PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS SAINS ALQUR’AN
![]() |
MAKALAH
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hermeneutika yang diampu oleh:
Dr.Phil.Sahiron Samsyudin,MA
Konsep Hermeneutika Schleiermacher Terhadap
Q.S.Yasin Ayat 38
Disusun oleh:
ACHMAD ZUDIN
NIM: 681.17.115
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
1.
Pemahaman Al Qur’an
Al Qur'an merupakan petunjuk bagi seluruh umat manusia. Al
Qur`an juga menjadi penjelasan (bayyinaat), dari petunjuk tersebut sehingga
kemudian mampu menjadi pembeda (furqaan)-antara yang baik dan yang buruk. Di
sinilah manusia mendapatkan petunjuk dari al Qur`an. Manusia akan mengerjakan
yang baik dan akan meninggalkan yang buruk atas dasar pertimbangannya terhadap
petunjuk al Qur`an tersebut.Kemampuan setiap orang dalam memahami lafald dan
ungkapan Al Qur’an tidaklah sama, padahal penjelasannya sedemikian gemblang dan
ayat-ayatnya pun sedemikian rinci. Perbedaan daya nalar diantara mereka ini
adalah suatu hal yang tidak dipertentangan lagi. Kalangan awam hanya dapat
memahami makna-makna yang zahir dan pengertian ayat-ayatnya secara global,
sedangkan kalangan cendekiawan dan terpelajar akan dapat mengumpulkan beberapa makna.
Dan diantara cendikiawan kelompok ini terdapat aneka ragam dan tingkat
pemahaman. maka tidaklah mengherangkan jika Al-Qur’an melalui pengkajian
intensif terutama dalam rangka menafsirkan kata-kata garib (aneh-ganjil) atau
mentakwil tarkib (susunan kalimat) dan menterjemahkannya kedalam bahasa yang
mudah dipahami[1].
Pada makalah ini kami akan membahas satu ayat dalam Al Qur’an surat Yasin ayat 38
yang berbunyi : وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا ذَلِكَ تَقْدِيرُ
الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ (38)” Dan Matahari berjalan ditempat peredaranya
itu adalah ketetapan yang maha Perkasa lagi Maha mengetahui “ [2]
2.
Hermeneutika Schleiermacher
Hermeneutika secara umum dapat didefinisikan
sebagai suatu teori atau filsafat tentang interpretasi makna[3]Kata
hermeneutika itu sendiri berasal dari kata kerja Yunani hermenuin,yang
memiliki arti menafsirkan,menginterpretasikan atau menterjemahkan.[4].
Dilihat dari perkembangan hermeneutika,maka ia memiliki pengertian dasar
sebagai ilmu tentang intepretasi atau lebih spesifik, prinsip-prinsip tentang
interpretasi teks. Sebagai ilmu interpretasi, hermeneutika merupakan proses
yang bersifat triadic (mempunyai tiga aspek yang saling
berhubungan),yaitu: 1. Tanda (sign),pesan(massage),teks. 2. Perantara atau
penafsir.3. Penyampaian kepada audiens[5].Salah
satu tokoh yang berjasa besar dalam mematangkan Hermeneutika sebagai suatu
bidang yang umum adalah Shleiermacher. Filsuf, teolog dan tokoh Filsafat bahasa
asal jerman ini dikatakan sebagai bapak hermeneutika modern. Hal tersebut
karena dia telah menaikkan level kajian hermeneutika dari paradigma yang
ekslusif menuju paradigma yang inklusif dan umum. Kajian Hermeneutika ala Schleiermacher
ini kemudian menjadi kajian dalam bidang kehidupan mansia yang tidak hanya
berkutat pada urusan teologis, tapi juga pada bidang-bidang kehidupan lainnya
seperti sejarah dan sastra.
Secara epistemologis, pandangan hermeneutika
Schleiermacher dikonsepsikan dalam dua model utama yang bersifat timbal balik,
yakni pendekatan tafsir gramatikal dan pendekatan tafsir psikologis. Dua
pendekatan dalam hermeneutika ini menjadi awal terbentuknya suatu konsep
hermenutika yang umum.
Dalam suatu aktivitas penafsiran, dua konsep di
atas menjadi hal yang niscaya, karena menafsirkan berarti mengetahui pesan atau
keinginan yang ditanamkan pengarang pada karangannya. Untuk menuju penafsiran
yang sempurna itu, Scheleirmacher memberikan langkah-langkah penting dalam
melakukannya.
a. Biografi
singkat Schleiermacher
Friedrich Ernst Daniel Schleiermacher dilahirkan
pada tahun 1768 di Breslau, Silesia, Prusia, Jerman pada tanggal 21 november
1768[6].
Dia adalah seorang filosof dan teolog Jerman. Schleiermacher dikenal sebagai
“Bapak Hermeneutika Modern” sekaligus orang yang berusaha membakukan
hermeneutika sebagai metode umum[7].
Dia terlahir dari rahim keluarga yang taat beragama protestan yang ayahnyan pun
seorang pendeta.
Schleiermacher menempuh pendidikan di
institusi-institusi Morovian Brethren, sebuah sekte militan dalam Agama
Kristen, namun sangat tertarik dalam humanisme. Karena dia skeptik terhadap
beberapa doktrin Kristiani di lembaga-lembaga tersbeut, dia pada tahun 1787
pindah ke University of Halle yang dipandangnya lebih liberal, namun dia
diperguruan tinggi ini tetap menggeluti teologi, disamping filsafat dan
filologi klasik sebagai minor field. Dia lulus ujian-ujian dalam bidang teologi
Kristen pada tahun 1790, lalu bertugas sebagai pengajar atau tutor swasta (
private tutor) hingga tahun 1793.[8]
Selain itu, dia juga dikenal sebagai bapak
Teologi Modern. Hal ini disematkan karena dia memiliki cara pemahaman baru
terhadap Bible, yakni memberikan level yang lebih tinggi terhadap
hermeneutik[9].
Artinya cara penafsiran bible yang dulu dikenal dengan
hermeneutik tidak hanya digunakan untuk penafsiran kitab suci, tapi juga
bidang-bidang lain kehidupan seperti Sejarah dan Sastra.
Dalam hal intelektualitas, Schleiermacher tidak
bisa dipisahkan dari dua guru berpengaruh pada masa mudanya,
yakni Friedrich Ast dan F. August Wolf. Kedua pemikir Jerman ini
memiliki keahlian yang berbeda, dimana Ast adalah seorang ahli Filologi dan
Wolf adalah seorang pengkaji Hermeneutika pada waktu itu. Pandangan kedua orang
ini pada gilirannya begitu kental mempengaruhi pemikiran Schleiermacher.
