Minggu, 22 Januari 2017

TAHLIL BUKAN HANYA SEKEDAR TRADISI UMAT ISLAM NAHDLOTUL ULAMA ( NU ) DI INDONESIA

PROGRAM PASCA SARJANA ( PPS ) UNIVERSITAS SAINS
AL-QUR’AN (UNSIQ)
JAWA TENGAH DI WONOSOBO

Copy (2) of logo unsiq
 







MAKALAH

JUDUL
TAHLIL BUKAN HANYA SEKEDAR TRADISI UMAT ISLAM
NAHDLOTUL ULAMA ( NU ) DI INDONESIA

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Peradaban Islam yang diampu oleh:
Prof.Kyai. Yudian Wahyudi,PhD


Disusun oleh:
ACHMAD ZUDIN,S.Ag
NIM:  681.17.115



2015
TAHLIL BUKAN HANYA SEKEDAR TRADISI UMAT ISLAM
NAHDLOTUL ULAMA ( NU ) DI INDONESIA
BAB I
A. PENDAHULUAN
1.  Latar belakang
Sebelum Islam masuk dan berkembang, Indonesia sudah memiliki corak kebudayaan yang dipengaruhi oleh agama Hindu dan Budha seperti yang pernah kita pelajari pada materi sebelumnya. Dengan masuknya Islam, Indonesia kembali mengalami proses akulturasi (proses bercampurnya dua atau lebih) kebudayaan karena percampuran bangsa-bangsa dan saling mempengaruhi, yang melahirkan kebudayaan baru yaitu kebudayaan Islam Indonesia. Dengan masuknya Islam tersebut tidak berarti kebudayaan Hindu dan Budha hilang. Bentuk budaya sebagai hasil dari proses akulturasi tersebut, tidak hanya bersifat kebendaan/material tetapi juga menyangkut perilaku masyarakat Indonesia.[1]Seringkali kekuasaan diletakkan bagi ibadah ritual.hal itu bertentangan dengan kecenderungan teori social-politik,kebudayaan dan pemikiran tentang agama kontenporer.Masalah ini Nampak jelas dalam kaitan dengan gagasan”masyarakat sipil” ,demokrasi dan penegakan hak asasi manusia (HAM).[2] Era baru perpolitikan dan atau kekuasaan dan kenegaraan dipandang sebagai era ekonomi-politik atau humanisasi politik,sehingga kekuasaan dan kenegaraan adalah praktek kemanusiaan.[3]
NU adalah organisasi keagamaan sekaligus organisasi kemasyarakatan terbesar dalam lintasan sejarah bangsa Indonesia, mempunyai makna penting dan ikut menentukan perjalanan sejarah bangsa Indonesia, NU lahir dan berkembang dengan corak dan kulturnya sendiri. Sebagai organisasi berwatak keagamaan Ahlussunnah Wal Jama'ah, maka NU menampilkan sikap akomodatif terhadap berbagai madzhab keagamaan yang ada di sekitarnya.[4] Ada hal yang menarik yang perlu dicermati disini,yaitu jika standar kebenaran seseorang berpangkal pada keaswajaannya ,dan kalau ke-Aswajaan-nya itu harus merujuk dan berinduk kepada duet al-Asy’ari dan al-Maturidi,dengan asumsi bahwa orang yang tidak demikian berarti aqidahnya tidak benar atau minimal dipertanyakan,maka yang harus dipertanyakan lebih dahulu adalah apakah imimam mazdhab empat juga berakidah Aswaja? Jawabannya pasti tidak karena mereka berempat jauh lebih dahulu ada sebelum al-Asy’ari dan al-Maturidi.[5]NU tidak pernah berfikir menyatukan apalagi menghilangkan mazdhab-mazdhab keagamaan yang ada. Dan sebagai organisasi kemasyarakatan, NU menampilkan sikap toleransi terhadap nilai-nilai lokal. NU berakulturasi dan berinteraksi positif dengan tradisi dan budaya masyarakat lokal. Dengan demikian NU memiliki wawasan multikultural, dalam arti kebijakan sosialnya bukan melindungi tradisi atau budaya setempat, tetapi mengakui manifestasi tradisi dan budaya setempat yang memiliki hak hidup di Republik Indonesia tercinta ini.[6]
Sebagai warga negara Indonesia, terkhusus sebagai warga Nahdlatul ‘Ulama alangkah baiknya kita mengetahui lebih dalam mengenai apa itu Nahdlatul ‘Ulama. Banyak hal yang bisa kita temukan dan kita kaji dalam perkembangan organisasi ini baik dari sisi aqidah,fiqih,sosial kemasyarakatan,politik dan lain-lain,sehingga kita dapat memetik segala hikmah kebaikan yang bisa dijadikan motivasi dan semangat untuk kehidupan kita. Dalam Makalah ini, penulis akan mencoba menguraikan sedikit tentang apa itu Nahdlatul ‘Ulama, bagaimana sejarah terbentuknya dan tradisi tahlilan dalam masyarakat NU di Indonesia.
