PROGRAM PASCA SARJANA ( PPS ) UNIVERSITAS
SAINS
AL-QUR’AN
(UNSIQ)
JAWA
TENGAH DI WONOSOBO
![]() |
MAKALAH
JUDUL
TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK DAN PENERAPANNYA
DALAM PEMBELAJARAN PAI
Untuk
Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teori
Pembelajaran yang diampu oleh:
Prof.Dr.H.Mansur,M.Ag
Disusun oleh:
ACHMAD ZUDIN,S.Ag
NIM:
681.17.115
AHMAD PRAMUDIANTO
NIM: 682.17.115
2015
TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK DAN PENERAPANNYA
DALAM PEMBELAJARAN PAI
A. PENDAHULUAN
Dalam Al-Qur’an Surah
Al-‘Alaq ayat 1-5 Alloh SWT berfirman yang artinya : Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu
yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, Bacalah,
dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, yang mengajar (manusia) dengan
perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.[1]
Al
Qur’an memerintahkan kepada umat manusia untuk belajar, sejak ayat pertama kali
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Perintah
untuk membaca dalam ayat itu disebut dua kali, perintah kepada Rasulullah SAW. Dan selanjutnya perintah kepada seluruh umat manusia.
Membaca adalah sarana untuk belajar dan kunci ilmu pengetahuan, baik secara
etimologis berupa membaca huruf – huruf yang tertulis dalam buku – buku maupun
terminologis, yakni membaca dalam arti yang lebih luas. Maksudnya,
membaca alam semesta (ayatul-kaun).[2]
Terminologis kalam
disebut dalam ayat itu lebih memperjelas makna hakiki membaca, yaitu sebagai
alat belajar.
Belajar merupakan
aktifitas individu yang melakukan belajar, yaitu proses kerja faktor internal. Belajar
adalah proses penyesuaian atau adaptasi melalui asimilasi dan akomodasi antara
stimulasi dengan unit dasar kognisi seseorang. Menurut pandangan psikologi
behavioristik merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon.
Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika yang bersangkutan dapat
menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini yang penting dalam belajar
adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.
Teori behavioristik
memandang bahwa belajar adalah mengubah tingkah laku siswa dari tidak bisa
menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi mengerti, dan tugas guru adalah
mengontrol stimulus dan lingkungan belajar agar perubahan mendekati tujuan yang
diinginkan, dan guru pemberi hadiah siswa yang telah mampu memperlihatkan
perubahan bermakna sedangkan hukuman diberikan kepada siswa yang tidak mampu
memperlihatkan perubahan makna.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa pengertian belajar menurut pandangan teori
behavioristik?
2.
Bagaimana teori belajar menurut Thorndike,
Watson, Clark Hull, Edwin Gutrie dan Skiner?
3.
Bagaiamana aplikasi teori belajar behavioristik
dalam kegiatan pembelajaran PAI di sekolah/madrasah?
C.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian belajar menurut pandangan teori
behavioristik
Pandangan
tentang belajar menurut aliran tingkah laku, tidak lain adalah perubahan dalam
tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respons. Atau
dengan kata lain, belajar adalah perubahan yang dialami siswa dalam hal
kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil
interaksi antara stimulus dan respons.[3]
Teori ini lalu berkembang
menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan
teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran
ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan
model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai
individu yang pasif. Respon
atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan
semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan
menghilang bila dikenai hukuman.
Belajar merupakan
akibat adanya interaksi antara stimulus dan
respons. Seseorang
dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan
perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang
berupa stimulus dan output yang berupa respons. Stimulus adalah apa saja yang
diberikan guru kepada pembelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan
pembelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang
terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena
tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus
dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima
oleh pembelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur.
Teori
ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal yang penting untuk melihat terjadi atau tidaknya
perubahan tingkah laku tersebut. Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran
behavioristik ini adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila
penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin
kuat. Begitu pula bila penguatan dikurangi/dihilangkan (negative
reinforcement) maka respon juga semakin kuat.[4]
Istilah
imbalan (reward) dan penguatan (reinforcement) kerap dianggap
sama, namun setidaknya ada dua alasan mengapa anggapan itu kurang tepat. suatu
penguat (reinforcer) didefinisikan sebagai unconditioned stimulus,
yakni setiap stimulus yang menimbulkan reaksi alamiah dan otomatis dari suatu
organisme. Stimulus ini bisa disebut sebagai penguat, namun sulit untuk
dianggap sebagai imbalan, jika imbalan itu dianggap sebagai suatu yang
diinginkan. Penganut
Skinnerian juga tidak mau menyamakan penguat dengan imbalan.
