempat.Umumnya tahlilan diadakan selepas shalat Isya di
kediaman keluarga almarhum. Biasanya tahlilan berlangsung selama tujuh hari
sejak hari kematian almarhum. Terkadang ada juga masyarakat yang
menyelenggarakannya hanya pada hari pertama, hari ketiga dan hari ketujuh.
Setelah itu kegiatan tahlilan dihentikan. Untuk mengenang kepergian almarhum
kepangkuan illahi rabbi, keluarga mengadakan kembali pada hari keempat puluh,
hari keseratus, menginjak satu tahun, dan tiga tahun kemudian. Kegiatan tahlilan
bertujuan agar almarhum yang telah tiada mendapatkan ampunan dan rahmat Allah
swt.[19]
Tahlil tidaklah mengganggu akidah seorang muslim dan bukan pula sumber utama
terjadinya konflik atau perpecahan dalam masyarakat muslim Indonesia. Karena
tahlil bukanlah masalah pokok tetapi hanya masalah cabang sehingga melakukan tahlil
adalah boleh atau tidak melakukan tidak berdosa. Orang yang tidak melakukan
tidak boleh melarang bahkan mengharamkannya.Berikut kami sampaikan pendapat
imam mazdhab antara lain :
1.
Imam Hanafi
من صام أو صلى أو
تصدق وجعل ثوابه لغيره من الاموات والاحياء جاز، ويصل ثوابها إليهم عند أهل السنة
والجماعة
( Maktabah
shamilah Kitab hasyiyah rodul mukhtar
bab al juz’u 2 juz 2 halaman 264 )
Barangsiapa puasa,
sholat atau bershodaqah dan ia jadikan pahalanya untuk orang yang mati atau
yang hidup,maka boleh dan sampai pahalanya itu kepada mereka.
2.
Imam Malik
وَإِنْ
قَرَأَ الرَّجُلُ وَأَهْدَى ثَوَابَ قِرَاءَتِهِ لِلْمَيِّتِ جَازَ ذَلِكَ وَحَصَلَ
لِلْمَيِّتِ أَجْرُهُ
( Maktabah
shamilah Kitab حاشية
الدسوقي على الشرح الكبير bab ziarotul kubur juz 4 halaman 173 )
Jika
seseorang membaca Al Qur’an, dan ia hadiahkan pahalanya untuk mayit, maka boleh
itu dan sampai pahalanya untuk si mayit.
3. Imam Syafi’i
قال الشوكاني : وقال في شرح الكنز إن الأنسان
أن يجعل ثواب عمله لغيره صلاة كان او صوما او حجا او صدقة اوقرأة قرأن او غير ذلك من
جميع أنواع البر،ويصل ذلك إلى الميت و ينفعه
Bahwasannya
manusia itu bisa menjadikan pahala amalnya itu untuk orang lain, baik berupa
sholat, puasa, haji, sodakoh atau bacaan Al Qur’an atau selain dari itu semua
yang berupa berbagai macam amal kebaikan, dan pahalanya itu semua bisa sampai
kepada mayit dan bisa bermanfaat bagi mayit.
4. Imam Hambali
وحكي عن أحمد بن حنبل : أنه قال : يلحق
الميت ثواب ما يفعل عنه من الصلاة والقراءة والذكر
Diriwayatkan
dari Imam Ahmad bin Hambal, bahwa beliau berkata : Mayit bisa mendpat pahala
yang dikerjakan untuk dia dari sholat, bacaan Al Qur’an dan Dzikir-dzikir.
BAB III
C. PENUTUP
1.