2.      Rumusan masalah
a. Apa itu Nahdlatul ‘Ulama?
b. Bagaimana Sejarah Terbentuknya Nahdlatul ‘Ulama?
c. Apakah tahlil hanya sekedar tradisi umat islam Nahdlatul ‘Ulama di Indonesia ?
3.      Tujuan
a.  Mengetahui Apa itu Nahdlatul ‘Ulama
b.  Mengetahui Sejarah Terbentuknya Nahdlatul ‘Ulama
c. Mengetahui hukum dan manfaat tahlil ?



BAB II
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Nahdlatul ‘Ulama
NU adalah jamm’iyah diniyah Islamiyah ( organisasi keagamaan Islam )  yang didirikan di Surabaya pada   16 Rajab 1344 H / 31 Januari 1926 M.[7]Nahdlatul ‘Ulama sebagai jam’iyah diniyah adalah wadah para Ulama’ dan pengikut-pengikutnya, dengan tujuan memelihara, melestarikan, mengembangkan dan mengamalkan ajaran Islam yang berhaluan Ahlus Sunnah wal Jama’ah dan menganut salah satu dari madzhab empat tapi tidak menutup kemungkinan menganut madzhab yang lain dari empat madzhab tersebut,masing-masing adalah :
a.      Imam Abu Hanifah an-Nu’man                                                                                     
b.      Imam Malik bin Anas
c.      Imam Muhammad Idris As-Syafi’i dan
d.      Imam Ahmad bin Hanbal.
Nahdlatul ‘Ulama (NU) adalah merupakan gerakan keagamaan yang bertujuan untuk ikut membangun dan mengembangkan insan dan masyarakat yang bertaqwa kepada Allah SWT, cerdas, trampil, berakhlaq mulia, tenteram, adil dan sejahtera. NU mewujudkan cita-cita dan tujuannya melalui serangkaian ikhtiar yang didasari oleh dasar-dasar faham keagamaan, yang membentuk kepribadian khas Nahdlatul Ulama.[8]Sehingga sebutan NU pada NU Kultural  tidak lagi menunjukan sebuah komunitas yang selama ini dianggap tradisional.[9] Nahdlatul ‘Ulama (NU) merupakan organisasi sosial keagamaan yang berhaluan Ahlu as-Sunnah Wa al-Jama’ah, sebagai wadah pengemban dan mengamalkan ajaran Islam Ala Ahadi al-Mazhabi al-Arba’ah dalam rangka mewujudkan Islam sebagai rahmat bagi semesta alam. Dengan kata lain sebagai salah satu ormas tertua, NU merupakan satu-satunya organisasi masa yang secara keseluruhan bahwa Ahlu as-Sunnah Wa al-Jama’ah sebagai mazhabnya. Sehingga, ketika NU berpegang pada mazhab, berarti mengambil produk hukum Islam (fiqh) dari empat Imam Mazhab, yaitu mazhab Hanafi, mazhab Maliki, mazhab Syafi’i dan mazhab Hambali. Dalam kenyataannya NU lebih condong pada pendapat Imam Asy-Syafi’i, oleh karenanya NU sering dicap sebagai penganut fanatik mazhab Syafi’i. Hal ini dapat dilihat dari cara NU mengambil sebuah rujukan dalam menyelesaikan kasus-kasus atau permasalahan-permasalahan yang muncul. Alasan yang sering dilontarkan adalah umat Islam Indonesia mayoritas bermazhab Syafi’i.Nahdlatul ‘Ulama (NU) sebagai Jam’iyah Diniyah Islamiyah yang bertujuan membangun atau mengembangkan insan dan masyarakat yang bertaqwa kepada  Allah SWT senantiasa berpegang teguh pada kaidah-kaidah keagamaan (ajaran Islam) dan kaidah-kaidah fiqh lainnya dalam merumuskan pendapat, sikap dan langkah guna memajukan jam’iyah tersebut. Dalam bidang keagamaan dan kemasyarakatan  alam pikiran (pokok ajaran) Nahdlatul Ulama (NU)  secara ringkas dapat  dibagi menjadi tiga bidang ajaran yaitu; bidang aqidah, fiqh, dan tasawuf.