Misalnya apa yang dikonsepsikan dirinya tentang pembagian model penafsiran
yakni penafsiran dengan melihat aspek gramatik dan penafsiran yang melihat
aspek psikologis pengarang[10].
Dari latar historis di atas, dalam proses
intelektualnya, Schleirmacher mengalami dua pase pemikiran, yang pertama pase
pengkajian hermeneutika yang berorientasi pada bahasa yang selanjutnya dikenal
dengan istilah hermeneutika “gramatik.” Dalam pemikiran ini, dia mengatakan
bahwa pengkajian teks atau proses interpretasi itu berkaitan dengan proses
pemahaman linguistik secara menyeluruh. Pemahaman ini menjadi asas atau dasar
pemahaman tafsiran yang sesuai teks.
Pada fase selanjutnya Shleirmacher mengubah
orientasi pemikiran hermeneutikanya dari penafsiran yang bersifat gramatik
menuju penafsiran yang bersifat psikologis. Namun demikian dua model penafsiran
ini sejatinya merupakan dua konsep yang saling berkelindan dalam satu
pemahaman, sehingga memahami keduanya merupakan mekanisme penting dalam proses
melakukan interpretasi. Paradigma ini dikemudian hari akan dikenal dengan
lingkaran heremeniutis.
Selama kurun waktu antara 1794 dan 1796
Schleiermacher beraktivitas sebagai pastor di Landsberg dan pada tahun 1796 dia
pindah ke Berlin untuk bekerja di sebuah rumah sakit. Di kota inilah dia baru
bertemu dengan beberapa pemikir yang beraliran romantisisme, seperti Friedrich
dan August Wilhelm Schlegel. Bersama mereka dia terlibat dalam gerakan
romantisisme dan menerbitkan jurnal Athenaeun, meski hanya terbit sebentar,
yakni tahun 1798-1800. Pada tahun 1799 dia menerbitkan karya yang sangat
penting dan radikal dalam bidang filsafat agama yakni On Religion :
Speeches to its Cultured Despires. Aliran romantisisme (atau aliran
obyektivis) inilah yang kemudian mempengaruhi pemikiran-pemikiran
hermeneutiknya.
Pada tahun 1810 dia diangkat sebagai professor
teologi di University of Berlin dan pada tahun 1811 dia menjadi anggota
bagi Berlin Academy of Science. Sejak saat itulah dia banyak
memberikan perkuliahan dalam bidang teologi dan filsafat serta menerbitkan
lebih banyak lagi karya-karya berharga bagi pengembangan pemikiran dalam bidang
filsafat bahasa, teologi dan hermeneutik. Dia meninggal dunia pada taun 1834[11].
Dalam hal konsen akademik, secara konsisten
Schleiermacher fokus pada Hermeneutika, Dialektika dan Filsafat Bahasa[12].
Fokus akademik inilah yang kemudian banyak berpengaruh pada konsep pemahaman
Schleiermacher tentang Hermeneutika.
b. Konsep
hermeneutika Schleiermacher
Proyek besar Schleiermacher pada awal kajiannya
adalah menjadikan hermeneutika sebagai bidang keilmuan yang matang. Model
hermeneutika ini selanjutnya akan dikenal dengan Hermeneutika Umum.
Menurut Schleiermacher, Hermeneutika adalah seni memahami dimana di dalamnya
terdapat prosedur-prosedur yang harus dilakukan untuk mendapatkan penafsiran
yang sesuai dengan yang diinginkan[13].
Baginya, menafsirkan itu adalah menyajikan kembali isi pikiran pengarang dengan
kualitas yang sama atau bahkan lebih baik dari yang digagaskan oleh pengarang.
Konsep hermeneutika Schleiermacher sejatinya
adalah respon terhadap fenomena hermeneutika zaman sebelumnya yang masih
bersifat otodidak dan tidak sistematis. Model itu dia anggap sebagai
model hermeneutika khusus, yaitu model pemahaman yang terpaku pada
bidang-bidang tertentu, maka dibutuhkanlah satu konsep hermeneutika yang bisa
mengkaji teks secara umum.
Secara epistemologis, konsep hermeneutika
Schleirmacher merupakan konsep yang mengalternasi model pemikiran terdahulu
dengan pemahaman yang lebih general di masa depan. Sebagaimana ditulis Grondin,
Schleiermacher menjadi tokoh yang mentransisi pemikiran metafisis Kant menuju
Hermeneutika[14]
Tentunya kenyataan ini membuat Shleiermacher menjadi tokoh penting proses
berdirinya hermeneutika sebagai bidang yang utuh dan berdiri matang.
Awalnya gejolak intelekutal Schleiermacher ada
pada konsep pemahaman. Baginya apa yang dilakukan manusia dalam kesehariannya
adalah proses pemahaman (interpretasi). Dalam hal memahami, Schleiermacher
memandang ada pemahaman gramatik dan psikologis. Artinya seseorang yang
melakukan percakapan, tentulah harus memahami tanda-tanda gramatik yang ada
dalam tuturan dan pengalaman pendengar itu tentang substansi yang dituturkan.
Di samping itu, seseorang harus bisa menyentuh bagian psikologis pengarang
untuk menemukan arah pemikiran maupun konsep yang ingin dikemukakan oleh
seorang pengarang.
Secara substantif pemahaman gramatikal dan
psikologis ini merupakan dua model yang tidak bisa dipisahkan satu dengan yang
lainnya. Untuk membentuk suatu pemahaman yang bagus dan sesuai dengan pengarang
maka penting untuk mengkomparasikan aspek gramatik dan aspek psikologis itu.
Lebih jelas mari kita simak keterangan Michael N. Forester dalam
artikelnya, Hermeneutics.
“Understanding
occurs as a matter of course," in fact "misunderstanding occurs as a
matter of course, and so understanding must be willed and sought at every
point"; that interpretation needs to complement a linguistic (or
"grammatical") focus with a psychological (or "technical")
focus; that while a "comparative" (i.e. plain inductive) method should
predominate on the linguistic side, a "divinatory" (i.e.
hypothetical) method should predominate on the psychological side; and that an
interpreter sought to understand an author better than the author understood
himself.[15]
Tentang hubungan penafsiran gramatik dan
psikologis, Schleiermacher mencetuskan konsep lingkaran hermeneutis. Lingkaran
Hermeneutis adalah salah satu konsep yang sering dirujukkan kepada
Scheleiermacher. Berangkat dari konsepnya tentang pemahaman, ia menjelaskan
bahwa pemahaman pada dasarnya adalah sesuatu yang bekerja secara referensial.