Menurut mereka, penguat akan memperkuat setiap perilaku yang secara langsung
mendahului kejadian penguat. Sebaliknya, imbalan biasanya dianggap
sebagai sesuatu yang diberikan atau diterima hanya untuk prestasi yang layak
pencapaiannya membutuhkan waktu dan energi, atau diberikan untuk tindakan yang
dianggap diinginkan oleh masyarakat. Lebih jauh,
karena perilaku yang diinginkan itu biasanya sudah lama ada sebelum perilaku
tersebut diakui lewat pemberian imbalan, maka imbalan itu tidak bisa dikatakan
memperkuat perilaku itu. Jadi menurut penganut Skinnerian, penguat akan
memperkuat perilaku, namun imbalan tidak.[5]
2.
Teori belajar menurut Thorndike, Watson, Clark
Hull, Edwin Gutrie, dan Skiner
a.
Teori
Belajar Menurut Thorndike
Menurut
Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus
adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran,
perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan
respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat
pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat
kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak
konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat
mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur
tingkah laku yang tidak dapat diamati.[6]
Teori
Thorndike ini disebut pula dengan teori koneksionisme, bentuk paling dasar dari proses belajar adalah trial-and-error
learning (belajar
dengan uji coba), atau yang disebutnya sebagai selecting and connecting (pemilihan dan pengaitan). Dia mendapatkan ide
dasar ini melalui eksperimen awalnya, dengan memasukkan hewan ke dalam
perangkat yang telah ditata sedemikian rupa sehingga ketika hewan itu melakukan
jenis respon tertentu ia bisa keluar dari perangkat itu.
Waktu yang dibutuhkan
hewan untuk memecahkan problem sebagai fungsi dari jumlah kesempatan yang harus
dimiliki hewan untuk memecahkna problem.Setiap kesempatan adalah usaha coba-coba,
dan upaya percobaan berhenti saat si hewan mendapatkan solusi yang benar.Dengan
mencatat penurunan gradual dalam waktu untuk mendapatkan solusi (membebaskan
diri) sebagai fungsi percobaan suksesif (kesempatan untuk membebaskan diri),
Dengan kata lain, belajar dilakukan dalam langkah-langkah kecil yang
sistematis, bukan langsung melompat ke pengertian yang mendalam.
Thorndike
menolak campur tangan nalar dalam belajar dan ia lebih mendukung tindakan
seleksi langsung dan pengaitan dalam belajar. Penentangan terhadap arti penting
nalar dan ide dalam belajar ini menjadi awal dari apa yang kemudian menjadi
gerakan behavioristik di Amerika Serikat. Banyak orang yang terganggu oleh
pandangan Thorndike bahwa semua proses belajar adalah langsung dan tidak dimediasi
oleh ide-ide, dan juga terutama karena dia juga menegaskan bahwa proses belajar
semua mamalia, termasuk manusia, mengikuti kaidah yang sama. Menurut Thorndike,
tidak ada proses khusus yang perlu dipostulatkan dalam rangka menjelaskan
proses belajar manusia.[7]
b.
Teori
Belajar Menurut Watson
Menurut Watson, Belajar
sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon
yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan dapat diukur.
Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri
seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai
hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang
behavioris murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan
ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang
sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat
diamati dan diukur.
c.
Teori Belajar Menurut Clark Hull
Menurut Clark Hull, Belajar
merupakan perubahan tingkah laku melalui kekuatan kebiasaan. Dalam teori Hull
mengatakan bahwa kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis adalah
penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga
stimulus dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis,
walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat bermacam-macam bentuknya.
Clark
Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk
menjelaskan pengertian belajar.Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Bagi
Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat
terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull
mengatakan kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis adalah penting
dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus
(stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan
kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud
macam-macam.
d.
Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie
Edwin
Guthrie mengemukakan teori kontiguiti yang memandang bahwa belajar merupakan
kaitan asosiatif antara stimulus tertentu dan respon tertentu.Guthrie juga
menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya
proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah
situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan
sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan
mencegah perolehan respon yang baru.Hubungan antara stimulus dan respon
bersifat sementara, oleh karenanya dalam kegiatan belajar peserta didik perlu
sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat
lebih kuat dan menetap.hukuman (punishment) memegang peranan penting
dalam proses belajar, hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu
mengubah tingkah laku seseorang. Saran utama dari teori ini adalah guru harus
dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat, siswa harus dibimbing
melakukan apa yang harus dipelajari, dalam mengelola kelas guru tidak boleh
memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh anak.[8]
Konsep yang dikemukakan oleh Guthrie ini berisi makna bahwa belajarpada
diri siswa terjadi tidak harus mengulang-ulang urutan antara hubungan stimulus dengan respons, serta tidak memerlukan adanya hadiah. Dia
menyatakanbahwa belajar itu akan terjadi oleh karena adanya contiguity (hubungan
kontak
antara stimulus dengan respons). Tidak menjadi soal apakah respons didapatselama latihan dengan stimulus atau dengan cara lain, sepanjang stimulusdan respons terjadi secara bersama-sama, maka belajar itu terjadi.[9]
antara stimulus dengan respons). Tidak menjadi soal apakah respons didapatselama latihan dengan stimulus atau dengan cara lain, sepanjang stimulusdan respons terjadi secara bersama-sama, maka belajar itu terjadi.[9]
e.