Dalam bidang aqidah yang dianut oleh NU sejak didirikan pada 1926 adalah Islam atas dasar Ahlu as-Sunnah Wa al-Jama’ah. Faham ini menjadi landasan utama bagi NU dalam menentukan segala langkah dan kebijakannya, baik sebagai organisasi keagamaan murni, maupun sebagai organisasi kemasyarakatan. Hal ini ditegaskan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART), bahwa NU mengikuti Ahlu as-Sunnah Wa al-Jama’ah dan menggunakan jalan pendekatan (mazhab). Adapun faham Ahlu as-Sunnah Wa al-Jama’ah  yang dianut NU adalah faham yang dipelopori oleh Abu Hasan al-Asy’ari dan Imam Abu Mansur al-Maturidi. Keduanya dikenal memiliki keahlian dan keteguhan dalam mempertahankan i’tiqad (keimanan) Ahlu as-Sunnah Wa al-Jama’ah seperti yang telah disyaratkan oleh Nabi SAW dan para sahabatnya. Jadi dalam melaksanakan ajaran Islam, bila dikaitkan dengan masalah-masalah aqidah harus memilih salah satu di antara dua yaitu al-Asy’ari dan al-Maturidi.Sementara dalam bidang fiqh ditegaskan bahwa: Nahdlatul Ulama (NU) sebagai Jam’iyah Diniyah Islamiyah beraqidah Islam menurut faham Ahlu as-Sunnah Wa al-Jama’ah dan mengikuti faham salah satu mazhab empat: Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali. Namun dalam prakteknya para Kyai adalah penganut kuat dari pada mazhab Syafi’i.
Jadi dengan demikian NU memegang produk hukum Islam (fiqh) dari salah satu empat mazhab tersebut, artinya bahwa dalam rangka mengamalkan ajaran Islam, NU menganut dan mengikuti bahkan mengamalkan produk hukum Islam (fiqh) dari salah satu empat mazhab empat sebagai konsekuensi dari menganut faham Ahlu as-Sunnah Wa al-Jama’ah. Walaupun demikian tidak berarti terus Nahdlatul Ulama tidak lagi menganut ajaran yang diterapkan Rasulullah SAW. sebab keempat mazhab tersebut dalam mempraktekkan ajaran Islam juga mengambil landasan dari al-Qur’an dan as-Sunnah di samping Ijma’ dan Qiyas sebagai sumber pokok penetapan hukum Islam.Adapun alasan kenapa Nahdlatul Ulama dalam bidang hukum Islam (fiqh) lebih berpedoman kepada salah satu dari empat mazhab; Pertama, al-Qur’an sebagai dasar hukum Islam yang pokok atau utama bersifat universal, sehingga hanya Nabi SAW. yang tahu secara mendetail maksud dan tujuan apa yang terkandung dalam al-Qur’an. Nabi  SAW sendiri menunjukkan dan menjelaskan makna dan maksud dar al-Qur’an tersebut melalui sunnah-sunnah beliau, yaitu berupa perkataan, perbuatan, dan taqrir. Kedua, sunnah Nabi SAW. yang berupa perkataan, perbuatan, maupun  taqrirnya yang hanya diketahui oleh para sahabat yang hidup bersamaan (semasa) dengan beliau, oleh karena itu perlu untuk memeriksa, menyelidiki dan selanjutnya berpedoman pada keterangan-leterangan para sahabat tersebut. Namun sebagian ulama tidak memperbolehkan untuk mengikuti para sahabat dengan begitu saja. Maka dari itu untuk mendapatkan kepastian dan kemantapan, maka jalan yang ditempuh adalah merujuk kepada para ulama mujtahidin yang tidak lain adalah imam madzhab yang empat, artinya bahwa dalam mengambil dan menggunakan produk fiqh (hukum Islam) dari ulama mujtahidin harus dikaji, diteliti dan dpertimbangkan terlebih dahulu sebelum dijadikan pedoman dan landasan bagi Nahdhatul Ulama.