Seseorang hanya bisa memahami sebuah teks saat ia dibandingkan dengan sesuatu
yang lain yang sudah diketahui terlebih dahulu. Hal ini biasanya dilakukan
dengan membandingkan antara bagian-bagian dan keseluruhan secara resiprokal
(timbal-balik).[16]
Dalam sebuah teks misalnya, bagian-bagian kata
tertentu hanya bisa dipahami dalam kaitannya dengan keseluruhan teks atau
kalimat. Begitu juga sebaliknya, keseluruhan teks atau kalimat hanya bisa
dipahami dalam kaitannya dengan bagian-bagian kata yang membangun susunan teks
atau kalimat tersebut (termasuk suasana psikologis pengarang). Interaksi
dialektis antara keseluruhan dan bagian dalam mencari makna ini tampak sebagai
sesuatu yang terus berputar satu dengan yang lain membentuk sebuah lingkaran.
Inilah yang kemudian dikenal sebagai lingkaran hermeneutis.
Mengingat lingkaran hermeneutis juga disusun
dari prinsip gramatikal dan psikologis, maka ia juga mengasumsikan adanya
elemen intuitif. Selain itu, dalam sebuah wacana, lingkaran hermenetis juga
tidak saja mengakomodir aspek linguistik (bahasa), melainkan juga aspek materi
yang dibicarakan (subjek).
Pada prinsipnya, Schleiermacher memiliki
pandangan pandangan yang bersipat fundamental sebagai fondasi berdirinya
hermeneutika secara bidang yang utuh dan umum. Menurut Forester, ada empat
sumbangan penting Schleiermacher dalam bidang Hermeneutika[17]:
1.
Memberikan ide penting tentang konsep penafsiran. Yaitu berupa pentingnya
pemahaman pendengar atau pembaca teks
terhadap suatu objek. Konsep ini yang pada gilirannya banyak menginspirasi Ernesti dan Herder.
2. Menjadikan aspek gramatik sebagai
bagian penting dalam proses interpretasi.
3. Membangun konsep hermeneutika umum.
Sebagaimana yang dipaparkan di muka, masa
sebelum Schleiermacher hermeneutika yang dikaji dan digunakan adalah
hermeneutika khusus yang bersifat ekslusif, maka datanglah Schleiermacher
dengan konsep hermeneutika umum yang memiliki visi penggunaan hermeneutika
dalam seluruh bidang kehidupan manusia. Artinya tidak hanya terpaku pada
persoalaan teologis (penafsiran kitab suci) tapi juga dalam hal kajian sejarah
dan sastra.
4.
Memberikan inspirasi bagi Heideger untuk mengembangkan Hermeneutika lebih
matang lagi.
B.
RUMUSAN MASALAH
Pada
penulisan makalah ini,kami merumuskan beberapa permasalahan
1.
Apakah pengertian Tafsir,Ta’wil dan terjemah
2.
Bagaimanakah pengertian konsep teori Hermeneutika grammatical dan psikologi fredich
Scheielmacher
3.
Bagaimanakah hubungan keduanya dalam menafsirkan Q.S. Yasin ayat 38
C.
TUJUAN PENULISAN MAKALAH
1.Untuk
mengetahui pengertian Tafsir,ta’wil dan terjemah
2.Untuk
mengetahui konsep teori Hermeneutika Gramatical dan psikologi Fredich
Scheielmacher
3.Untuk
mengetahui hubungan keduanya dalam menafsirka Q.S. Yasin ayat 38
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tafsir,Ta’wil dan
terjemah
Kata tafsir diambil dari bahasa arab yaitu
fassara-yufassiru-tafsiran yang berarti keterangan atau uraian. Tafsir secara
bahasa mengikuti wazan “taf’il”, berasal dari akar kata al-fasr yang berarti
menjelaskan, menyingkap dan menampakkan atau menerangkan makna yang abstrak.
Kata “al-fasr” berarti menyingkap sesuatu yang tertutup, sedang kata
“at-tafsir” berarti menyingkapkan maksud sesuatu lafaz yang musykil. Menurut
istilah, pengertian tafsir adalah ilmu yang memepelajari kandungan kitab Allah
yang diturunkan kepada Nabi SAW, berikut prnjelasan maknanya, serta pengambilan
hukum serta hikmah-hikmahnya. Sebagian ahli tafsir mengemukakan bahwa tafsir adalah
ilmu yang memebahas Al-Qur’anul Karim dari segi pengertaiannya terhadap maksud
Allah sesuai dengan kemampuan manusia. Dalam kitab Al-Burhan fi Ulumil Qur’an
tafsir adalah ilmu untuk memahami kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi-Nya,
dan menjelaskan makna-maknanya, mengeluarkan hukum-hukum dan hikmah-hikmahnya,
menguraikan dari segi bahasa, nahwu, shorof, ilmu bayan, ushul fiqh dan imu
qiraat, untuk mengetahui sebab-sebab turunya ayat dan nasikh mansukh. Sedangkan
ta’wil adalah menurut bahasa mengembalikan arti lafal kepada salah satu dari
beberapa artinya yang bermacam-macam. Atau menerangkan arti m’ana yang sesuai
dengan lafal dari beberapa arti kandungannya. Menurut istilah ada dua pendapat
yaitu:
Ta’wil
arti luas: sama dengan tafsir. Yaitu meliputi keterangan arti ayat, penjelasan
maksud kandungannya, dan pengisbatan hukum-hukum serta uraian kaidanya.
Ta’wil
arti sempit: pengertiannya hanya khusus menentukan salah satu arti dari
beberapa arti yang dimiliki lafal ayat, dari arti yang kuat ke arti yang kurang
kuat, karena adanya alasan yang mendorongnya.Sedangkan terjemah adalah
memindahkan satu bahasa kebahasa yang lain agar dapat dimengerti oleh orang
yang tidak dapat mengerti pada bahsa yang pertama. Pengertian terjemah ini
dapat di bagi menjadi dua bagian:
Terjemah
harfiyah (literitik) yaitu menterjemahkan Al-Qur’an dalam bahasa inggris,
jerman, prancis, dll mengenai lafal, kosa kata, jumlah dan
susunannyaterjemahnya sesuai dengan bahasanya
Terjemah
maknawiyah (tafsiriyah) yaitu menterjemahkan arti ayt- ayat Al-Qur’an, namun si
penterjemah tidak terkait dengan lafalnya, karena ia lebih memeperhatikan ayat
Al-Qur’an dengan lafal-lafal yang tidak terikat oleh kata-kata dan susunan
kalimat. Penerjemah hanya berpegang pada bahsa asal lalu memahaminya kemudian
menuangkan kedalam bahasa lain.
Tafsir:
menjelaskan makna ayat yang kadang- kadang dengan panjang lebar, lengkap dengan
penjelasan hukum- hukum dan hikmah yang dapat diambil dari ayat itu, sering
kali disertai dengan kesimpulan kandungan ayt-ayat tersebut
Ditinjau
dari segi sumbernya, Tafsir Al-Qur’an dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
1.