Kesimpulan
NU adalah jamm’iyah diniyah Islamiyah ( organisasi keagamaan
Islam ) yang didirikan di Surabaya
pada 16 Rajab 1344 H / 31 Januari 1926 M. Nahdlatul
‘Ulama sebagai jam’iyah diniyah adalah wadah para Ulama’ dan
pengikut-pengikutnya, dengan tujuan memelihara, melestarikan, mengembangkan dan
mengamalkan ajaran Islam yang berhaluan Ahlus Sunnah wal Jama’ah dan
menganut salah satu dari madzhab empat tapi tidak menutup kemungkinan menganut
madzhab yang lain dari empat madzhab. Nahdlatul ‘Ulama (NU) adalah merupakan
gerakan keagamaan yang bertujuan untuk ikut membangun dan mengembangkan insan
dan masyarakat yang bertaqwa kepada Allah SWT, cerdas, trampil, berakhlaq
mulia, tenteram, adil dan sejahtera. NU mewujudkan cita-cita dan tujuannya
melalui serangkaian ikhtiar yang didasari oleh dasar-dasar faham keagamaan,
yang membentuk kepribadian khas Nahdlatul Ulama. Sehingga sebutan NU pada NU Kultural tidak lagi menunjukan sebuah komunitas yang
selama ini dianggap tradisional. Nahdlatul ‘Ulama (NU) merupakan organisasi
sosial keagamaan yang berhaluan Ahlu as-Sunnah Wa al-Jama’ah, sebagai
wadah pengemban dan mengamalkan ajaran Islam Ala Ahadi al-Mazhabi al-Arba’ah
dalam rangka mewujudkan Islam sebagai rahmat bagi semesta alam. Dengan kata
lain sebagai salah satu ormas tertua, NU merupakan satu-satunya organisasi masa
yang secara keseluruhan bahwa Ahlu as-Sunnah Wa al-Jama’ah sebagai mazhabnya.
Sebelum jam’iyah ini terbentuk,ada beberapa hal yang
langsung maupun tidak langsung diyakini menjadi latar belakang berdirinya
NU,Misalnya gerakan pembaharuan di Mesir dan sebagian Timur Tengah lainnya. Latar
belakang berdirinya NU juga berkaitan erat dengan perkembangan Globalisasi
imperialisme fisik konvensional yang di Indonesia di lakukan oleh Belanda,
Inggris, dan Jepang, sebagaimana juga terjadi di belahan bumi Afrika, Asia,
Amerika Latin, dan negeri-negeri lain yang di jajah bangsa Eropa.
pemikiran keagamaan dan politik dunia Islam
kala itu. Salah satu faktor pendorong lahirnya NU adalah karena adanya
tantangan yang bernama globalisasi yang terjadi.
Pada
tanggal 31 Januari 1926 komite mengadakan rapat di Surabaya dengan mengundang
para ‘ulama terkemuka di Surabaya dan dihadiri K.H. Hasyim Asy’ari dan K.H.
Asnawi Kudus. rapat memutuskan K.H. Asnawi Kudus sebagai delegasi Komite Hijaz
menghadiri muktamar dunia Islam di Mekkah.Tokoh-tokoh dibalik Berdirinya NU
Tahlil berasal dari kata dasar hallala-yuhallilu-tahlilan هَلَّل- 1يُهَلِّلُ- تَهْلِيْلاً yang artinya membaca kalimah لاَ إلهَ إلاّ اللهُ
(la illaha illallah,tiada Tuhan selain Allah),Menurut pengertian yang dipahami
dalam perkataan sehari-hari,tahlil berarti”membaca serangkaian surat-saurat
al-Qur’an,ayat-ayat pilihan dan kalimat-kalimat dzikir pilihan,yang diawali
dengan membaca surat al Fatihah dengan niat pahalanya untuk para arwah yang
dimaksudkan oleh si pembaca atau si empunya hajat,dan kemudian ditutup dengan
do’a. Inti dari tahlil adalah mendoakan para arwah agar diampuni dosanya dan
ditempatkan ditempat yang mulia di sisi Allah SWT. Akan tetapi tahlil bukan hanya untuk kepentingan almarhum saja,
tetapi juga bagi orang-orang yang mendoakan serta membacanya tentu mendapatkan
pahala karena kalimat-kalimat yang dibacanya. Sedekah makanan itu biasa
disuguhkan atau dibagikan setelah selesainya do’a dalam tahlil,baik untuk
dimakan ditempat atau dibawa pulang.Dengan perkataan lain,sedekah itu diberikan
setelah diberkahi dengan do’a.Mkanan yang sudah diberkahi do’a tersebut
kemudian disebut dengan berkat .Berkat berasal dari bahasa arab barkatun
bentuk jamakanya adalah barakat yang artinya kebaikan yang bertambah-tambah
terus. Tahlil tidaklah mengganggu akidah seorang muslim dan bukan pula sumber
utama terjadinya konflik atau perpecahan dalam masyarakat muslim Indonesia.