Oleh karena itu, untuk meneliti dan mengkaji suatu produk fiqh (hukum Islam) dalam NU ada suatu forum pengkajian produk-produk hukum fiqh yang biasa disebut Bahsul Masail ad-Diniyah (pembahasan masalah-masalah keagamaan)”. Jadi dalam forum ini berbagai masalah keagamaan akan digodok dan diputuskan hukumnya, yang selanjutnya keputusan tesebut akan menjadi pegangan bagi Jam’iyah Nahdlatul Ulama.
Faham Nahdlatul Ulama dalam bidang tasawuf. Tasawuf sebenarnya merupakan dari ibadah yang sulit dipisahkan dan merupakan hal yang penting, terutama yang berkaitan dengan makna hakiki dari suatu ibadah. Jika fiqh merupakan bagian lahir dari suatu ibadah yang segala ketentuan pelaksanaannya sudah ditetapkan dalam agama, untuk mendalami dan memahami bagian dari ibadah, maka jalan yang dapat ditempuh adalah melalui tasawuf itu sendiri.
Di antara berbagai macam aliran tasawuf yang tumbuh dan berkembang, NU mengikuti aliran tasawuf yang dipelopori oleh Imam Junaid al-Bagdadi dan Imam al-Gazali. Imam Junaid al-Bagdadi adalah salah seorang sufi terkenal yang wafat pada tahun 910 M di Irak, sedangkan Imam al-Gazali adalah seorang ulama besar yang berasal dari Persia.Untuk kepentingan ini, yaitu membentuk sikap mental dan kesadaran batin yang benar dalam beribadah bagi warga Nahdlatul Ulama, maka pada tahun 1957 para tokoh NU membentuk suatu badan Jam’iyah at-Tariqah al-Mu’tabarah badan ini merupakan wadah bagi warga NU dalam mengikuti ajaran tasawuf tersebut. Dalam perkembangannya pada tahun 1979 saat muktamar NU di Semarang badan tersebut diganti namanya Jam’iyah at-Tariqah al-Mu’tabarah an-Nadiyyah. Dengan melihat nama badan tersebut di mana di dalamnya ada kata nadhiyyin ini menunjukkan identitasnya sebagai badan yang berada dalam linkungan Nahdhatul Ulama.Selanjutnya, sejalan dengan derap langkah pembangunan yang sedang dilakukan, maka Nahdlatul Ulama sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat dan bangsa harus mempunyai sikap dan pendirian dalam dan turut berpartisipasi dalam pembangunan tersebut. Sikap dan pendirian Nahdlatul Ulama ini selanjutnya menjadi pedoman dan acuan warga NU dalam kehidupan beragama, bermasyarakat dan bernegara. Sikap NU dalam bidang kemasyarakatan diilhami dan didasari oleh sikap dan faham keagamaan yang telah dianut. Sikap kemasyarakatan NU bercirikan pada sifat: tawasut dan i’tidal, tasamuh, tawazun dan amar ma’ruf nahi munkar. Sikap ini harus dimiliki baik oleh aktifis Nahdlatul Ulama maupun segenap warga dalam berorganisasi dan bermasyarakat :
1.      Sikap Tawasuf dan I’tidal.
Tawasut artinya tengah, sedangkan I’tidal artinya tegak. Sikap tawasuth dan i’tidal maksudnya adalah sikap tengah yang berintikan kepada prinsip hidup yang menjunjung tinggi keharusan berlaku adil dan lurus ditengah-tengah kehidupan bersama. Dengan sikap dasar ini, maka NU akan selalu menjadi kelompok panutan yang bersikap dan bertindak lurus dan selalu bersikap membangun serta menghindari segala bentuk pendekatan yang bersifat tatarruf (ekstrim).
2.      Sikap Tasamuh.
Maksudnya adalah Nahdlatul Ulama bersikap toleran terhadap perbedaan pandangan, baik dalam masalah keagamaan teruma hal-hal yang bersifat furu’ atau yang menjadi masalah khilafiyah maupun dalam masalah yang berhubungan dengan kemasyarakatan dan kebudayaan.