Tafsir riwayat atau tafsir naql atau tafsir maktsur (atsar)
Tafsir
Riwayat adalah penafsiran Al-Qur’an atau Hadits atau ucapan sahabat untuk
menjelaskan kepada sesuatu yang dikehendaki Allah Swt. Tafsir ini di bagi
menjadi tiga yaitu tafsir Al-Qur’an dengan Al-Qur’an, Al-Qur’an dengan
As-Sunnah, Al-Qur’an dengan atsar yang timbul dari para sahabat.
2.
Tafsir dirayah atau tafsir bir-ra’yu (dengan akal)
Yaitu
Tafsir Al-Qur’an yang didasarkan atas sumber ijtihad dan pemikiran Mufassir
terhadap tutuntunan bahasa arab dan kasusteraannya, teori ilmu pengetahuan,
setelah dia menguasai sumber-sumber tadi. (Mana’ Al-Qathan)
Sedangkan
menurut Qurtubi adalah ijtihad yang didasarkan pada dalil-dalil yang shahih,
kaidah yang murni dan tepat, bisa diikuti dan sewajarnya digunakan oleh orang
yang hendak mendalami Tafsir Al-Qur’an atau mendalami pengertiannya.
3.
Tafsir isyaroh atau tafsir isyari
Yaitu
cara menafsikan Al-qur’an yang didasarkan atas perpaduan antar sumber tafsir
riwayah yang kuat dan shahih dengan sumber ijtihad pikiran yang sehat. Menurut
Ulma’ lain Tafsir Isy’ari adalah tafsir Al-Qur’an yang berbeda dengan lahirnya
lafal atau ayat, karena suatu isyarat yang sangat rahasia yang hanya diketahui
oleh sebagian Ulul I’lmi dan a’rifin yang telah diterangi Allah oleh mata
hatinya. Para ulama’ berselisih tentang tafsir ini, diantara mereka ada
yang membenarkan dan ada yang tidak. Ada yang menggap sebagai kesempurnaan iman
dan kemakrifatan dan ada yang mengganggap sebagai peneyelewengan dari ajaranNYA[18].
B.
Tafsir Q.S Yasin ayat 38
Dalam
Al Qur’an surat Yasin ayat 38 yang berbunyi : وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا ذَلِكَ تَقْدِيرُ
الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ (38)” Dan Matahari berjalan ditempat peredaranya
itu adalah ketetapan yang maha Perkasa lagi Maha mengetahui “ [19].
وَالشَّمْسُ
تَجْرِي ( dan matahari berjalan ) kalimat
ini dan apa yang disebutkan setelahnya adalah tanda yang lain bagi mereka. لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا( di
tempat peredarannya ) tidak melewatinya ذَلِكَ (itu) peredarannya itu تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ( adalah
ketetapan Sang Perkasa) dalam kerajaannya الْعَلِيمِ (lagi maha mengetahui) terhadap mahluknya[20].Allah
SWT berfirman : وَالشَّمْسُ
تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا “Dan matahari berjalan di
tempat peredarannya.”
Wawu diawal ayat ini adalah huruf ‘athaf.Jadi
lafal وَالشَّمْسُ
di ‘athafkan kepada lafal اللَّيْلُ yang disebutkan ayat sebelumnya,sehingga
berarti “Dan matahari juga(tanda kekuasaan Allah yang besar).Dia berjalan
ditempat peredarannya.”[21]Matahri
itu sendiri merupakan salah satu tanda kekuasaan Allah SWT.Hawa panas dari
benda yang sangat besar ini dapat mencapai ke bumi,meskipun jarak antara keduanya
sangat jauh.[22]Sehingga manusia dapat
mengambil manfaat dari matahari untuk kelangsungan hidup.lafal تَجْرِي artinya melaju dengan berlari,berlari
artinya berjalan dengan cepat begitu pula matahari dia berjalan dengan
kecepatan tinggi.Kita melihat matahri bergerak,kita melihat bayangan dari suatu
benda bergerak menjauh karena ditinggalkan oleh sinar matahari.Ini menunjukan
bahwa matahari berjalan pada porosnya dengan kecepatan yang sangat tinggi.[23]Kita
wajib memaknai Al Qur’an berdasarkan makna zahirnya sampai kita mengetahui
adanya dalil yang jelas dan dapat dijadikan argument di hadapan Allah SWT jika
kita ingin keluar dari makna zahir tersebut[24].Jadi
jika Allah SWT menyatakan bahwa matahari
berjalan,maka kita juga harus mengatakan demikian.kata لِمُسْتَقَرٍّ berarti tempat menetap atau kediaman.Ada
yang mengatakan bahwa tempat bersemayamnya matahari bersifat zamani,yaitu suatu
masa perputarannya selesai pada hari Kiamat.Ada yang mengatakan bahwa apa yang
dimaksud tempat bersemayamnya adalah akhir perpindahannya dari utara ke
selatan.[25]Kata تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ kata ketetapan menunjukan bahwa matahari
sejak diciptakan Allah SWT sampai kelak binasa tetap berada diorbitnya,tidak
bias berjalan lebih cepat maupun
lambatdan tetap akan berada dalan sunah (aturan) yang diperintahkan
Allah SWT sehingga suhunya tetap tidak meninggi maupun menurun. Hal ini
ditunjukan dengan sifat Allah yang maha Perkasa dan maha Mengetahui.
C.Hermeneutika
Grammatical
Di dalam Al Qur’an surat Yasin ayat 38 yang berbunyi : وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا ذَلِكَ تَقْدِيرُ
الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ (38)” Dan Matahari berjalan ditempat peredaranya
itu adalah ketetapan yang maha Perkasa lagi Maha mengetahui “ [26]
Schleiemacher berpendapat bahwa,Hermeneutika gramatikal berarti
bahwa seorang penafsir harus memperhatikan aspek bahasa yang digunakan dalam
teks yang sedang ditafsirkan. Dalam hal ini, Schleiermacher menekankan
pentingnya memperhatikan aspek diakronik teks, seperti kosa kata dan tata
bahasa yang memang berlaku pada saat teks yang ditafsirkan itu muncul. Selain
itu, ia juga menekankan pentingnya hubungan antar bagian teks (among parts of
the text) dan relasi antara bagian-bagian teks (the parts) dan keseluruhan (the
whole).[27]
Menurut Schleiermacher, keterikatan antara hermeneutika dan grammar
(tata bahasa) berdasarkan fakta bahwa setiap ungkapan dipahami melalui
prapemahaman (presupposition of understanding) bahasa, yang mana keduanya terkait
pada bahasa. Setiap pikiran diungkapkan melalui kata-kata, tanpa kata-kata
pikiran tidak akan jelas dan bisa dimengerti. Oleh karena itu, hermeneutika
sebagai seni pemahaman terikat pada tata bahasa karena sebuah pemikiran hanya
akan bisa dipahami melalui bahasa.[28]
Disisi lain, setiap ungkapan mensyaratkan sebuah bahasa tertentu.