Teori Belajar Menurut Skiner
Konsep
yang dikemukakan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh
sebelumnya.Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun lebih
komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi
melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan
tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh
sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu,
karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi
antar stimulus itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan, respon yang
diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi yang nantinya mempengaruhi
munculnya perilaku. Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku seseorang
secara benar harus memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya,
serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuaensi yang
mungkin timbul akibat respon tersebut, dengan menggunakan perubahan-perubahan
mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya
masalah. Sebab setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian
seterusnya.[10]
3.
Aplikasi teori belajar behavioristik dalam
kegiatan pembelajaran PAI di sekolah/madrasah
Aliran
ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar,
dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar
sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan
metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila
diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Aplikasi
teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal
seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pelajar,
media Dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan
berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif,
pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi,
sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah
memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar,
siswa diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang
diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus
dipahami oleh murid.
Demikian
halnya dalam pembelajaran, Siswa dianggap sebagai objek pasif yang selalu
membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para
pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan
standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para
siswa. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar pembelajar diukur hanya pada
hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak
teramati kurang dijangkau dalam proses evaluasi. Implikasi dari teori
behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak
yang bebas bagi siswa untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan
kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat
otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan
seperti kinerja mesin atau robot.Akibatnya siswa kurang mampu untuk berkembang
sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.Pembiasaan dan disiplin menjadi
sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan
dengan penegakan disiplin.Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan
pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan
belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi
hadiah.
Evaluasi hasil belajar
menuntut jawaban yang benar.Maksudnya bila siswa menjawab secara benar sesuai
dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan
tugas belajarnya.Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan pembelajar secara
individual. Langkah-langkah pembelajarannya meliputi:
a. Menentukan tujuan-tujaun pembelajaran.
b. Menganalisis lingkungan kelas yang ada
c. Menentukan materi pembelajaran
d. Memecah materi pelajaran menjadi kecil-kecil
e. Menyajikan materi pelajaran
f. Memberikan stimulus
g. Mengamati dan mengkaji respons yang diberikan
siswa
h. Memberikan penguatan ataupun hukuman
i.
Memberikan stimulus baru
j.
Mengamati dan mengkaji respons yang diberikan
siswa
k. Memberikan penguatan lanjutan atau hukuman
l.
Demikian seterusnya
Bahwa perilaku manusia selalu dikendalikan oleh faktor luar (faktor
lingkungan, rangsangan, dan stimulus). Dilanjutkan bahwa dengan memberikan
ganjaran positif, suatu perilaku akan ditumbuhkan dan dikembangkan. Sebaliknya,
jika diberikan ganjaran negatif suatu perilaku akan dihambat.[12] Dalam situasi belajar PAI, hukuman dapat mengatasi tingkah laku yang tidak
diinginkan dalam waktu singkat, untuk itu perlu disertai dengan reinforcement
langsung. Hukuman menunjukkan apa yang tidak boleh dilakukan oleh murid.
Sedangkan reward menunjukkan apa yang mesti dilakukan oleh murid. Sebagai
contoh murid yang tidak menghafalkan pelajaran Qur’an Hadits selalu disuruh
berdiri didepan kelas oleh gurunya. Sebaliknya jika ia sudah hafal maka ia
disuruh duduk kembali dan dipuji oleh gurunya. Lama-kelamaan anak itu belajar
menghafal setiap pelajaran Qur’an Hadits.