Karena tahlil bukanlah masalah pokok tetapi hanya masalah cabang sehingga
melakukan tahlil adalah boleh atau tidak melakukan tidak berdosa. Orang yang
tidak melakukan tidak boleh melarang bahkan mengharamkannya.
2.
Saran
Dengan membaca makalah ini, pembaca disarankan agar bisa mengambil
manfaat tentang pentingnya mengetahui pengertian NU, sejarah berdirinya
Nahdlatul ‘Ulama, meneladani para tokoh nasional yang merupakan para
pendiri Nahdlatul ‘Ulama ini yang dengan pemikiran dan perjuangannya beliau
dapat membuat koridor hubungan keagamaan secara horizontal dan verikal yang
bersifat baik. Selain itu juga kita hendaknya tahu, tentang tradisi tahlil yang
dilaksanakan kaum Nadhiyin,bukan hanya sebuah tradisi tapi mengandung unsur
ibadah yang sangat luas.
DAFTAR PUSTAKA
1.M.Madchan
Anies,Tahlil dan kenduri tradisi santri dan kyai (Yogyakarta,PT LKis
2009)
2. Ahmad
Zahro,pengantar Said Agil Husen Al-Munawar,Tradisi Intelektual (Yogyakarta,PT LKiS
2004)
3. Abdul Munir
Mulkhan,Moral politik santri agama dan pembelaan kaum tertindas(Jakarta:Erlangga
2003) .
4. Ahmad
baso,NU Studies Pergolakan pemikiran antara fundamentalisme Islam danfundamentalisme
neo-liberal (Jakarta:Erlangga )
5. Maktabah Samilah.
6. http://id.wikipedia.org/wiki/Nahdlatul_%27Ulama
7. http://ilmutuhan.blogspot.com/2012/03/sejarah-dan-pokok-pikiran-nahdlatul.html
8. http://my-dock.blogspot.com/2013/03/sejarah-singkat-kelahiran-nahdlatul.html
10. http://zackszoilusz.blogspot.co.id/2011/05/gadis-sempurna.html
hukum tahlilan dan yasinan (makalah)
11. http://makalahpendidikanagamaislamtarbiyah.blogspot.co.id/2014/02/sejarah-peradaban-islam-di-indonesia.html
13. Abdul
Munir Mulkhan,Moral politik santri agama dan pembelaan kaum tertindas (Jakarta:Erlangga
2003)
15.Ahmad Zahro,Tradisi Intelektual NU(Yogyakarta: LKIS Yogyakarta 2004)
18. Ahmad
baso,NU Studies Pergolakan pemikiran antara fundamentalisme Islam dan
fundamentalisme neo-liberal (Jakarta:Erlangga )
19. Madchan
Anies,Tahlil dan kenduri(tradisi santri dan kiai) (Yogyakarta:PT LKiS
Printing cemerlang, 2009)
20. http://zackszoilusz.blogspot.co.id/2011/05/gadis-sempurna.html diunduh tanggal 7 september 2015hukum tahlilan dan yasinan
(makalah)
0 komentar:
Posting Komentar