Setiap orang memiliki bahasa tersendiri sehingga untuk memahami pemikiran orang
tersebut maka diharuskan untuk memahami bahasa yang digunakan secara
menyeluruh. Bahasa tidak hanya sebuah kompleks representasi tunggal, akan
tetapi sebuah sistem hubungan yang melingkupi representasi tersebut.[29]
Dengan kata lain, setiap bahasa menunjukkan situasi dan kondisi
dimana sang pengguna pernah hidup dan setiap pengguna bahasa tersebut hanya bisa
dipahami melalui bahasa nasional mereka di masa kehidupan mereka.[30]
Schleiermacher memberikan contoh sebuah
tulisan yang pengarangnya tidak
diketahui. Seseorang bisa mengetahui waktu dan tempat teks tersebut dari bahasa
yang digunakan.[31]
Ungkapan tidak bisa dianggap sebagai tindakan dari pikiran jika
tidak dipahami dari bentuk bahasanya, karena inti bahasa memodifikasi pikiran.
Ungkapan juga tidak bisa dianggap sebagai modifikasi sebuah bahasa jika tidak
dipahami sebagai tindakan dari pikiran, karena semua pengaruh masuk ke dalam
pikiran yang akan dikembangkan dalam ungkapan.[32]
Selanjutnya Schleiermacher mengungkapkan tentang penafsiran
alegoris, yaitu interpretasi dimana makna harfiyah berlaku dalam konteks awal
dan terdapat makna lain yang bisa dipahami sebagai makna kiasan/figuratif.[33]
Untuk setiap kiasan terdapat makna kedua, orang yang gagal memahami makna
harfiyah bisa mengandalkan pemahaman terhadap konteks, akan tetapi tidak bisa
menunjukkan makna yang dimasukkan ke dalam ungkapan. Sedangkan orang yang
menemukan kiasan yang tidak dimasukkan dalam ucapan akan selalu gagal untuk
menjelaskan ungkapan dengan benar.[34]
Lebih lanjut Schleiermacher menjelaskan bahwa dalam setiap bahasa
terdapat banyak sekali perbedaan, baik itu dalam hal lokasi, dialek, waktu dan
periode masa dari masing-masing bahasa. Bahasa berbeda dalam berbagai hal
tersebut, sehingga hal ini membutuhkan aturan tertentu yang berhubungan dengan
tata bahasa khusus dalam periode dan tempat yang berbeda.[35]
Hal lain yang dijelaskan oleh Schleiermacher adalah hubungan antara
bagian teks. Dalam hal ini, ia menjelaskan bahwa untuk menentukan elemen formal[36],
kita membedakan yang mana menghubungkan kata-kata (sentence) dan yang mana yang
menghubungkan antara elemen kata.[37]
Dalam hal ini, hubungan tersebut bisa berupa hubungan organik maupun hubungan
mekanis.[38]
Hubungan organik bisa diakui tetap atau bebas[39],
akan tetapi seseorang mungkin tidak pernah beranggapan bahwa unsur yang
terhubung telah kehilangan maknanya, sedangkan yang lain beranggapan bahwa setiap
sesuatu yang terhubung seketika tidak terlihat memiliki kebersamaan. Pertama
dari semuanya klausa final, sebelum sebuah unsur dapat disisipkan, koneksi bisa
mengarah pada klausa utama yang mendahului. Dengan cara yang sama, setelah
terjadinya hubungan, klausa pertama bisa menjadi pendahulu sedangkan koneksi
bisa mengarah pada pikiran utama. Selain itu, koneksi seringkali tidak merujuk
pada pikiran utama terakhir, akan tetapi lebih kepada rangkaian keseluruhan,
karena seluruh bagian juga tidak bisa terhubung dengan cara yang lain.[40]
Schleiermacher menambahkan: “Jika terjadi hubungan antara klausa
yang tidak setara isinya, maka hubungan tersebut bukan hubungan yang seketika
dan salah satunya harus kembali pada klausa yang setara isinya.”[41]
Selanjutnya Schleiermacher menjelaskan tentang relasi antara bagian
teks (the parts) dan keseluruhan teks (the whole). Sebagai langkah awal
memahami teks melalui penafsiran grammatikal adalah dengan menentukan antara
the whole dan the parts. Penentuan elemen individu sebuah kata dari konteksnya
membuat kita harus memahami kata yang dipikirkan oleh sang author.[42]
Ketika struktur pemikiran diungkapkan, tidak hanya perbedaan antara
pikiran utama dan kedua yang ditemukan melalui elemen bahasa, tetapi juga
pertentangan antara elemen-elemen bahasa dan pikiran yang mana merupakan bagian
dari the whole dan yang mana bukan bagian darinya. Adapun hermeneutika ini
hanya membantu untuk mengenali relasi yang mengekspresikan sifat dasar dari the
whole dan bagian dari objek.[43]
Hubungan linguistik antara the whole dan parts terbentuk dalam
hubungan subordinasi dan koordinasi. Ketika kesulitan dalam memahami makna dan
penjelasan tidak terdapat dalam pikiran utama, maka pikiran kedua yang akan
dianalisa. Untuk mencapai pemahaman akan pikiran kedua, dibutuhkan analisis
terhadap beberapa halaman teks. Untuk mendapatkan pemahaman the whole, maka
parts harus dipahami secara menyeluruh.[44]
Secara umum, seorang pembaca tidak akan bisa memahami sebuah teks
dari struktur bahasanya jika tidak memperhatikan bagian-bagian (parts) dari
sebuah teks yang membentuk pemahaman keseluruhan teks (the whole). Pikiran
utama (main thought) biasanya diuraikan dalam pikiran-pikiran penjelas (secondary
thought). Akan tetapi, terkadang terdapat sebuah teks yang tidak bisa dipahami
pikiran utamanya jika belum memahami keseluruhan pikiran penjelas.
Di sisi lain, untuk mencapai maksud utama yang ingin disampaikan
oleh sang author, pembaca harus menganalisis tata bahasa yang digunakan dalam
teks tersebut. Keseluruhan teks terikat pada bagian-bagiannya sehingga untuk
mencapai pemahaman yang ingin disampaikan author, pembaca harus memahami relasi
antara bagian-bagian teks yang meliputi keseluruhan teks.
D. Hermeneutika
Psikologis
Di dalam Al Qur’an surat
Yasin ayat 38 yang berbunyi : وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا ذَلِكَ تَقْدِيرُ
الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ (38)” Dan Matahari berjalan ditempat peredaranya
itu adalah ketetapan yang maha Perkasa lagi Maha mengetahui “ [45]
Maka,Schleiermacher berpendapat bahwa seseorang
tidak bisa memahami sebuah teks hanya dengan semata-mata memperhatikan aspek
bahasa saja, melainkan juga dengan memperhatikan aspek kejiwaan pengarangnya.