4. Desain pembelajaran berbasis teori belajar
behavioristik
Istilah pengembangan sistem instruksional (instructional
system development) dan desain instruksional (instructional design)
sering dianggap sama, atau setidak-tidaknya tidak dibedakan secara tegas dalam
penggunaannya, meskipun menurut arti katanya ada perbedaan antara desain dan
pengembangan. Kata desain berarti membuat sketsa atau pola atau outline atau
rencana pendahuluan. Sedang pengembangan berarti membuat tumbuh secara teratur
untuk menjadikan sesuatu lebih besar, lebih baik, lebih efektif dan sebagainya.[13]
Desain pembelajaran adalah keseluruhan proses analisis
kebutuhan dan tujuan belajar serta pengembangan teknik mengajar dan materi pengajarannya
untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Termasuk di dalamnya adalah pengembangan
paket pembelajaran, kegiatan mengajar, uji coba, revisi dan kegiatan
mengevaluasi hasil belajar.[14]
Desain pembelajaran berhubungan dengan pemahaman,
perbaikan, dan penerapan metode-metode pembelajaran. Desain pembelajaran
merupakan proses penentuan metode pembelajaran yang tepat untuk menghasilkan
perubahan yang diinginkan dalam diri siswa yang berkaitan dengan pengetahuan
dang keterampilan sesuai dengan isi pembelajaran dan siswa tertentu.
Teori behaviorisme yang menekankan adanya hubungan
antara stimulus(S) dengan respons (R) secara umum dapat dikatakan memiliki arti
yang pentingbagi siswa untuk meraih keberhasilan belajar. Caranya, guru banyak
memberikanstimulus dalam proses pembelajaran, dan dengan cara ini siswa akan
meresponssecara positif apa lagi jika diikuti dengan adanya reward yang
berfungsi sebagai
reinforcement (penguatan terhadap respons yang telah ditunjukkan).
reinforcement (penguatan terhadap respons yang telah ditunjukkan).
Beberapa prinsip umum yang harus diperhatikan,
yaitu :
a)
Teori ini beranggapan bahwa yang dinamakan belajar adalah perubahan
tingkah laku, seseorang dikatakan telah belajar sesuatu jika yang
bersangkutan dapat menunjukkan perubahan tingkah laku tertentu.
tingkah laku, seseorang dikatakan telah belajar sesuatu jika yang
bersangkutan dapat menunjukkan perubahan tingkah laku tertentu.
b)
Teori ini beranggapan bahwa yang
terpenting dalam belajar adalah adanyastimulus dan respon, sebab inilah yang
dapat diamati. Sedangkan apa yang terjadi di
antaranya dianggap tidak penting karena tidak dapat diamati.
c)
Reinforcement, yakni apa saja yang
dapat menguatkan timbulnya respon,merupakan faktor penting dalam belajar. Agar
guru dapat mendeteksi atau menyimpulkan bahwa proses pembelajaran itu telah
berhasil, maka harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1)
Guru hendaknya paham tentang jenis
stimulus apa yang tepat untuk diberikan
kepada siswa.
2)
Guru mengerti jenis respons apa yang
akan muncul pada diri siswa.
3)
Untuk mengetahui apakah respons yang
ditunjukkan siswa ini benar-benar sesuai dengan
apa yang diharapkan, maka guru harus mampu :
Ø Menetapkan bahwa respons itu dapat diamati
(observable)
Ø Respons yang ditunjukkan oleh siswa
dapat pula diukur (measurable)
Respons yang diperlihatkan siswa hendaknya dapat
dinyatakan secara eksplisit atau jelas kebermaknaannya
(eksplisit).[15]
Agar respons itu dapat senantiasa terus terjadi atau setia dalam ingatan/tingkah
laku siswa, maka diperlukan sekali adanya semacam hadiah
(reward).
D.
KESIMPULAN
1.
Istilah imbalan (reward) dan penguatan (reinforcement)
kerap dianggap sama, namun setidaknya ada dua alasan mengapa anggapan itu
kurang tepat. suatu penguat (reinforcer) didefinisikan sebagai unconditioned
stimulus, yakni setiap stimulus yang menimbulkan reaksi alamiah dan
otomatis dari suatu organisme. Stimulus ini bisa disebut sebagai penguat, namun
sulit untuk dianggap sebagai imbalan, jika imbalan itu dianggap sebagai suatu
yang diinginkan. Penganut
Skinnerian juga tidak mau menyamakan penguat dengan imbalan.
Menurut mereka, penguat akan memperkuat setiap perilaku yang secara langsung
mendahului kejadian penguat. Sebaliknya, imbalan biasanya dianggap
sebagai sesuatu yang diberikan atau diterima hanya untuk prestasi yang layak
pencapaiannya membutuhkan waktu dan energi, atau diberikan untuk tindakan yang
dianggap diinginkan oleh masyarakat. Lebih jauh, karena
perilaku yang diinginkan itu biasanya sudah lama ada sebelum perilaku tersebut
diakui lewat pemberian imbalan, maka imbalan itu tidak bisa dikatakan
memperkuat perilaku itu. Jadi menurut penganut Skinnerian, penguat akan
memperkuat perilaku, namun imbalan tidak.