3.      Sikap Tawazun.
Yaitu sikap seimbang dalam berkhidmad. Menyesuaikan berkhidmad kepada Allah SWT, khidmat sesama manusia serta kepada lingkungan sekitarnya. Menserasikan kepentingan masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang.
4.      Amar Ma’ruf Nahi Munkar.
Segenap warga Nahdlatul Ulama diharapkan mempunyai kepekaan untuk mendorong berbuat baik dan bermanfaat bagi kehidupan bermasyarakat, serta mencegah semua hal yang dapat menjerumuskan dan merendahakan nilai-nilai kehidupan manusia.Dengan adanya beberapa aspek tersebut di atas, diharapkan agar kehidupan umat Islam pada umumnya dan  warga Nahdlatul Ulama pada khususnya, akan dapat terpelihara secara baik dan terjalin secara harmonis baik dalam lingkungan organisasi maupun dalam segenap elemen masyarakat yang ada. Demikian pula perilaku warga Nahdlatul Ulama agar senantiasa terbentuk atas dasar faham keagamaan dan sikap kemasyarakatan, sebagai sarana untuk mencapai cita-cita dan tujuan yang baik bagi agama maupun masyarakat.[10]
2. Sejarah Berdirinya Nahdlatul ‘Ulama
Sebelum jam’iyah ini terbentuk,ada beberapa hl yang langsung maupun tidak langsung diyakini menjadi latar belakang berdirinya NU,Misalnya gerakan pembaharuan di Mesir dan sebagian Timur Tengah lainnya.[11]Latar belakang berdirinya NU juga berkaitan erat dengan perkembangan pemikiran keagamaan dan politik dunia Islam kala itu. Salah satu faktor pendorong lahirnya NU adalah karena adanya tantangan yang bernama globalisasi yang terjadi dalam dua hal :
a. Globalisasi Wahabi, pada tahun 1924, Syarief Husein, Raja Hijaz (Makkah) yang berpaham Sunni di taklukkan oleh Abdul Aziz bin Saud yang beraliran Wahabi. Tersebarlah berita penguasa baru itu akan melarang semua bentuk amaliyah keagamaan kaum sunni, yang sudah berjalan berpuluh-puluh tahun di Tanah Arab, dan akan menggantinya dengan model Wahabi. Pengamalan agama dengan sistem bermadzhab, tawassul, ziarah kubur, maulid nabi, dan lain sebagainya, akan segera di larang.
b. Globalisasi imperialisme fisik konvensional yang di Indonesia di lakukan oleh Belanda, Inggris, dan Jepang, sebagaimana juga terjadi di belahan bumi Afrika, Asia, Amerika Latin, dan negeri-negeri lain yang di jajah bangsa Eropa.
Sebelum tahun 1924, raja yang berkuasa di Mekkah dan Madinah ialah Syarif Husen, yang bernaung di bawah Kesultanan Turki. Akan tetapi pada tahun 1926 Syarif Husen digulingkan oleh Ibnu Suud. Ibnu Suud ialah seorang pemimpin suku yang taat kepada seorang pengajar agama bernama Abdul Wahhab dari Nejed yang ajaran-ajaranya sangat konservatif. Misalnya berdoa di depan makam nabi dihukumi syirik.Penguasa hijaz yang baru ini mengundang pemimpin-pemimpin islam seluruh dunia untuk menghadiri Muktamar Islam di Mekkah pada bulan Juni 1926. Di Indonesia kebetulan waktu itu sudah terbentuk CCC (Centra Comite Chilafat) disebut Komite Hilafat, dan duduk di dalamnya berbagai wakil Organisasi Islam, termasuk K.H. Wahab Hasbullah. CCC yang akan menentukan utusan Indonesia kemuktamar tersebut.Berhubungan dengan itu, maka K.H. Wahab Hasbullah bersama-sama para ulama’ Taswirul Afkar dan Nahdlatul Wathan dengan restu K.H. Hasyim Asy’ari memutuskan untuk mengirimkan delegasi sendiri kemukatamar pada juni 1926 dengan membentuk komite sendiri yaitu komite hijaz.