Seorang penafsir teks harus memahami seluk-beluk pengarangnya. Pandangan yang
memberikan perhatian pada aspek psikologis ini kemungkinan dipengaruhi oleh
keluasan pengetahuannya tentang filsafat ketuhanan Spinoza.
Spinoza sendiri adalah seorang filsuf jerman
yang banyak berbicara tentang Tuhan[46].
Orientasi filsafat seperti ini dipengaruhi oleh situasi pada saat itu, yakni
ketika metafisika (jiwa, ruh dan Tuhan) begitu sulit diterangkan oleh akal.
Keadaan ini berlangsung pada awal masa pencerahan Eropa. Para pemikir yang
banyak mengkaji tentang metafisik ini antara lain Immanuel Kant dan Spinoza.
Schleiermacher sendiri banyak berkomentar tentang pandangan-pandangan Spinoza
sebagaimana yang disinggung pada pembahasan biografinya.
Selain Spinoza, Filsuf Jerman lainnya yang
mempengaruhi pemikiran Schleiermacher secara tidak langsung adalah Immanuel
Kant[47].
Pandangan Kant memang cendrung metafisis karena memang basis orientasi
pemikiran Kant adalah Nilai atau etika. Corak pemikirannya pun khas kekristenan.
Salah satu pandangannya yang pada saat itu bisa mengalternasi kegelisahan
intelektual pada masanya adalah pernyataan bahwa akal hanya bisa menyentuh
hal-hal metafisis melalui silogisme saja (misalnya hukum kausalitas) hal ini
selanjutnya disebut realitas subjektif, yakni pembuktian dengan premis-premis
tertentu, dan tidak akan pernah bisa menyentuh lebih jauh dari itu (realitas
objektif).[48] pandangan
ini pada selanjutnya memicu timbulnya banyak kritik oleh pemikir-pemikir
setelahnya, Kant dipandang sebagai orang yang membatasi hak intelektual dan
kebebasan akal manusia.
Berdasarkan latar historis intelektual pada
masa itulah, kita bisa sedikit menganalisa pandangan interpretasi
psikologis ala Schleiermacher. Pada pemikiran Kant tentang
pengetahuan di atas, nampak sekali ada peluang psikologi pengamat disana
sebagai peneliti sauatu objek. Dengan demikian, konsep Schleiermacher tentang
hermenutika psikologis menurut penulis adalah dipengaruhi oleh epistemologi
filsafat yang ia adopsi dan gunakan dari para pendahulunya.
Terkait dengan pemahaman teks secara
psikologis, Ada dua tawaran metode dari Schleiermacher: divinatory
method dan comparative method. Metode divinatori adalah
metode dimana seseorang mentransformasikan dirinya atau memasukkan dirinya ke
dalam (kejiwaan) orang lain dan mencoba memahami orang itu secara langsung.
Teknis dalam analisis ini adalah mengetahui situasi psikologis pengarang untuk
mendapatkan pandangan kongkrit tentang objek yang terkait.
Hal yang perlu digaris bawahi disini adalah,
pendekatan psikologis bukan berarti melakukan psikoanalisis terhadap pengarang,
tapi mengetahui dengan utuh situasi psikologi pengarang untuk mendapatkan
pemahaman yang utuh tentang teks. Artinya psikologi pengarang dalam kajian
hermenutika psikologis bukan semata mengkaji situasi batin pengarang sebagai
objek tunggal, tapi hanya sebagai sarana untuk pemahaman akan teks secara
sempurna[49].
Adapun Metode komparatif adalah metode memahami
dimana sesorang penafsir berusaha memahami seseorang dengan cara
membandingkannya dengan orang-oarng lain, dengan asumsi bahwa mereka sama-sama
memiliki sesuatu yang universal. Dengan pandangan ini Schleiermacher mangajukan
suatu konsep baru dimana kajian terhadap suatu teks disertakan dengan mengkaji
subjek atau author suatu karya.
Schleiermacher menegaskan bahwa kedua metode
tersebut tidak bisa dipisahkan. Hal ini didasarkan pada hal berikut :
“divination [memasuki psikologi orang secara langsung] bisa mencapai
kepastiaannya melalui perbandingan konfirmatif, karena tanpa hal itu, ia selalu
tidak bisa dipercaya.
Pada akhirnya pandangan hermeneutika psikologis
Schleiermarcher adalah dalam rangka memahami suatu teks secara sempurna, yakni
dengan memadukan (mengkomparasikan) aspek-aspek gramatikal dan situasi batin
pengarang sehingga apa yang disebut sebagai aktifitas penafsiran benar-benar
menghasilkan pandangan yang objektif dan sesuai dengan keinginan pembuat teks.
Di sini kembali terlihat bahwa inti dari hermeneutika Schleiermacher adalah
seni menafsirkan (art of interpretation).
Dengan demikian, secara umum, konsep psikologis
Schleiermacher tidak otonom atau berdiri sendiri dari konsep gramatikalnya.
Artinya kedua konsep itu dalam suatu aktifitas penafsiran menjadi hal yang
niscaya untuk menghasilkan penafsiran yang objektif dan sempurna.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Al
Qur'an merupakan petunjuk bagi seluruh umat manusia. Al Qur`an juga
menjadi penjelasan (bayyinaat), dari petunjuk tersebut sehingga kemudian mampu
menjadi pembeda (furqaan)-antara yang baik dan yang buruk.Kemampuan setiap
orang dalam memahami lafald dan ungkapan Al Qur’an tidaklah sama, padahal
penjelasannya sedemikian gemblang dan ayat-ayatnya pun sedemikian rinci.
Perbedaan daya nalar diantara mereka ini adalah suatu hal yang tidak
dipertentangan lagi. Menurut istilah, pengertian tafsir adalah ilmu yang
memepelajari kandungan kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi SAW, berikut
prnjelasan maknanya, serta pengambilan hukum serta hikmah-hikmahnya. Ta’wil
arti luas: sama dengan tafsir. Yaitu meliputi keterangan arti ayat, penjelasan
maksud kandungannya, dan pengisbatan hukum-hukum serta uraian kaidanya. Terjemah
harfiyah (literitik) yaitu menterjemahkan Al-Qur’an dalam bahasa inggris,
jerman, prancis, dll mengenai lafal, kosa kata, jumlah dan
susunannyaterjemahnya sesuai dengan bahasanya
Terjemah
maknawiyah (tafsiriyah) yaitu menterjemahkan arti ayt- ayat Al-Qur’an, namun si
penterjemah tidak terkait dengan lafalnya, karena ia lebih memeperhatikan ayat
Al-Qur’an dengan lafal-lafal yang tidak terikat oleh kata-kata dan susunan
kalimat. Dalam Al Qur’an surat Yasin ayat 38 yang berbunyi : وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا ذَلِكَ تَقْدِيرُ
الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ (38)” Dan Matahari berjalan ditempat peredaranya
itu adalah ketetapan yang maha Perkasa lagi Maha mengetahui “ [50].