2.
Teori Behavioristik menurut beberapa Pakar.
a.
Menurut Thorndike, perubahan tingkah laku
akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau
tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme
sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara
mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati.
b.
Menurut Watson, Belajar sebagai proses interaksi antara stimulus
dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable)
dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan
mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor
tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat
diamati.
c.
Menurut Clark Hull, Belajar merupakan perubahan tingkah laku melalui
kekuatan kebiasaan. Dalam teori Hull mengatakan bahwa kebutuhan biologis dan
pemuasan kebutuhan biologis adalah penting dan menempati posisi sentral dalam
seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus dalam belajarpun hampir selalu
dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin
dapat bermacam-macam bentuknya.
d.
Menurut Skinner dalam memahami tingkah laku
seseorang secara benar harus memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan
lainnya, serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai
konsekuaensi yang mungkin timbul akibat respon tersebut, dengan menggunakan
perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya
akan menambah rumitnya masalah.
3.
Dalam situasi belajar PAI, hukuman dapat mengatasi tingkah
laku yang tidak diinginkan dalam waktu singkat, untuk itu perlu disertai dengan
reinforcement langsung. Hukuman menunjukkan apa yang
DAFTAR PUSTAKA
Al Qur’an dan Terjemahannya, Madinah Munawwarah : Komplek
Percetakan Al Qur’an Khadim Al Haramain Asy Syarifain Raja Fahd, 1412 H
Anonim, “Teori Belajar Behavioristik”, Wikipedia on line,
http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_Belajar_ Behavioristik, 16 Januari 2012,
diakses tanggal 12 Juli 2015
Asri Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta :
Rineka Cipta, 2005
Asri Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta:
Rineka Cipta, 2005
B. R. Hergenhahn dan Matthew H. Olson, Theories of
Learning : Teori Belajar, terj. Tri Wibowo, Jakarta: Prenada Media, 2008
Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam Psikologi
Pembelajaran, Jakarta : Bumi Aksara,
2006
Harjanto,Perencanaan Pengajaran, Jakarta : Rineka
Cipta, 2008
Leslie J. Briggs, Instruksional Design : Prinsiples and
Aplication, Englewood Cliffs, N.J. : Educational Technology Publicatios,
1979
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Sebuah Pendekatan
Baru, Bandung : Rosda, 1997
Mukminan. Teori Belajar dan Pembelajaran, Yogyakarta
: P3G IKIP, 1997
Randy Harland, Teori Belajar Behavioristik dan
Penerapannya dalam Pembelajaran, Wordpress on line,
http://randhard.wordpress.com/ruang-admin/tugas-kuliah/teori-belajar-behavioristik-dan-penerapannya-dalam-pembelajaran/,
diakses tanggal 27 Juli 2015
Sri Esti Wuryani Djiwandono, Psikologi Pendidikan,
Jakarta : Depdikbud, 1989
Yusuf Qardhawi (penerjemah : Abdul Hayyie Al-Kattani, Irfan
Salim, Sochimien), Al Qur’an Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan, Jakarta
: Gema Insani Press, 1998
[1] Al Qur’an dan Terjemahannya, Madinah
Munawwarah : Komplek Percetakan Al Qur’an Khadim Al Haramain Asy Syarifain Raja
Fahd, 1412 H. Hal.598
[2] Yusuf Qardhawi (penerjemah : Abdul
Hayyie Al-Kattani, Irfan Salim, Sochimien), Al Qur’an Berbicara tentang Akal
dan Ilmu Pengetahuan, Jakarta : Gema Insani Press, 1998. Hal. 120
[4] Anonim, “Teori Belajar
Behavioristik”, Wikipedia on line, http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_Belajar_ Behavioristik, 16 Januari 2012, diakses tanggal 12 Juli 2015.
[5] B.
R. Hergenhahn dan Matthew H. Olson, Theories of Learning : Teori Belajar,
terj. Tri Wibowo, Jakarta: Prenada Media, 2008. Hal. 98
[7] Randy Harland, Teori Belajar
Behavioristik dan Penerapannya dalam Pembelajaran, Wordpress on line,
http://randhard.wordpress.com/ruang-admin/tugas-kuliah/teori-belajar-behavioristik-dan-penerapannya-dalam-pembelajaran/,
diakses tanggal 27 Juli 2015
[12] Leslie
J. Briggs, Instruksional Design : Prinsiples and Aplication, Englewood
Cliffs, N.J. : Educational Technology Publicatios, 1979. Hal 153
0 komentar:
Posting Komentar