وَالشَّمْسُ
تَجْرِي ( dan matahari berjalan ) kalimat
ini dan apa yang disebutkan setelahnya adalah tanda yang lain bagi mereka. لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا( di
tempat peredarannya ) tidak melewatinya ذَلِكَ (itu) peredarannya itu تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ( adalah
ketetapan Sang Perkasa) dalam kerajaannya الْعَلِيمِ (lagi maha mengetahui) terhadap mahluknya[51].Allah
SWT berfirman : وَالشَّمْسُ
تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا “Dan matahari berjalan di
tempat peredarannya.” Sehingga dalam Q.S Yasin ayat 183 mengandung pengertian:
1. Matahari berjalan pada ketetapan dari
Dzat Maha Perkasa dan Maha Mengetahui
2. Matahari dan semua makhluk pasti
memiliki batas akhir dan setelah itu akan hilang
3. Matahri ini ditetapkan dengan suatu
ketetapan yang benar-benar rapi.
4. Ayat ini menetapkan dua dari
beberapa nama Allah SWT yaitu Maha Perkasa dan Maha Mengetahui.
5. Kedua nama ini disebutkan
karena matahri bukan benda yang kecil dan mudah
dikendalikan,tapi benda yang sangat besar,yang pengendaliannya
membutuhkan keperkasaan dan pengetahuan.
6. Allah SWT adalah pemilik ilmu yang
sempurna dan menyeluruh.
Schleiermacher menekankan pentingnya memperhatikan aspek diakronik
teks, seperti kosa kata dan tata bahasa yang memang berlaku pada saat teks yang
ditafsirkan itu muncul. Selain itu, ia juga menekankan pentingnya hubungan
antar bagian teks (among parts of the text) dan relasi antara bagian-bagian
teks (the parts) dan keseluruhan (the whole).[52]
Menurut Schleiermacher, keterikatan antara hermeneutika dan grammar
(tata bahasa) berdasarkan fakta bahwa setiap ungkapan dipahami melalui
prapemahaman (presupposition of understanding) bahasa, yang mana keduanya
terkait pada bahasa. Setiap pikiran diungkapkan melalui kata-kata, tanpa
kata-kata pikiran tidak akan jelas dan bisa dimengerti. Oleh karena itu,
hermeneutika sebagai seni pemahaman terikat pada tata bahasa karena sebuah
pemikiran hanya akan bisa dipahami melalui bahasa.[53]
Ungkapan tidak bisa dianggap sebagai tindakan dari pikiran jika
tidak dipahami dari bentuk bahasanya, karena inti bahasa memodifikasi pikiran.
Ungkapan juga tidak bisa dianggap sebagai modifikasi sebuah bahasa jika tidak
dipahami sebagai tindakan dari pikiran, karena semua pengaruh masuk ke dalam
pikiran yang akan dikembangkan dalam ungkapan.[54] Secara
umum, seorang pembaca tidak akan bisa memahami sebuah teks dari struktur
bahasanya jika tidak memperhatikan bagian-bagian (parts) dari sebuah teks yang
membentuk pemahaman keseluruhan teks (the whole). Pikiran utama (main thought)
biasanya diuraikan dalam pikiran-pikiran penjelas (secondary thought). Akan
tetapi, terkadang terdapat sebuah teks yang tidak bisa dipahami pikiran
utamanya jika belum memahami keseluruhan pikiran penjelas.
Schleiermacher berpendapat bahwa seseorang
tidak bisa memahami sebuah teks hanya dengan semata-mata memperhatikan aspek
bahasa saja, melainkan juga dengan memperhatikan aspek kejiwaan pengarangnya.
Seorang penafsir teks harus memahami seluk-beluk pengarangnya. Pandangan yang
memberikan perhatian pada aspek psikologis ini kemungkinan dipengaruhi oleh
keluasan pengetahuannya tentang filsafat ketuhanan Spinoza. Terkait dengan
pemahaman teks secara psikologis, Ada dua tawaran metode dari
Schleiermacher: divinatory method dan comparative
method. Metode divinatori adalah metode dimana seseorang mentransformasikan
dirinya atau memasukkan dirinya ke dalam (kejiwaan) orang lain dan mencoba
memahami orang itu secara langsung. Pada akhirnya pandangan hermeneutika
psikologis Schleiermarcher adalah dalam rangka memahami suatu teks secara
sempurna, yakni dengan memadukan (mengkomparasikan) aspek-aspek gramatikal dan
situasi batin pengarang sehingga apa yang disebut sebagai aktifitas penafsiran
benar-benar menghasilkan pandangan yang objektif dan sesuai dengan keinginan
pembuat teks. Di sini kembali terlihat bahwa inti dari hermeneutika
Schleiermacher adalah seni menafsirkan (art of interpretation).
B. SARAN-SARAN
Sudah tentu
makalah ini masih banyak kekurangan bahkan jauh dari harapan,namun mari kita
selalu berusaha mengolah akal dan pikir kita sehingga akan menumbuhkan sebuah
ilmu yang dilandasi dengan kebijaksanaan.
Daftar pustaka
Ibnu Utsaimin,Tafsir surah Yasin Mengenal
lebih dekan kandungan jantung Al Qur’an (Jatiwaringin,Jakarta Sahara
Pustaka Publishers )
Tafsir jalalain
AL Qur’an dan terjemah.
Anonym. Friedrich Daniel Ernst
Schleiermacher –Biography dalam situs http://www.egs.edu/library/friedrich-schleiermacher/biography/ akses
tanggal 20 April 2015
Forester, Michael N.. Hermeneutics.
(file pdf) diunduh dari situs: philosophy.uchicago.edu/faculty/files/.
Akses tanggal 26 April 2015
Grondin, Jean. Sejarah Hermeneutik;
dari Plato Sampai Gadamer. Terj. 2010. Yogyakarta: Arruz Media
___________. Sources of Hermeneutics.
1995. New York: State University of New York.
Gjesdal, Kristin. Hermeneutics. (Oxford
bibliographies online) diunduh dari situs: http://www.oxfordbibliographiesonline.com/view/document/. Akses tanggal
25 April 2015
Murtaningsih, Wahyu. Para
Filsuf dari Plato sampai Ibnu Bajjah. 2012. Yogyakarta: IRCiSoD
Parmer, Richard E. Hermeneutika Teori
Baru Mengenai Interpretasi. Terj. 2005. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Rutt, Jessica. On Hermeneutic (file
pdf). 2006. Tanpa kota dan tahun. Jurnal Logos dalam situs nb.vse.cz/kfil/elogos/student/rutt.pdf.
akses tanggal 21 April 2015
[2] Al
Qur’an dan terjemah
[3]
Josep Bleicher,Contemporary Hermeneutika,Hermeneutika as
Method,Philosophy,and critique (London,Boston,and
Henley,Roudledge&Kegan Paul,1980)hlmn.1
[4]
Mircea Eliade,The Encyclopedia of Religion,Volume 6(New York:macmillan
Publishing Company,t.t) hlmn.279
[5]
Edi Mulyono,Belajar Hermeneutika,(Jogjakarta,IRGSoD ) hlmn 19
[7] Jessica Rutt. On Hermeneutic, dalam jurnal Logos (file
pdf) Edisi 2006. hlm, 2 dalam situs nb.vse.cz/kfil/elogos/student/rutt.pdf.
akses tanggal 21 April 2015
[8]
Diterjemahkan dari artikel tentang
biografinya yang berjudul, Friedrich Daniel Ernst Schleiermacher –
Biography dalam situs http://www.egs.edu/library/friedrich-schleiermacher/biography/ akses tanggal 20 April 2015
[9]
Ibid Hal.2
[10] Richard E. Parmer. Hermeneutika
Teori Baru Mengenai Interpretasi. Terj. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005)
hlm. 85-93
[11]
Op.cit
[12] Kristin Gjesdal. Hermeneutics. (Oxford
bibliographies online) diunduh dari situs: http://www.oxfordbibliographiesonline.com/view/document/. Akses tanggal 25 April 2015
[13] Richard E. Palmer. Ibid hal
95-97
[15] Michael N. Forester. Hermeneutics.
(file pdf) hlm. 18 diunduh dari situs: philosophy.uchicago.edu/faculty/files/.
Akses tanggal 26 April 2015
[19]
Al Qur’an dan terjemah
[20]
Tafsir Jalalain
[21]
Ibnu Utsaimin,Tafsir surat Yasin,Mengenal lebih dekat kandungan jantung Al
Qur’an (Jatiwaringin Jakarta Sahara Pustaka publishers)2007
[22]
Ibid hlm 181
[23]
Ibid hlm 182
[24]
Ibid hlm 183
[25]
Ibid hlmn 184
[26]
Al Qur’an dan terjemah
[27] Sahiron Syamsudin dkk., Pemikiran
Hermeneutika Dalam Tradisi Barat: Reader (Yogyakarta: LP UIN Suka), hlm.
ix.
[28] F.D.E. Schleiermacher, Hermeneutics and
Criticsm (), hlm. 8.
[29]
Penulis memahami dalam bahasa pembicaraan maupun tulisan itu tidak hanya
menunjukkan makna yang diinginkan oleh sang author, akan tetapi juga terdapat
sistem bahasa yang terbentuk disana yang mempengaruhi makna yang ingin
diungkapkan oleh sang author.
[30]
Ini merupakan langkah dasar dari diakronik bahasa dalam teori gramatikal
Schleiermacher. Lihat F.D.E. Schleiermacher, Hermeneutics and Criticsm,
hlm. 9.
[31] F.D.E. Schleiermacher, Hermeneutics and
Criticsm, hlm. 10.
[32] F.D.E. Schleiermacher, Hermeneutics and
Criticsm, hlm. 9.
[33] F.D.E. Schleiermacher, Hermeneutics and
Criticsm, hlm. 15.
[34] F.D.E. Schleiermacher, Hermeneutics and
Criticsm, hlm. 15-16.
[35] Dari penjelasan ini bisa diketahui bahwa
Schleiermacher menekankan pentingnya konsep diakronik bahasa, karena setiap
kata atau konsep akan terus mengalami perubahan makna maupun paradigma dari
waktu ke waktu sehingga pentingnya memahami konsep yang dipakai oleh penulis
teks pada masa ia masih hidup. Lihat F.D.E. Schleiermacher, Hermeneutics and
Criticsm, hlm. 19-20.
[36]
Seperti halnya filsafat yang memiliki objek formal dan material, hermeneutika
umum sebagai seni memahami juga memiliki elemen formal dan material, namun
dalam hal ini penulis belum mengerti sepenuhnya dengan konsep formal dan
material yang diungkapkan oleh Schleiermacher.
[37] Elemen kata disini bisa berbentuk frase,
klausa, proposisi maupun preposisi.
[38] F.D.E. Schleiermacher, Hermeneutics and
Criticsm, hlm. 45-46.
[39] Maksudnya disini adalah hubungan tetap dan
hubungan yang tidak terikat.
[40] F.D.E. Schleiermacher, Hermeneutics and
Criticsm, hlm. 46.
[41] Diambil pada perkuliahan 1826. Lihat F.D.E.
Schleiermacher, Hermeneutics and Criticsm, hlm. 47. Sebenarnya banyak
penjelasan baik itu tentang hubungan subjek dan predikat maupun antara
proposisi dan preposisi, akan tetapi penulis menyudahi pembahasan tentang
“connection” disini karena istilah yang digunakan adalah istilah bahasa
(linguistik) sehingga cukup rumit untuk dipahami. Untuk lebih jelasnya silahkan
lihat pada halaman 46-51.
[42] F.D.E. Schleiermacher, Hermeneutics and
Criticsm, hlm. 61.
[43]
Teks aslinya berbunyi: “this hermeneutics aid is only valid initially in
relation to expression which have their location in the context of the whole
and which belong to parts of the object” dalam menjelaskan tentang canon. Lihat
F.D.E. Schleiermacher, Hermeneutics and Criticsm, hlm. 63.
[44] F.D.E. Schleiermacher, Hermeneutics and
Criticsm, hlm. 67-68.
[45]
Al Qur’an dan terjemah
[46] Wahyu Murtaningsih. Para Filsuf dari Plato sampai Ibnu
Bajjah. (Yogyakarta: IRCiSoD, 2012) hlm. 100
[47] Jean Grondin. Sejarah
Hermeneutik; dari Plato Sampai Gadamer. Terj. (Yogyakarta: Arruz Media,
2010) hlm. 18
[50]
Al Qur’an dan terjemah
[51]
Tafsir Jalalain
[52] Sahiron Syamsudin dkk., Pemikiran
Hermeneutika Dalam Tradisi Barat: Reader (Yogyakarta: LP UIN Suka), hlm.
ix.
[53] F.D.E. Schleiermacher, Hermeneutics and
Criticsm (), hlm. 8.
[54] F.D.E. Schleiermacher, Hermeneutics and
Criticsm, hlm. 9.
0 komentar:
Posting Komentar