“Susunan Komite Hijaz :”
Penasehat                        :    K.H. Abdul Wahab Hasbullah
                                             K.H. Cholil Masyhuri
Ketua                               :    H.Hasan Gipo
Wakil Ketua                    :    H. Sholeh Syamil
Sekretaris                         :    Muhammad Shodiq
Pembantu                        :    K.H. Abdul Halim

Pada tanggal 31 Januari 1926 komite mengadakan rapat di Surabaya dengan mengundang para ‘ulama terkemuka di Surabaya dan dihadiri K.H. Hasyim Asy’ari dan K.H. Asnawi Kudus. rapat memutuskan K.H. Asnawi Kudus sebagai delegasi Komite Hijaz menghadiri muktamar dunia Islam di Mekkah.Tokoh-tokoh dibalik Berdirinya NU
1. Kiyai Kholil
Kiyai Kholil lahir Selasa 11 Jumadil Akhir 1235 di Bangkalan Madura nama ayahnya Abdul Latif, beliau sangat berharap dan memohon kepada Allah SWT agar anaknya menjadi pemimpin ummat.Pada tahun 1859 ketika berusia 24 tahun Kiyai Kholil memutuskan untuk pergi ke Mekkah dengan biaya tabungannya, sebelum berangkat beliau dinikahkan dengan Nyai ‘Asyik.Di Mekkah beliau belajar pada Syeikh di Masjidil Haram tetapi beliau lebih banyak mengaji pada para Syeikh yang bermazdhab Syafi’i . Sepulang dari Mekkah beliau dikenal sebagai ahli fiqih dan thoriqot bahkan ia memadukan kedua ilmu itu dengan serasi dan beliau juga hafizd kemudian beliau mendirikan pesantren di Desa Cengkebuan.
Kiyai Kholil wafat tanggal 29 Ramadlan 1343 H dalam usia 91 th. hampir semua pesantren di Indonesia sekarang masih mempunyai sanad dengan pesantren Kiyai Kholil.
b.  K.H. Muhammad Hasyim Asy’ari
Beliau adalah seorang ‘ulama yang luar biasa hampir seluruh kiyai di Jawa memberi gelar Hadratus Syeikh (Maha Guru) beliau lahir selasa kliwon 24 Dzulqa’dah 1287 H bertepatan dengan tanggal 14 Februari 1871 di Desa Gedang, Jombang. Ayahnya bernama                 K. Asy’ari Demak Jawa Tengah. Ibunya bernama Halimah putri dari Kiyai Utsman pendiri pesantren Gedang.Dalam rangka mengabdikan diri untuk kepentingan ummat maka K.H. Muhammad Hasyim Asy’ari mendirikan pesantren Tebuireng, jombang pada tahun 1899 M. Dengan segala kemampuannya, Tebuireng kemudian berkembang menjadi “Pabrik” pencetak kiai.Pada tanggal 17 Ramadlan 1366 H bertepatan dengan 25 Juli 1947M K.H. Muhammad Hasyim Asy’ari Memenuhi panggilan Ilahi.
c.  K.H. Abdul Wahab Hasbullah
Beliau adalah seorang ‘ulama yang sangat alim dan tokoh besar dalam NU dan bangsa Indonesia. Beliau dilahirkan di Desa Tambakberas, Jombang, Jawa Timur pada bulan Maret 1888. Semenjak kanak-kanak beliau dikenal kawan-kawannya sebagai pemimpin dalam segala permainan.Langkah awal yang ditempuh K.H. Wahab Hasbullah kelak sebagai bapak pendiri NU, itu merupakan usaha membangun semangat nasionalisme lewat jalur pendidikan yang sengaja dipilih nama Nahdlatul Wathan yang berarti Bangkitnya Tanah Air.[12]
3. Tahlil Bukan hanya Tradisi Umat Islam Nahdlatul ‘Ulama di Indonesia
Sebelum kita membicarakan tahlil yang sudah menjadi tradisi kaum nahdliyin kita akan mengawali dulu dengan dzikir.Dzikir atau berdzikir lengkapnya dzikrullah berarti menyebut atau mengingat Allah SWT,dengan kaitannya dengan tahlil dzikir berarti membaca atau mengucapkan kalimah-kalimah suci untuk memperoleh pahala,misalnya membaca kalimah thoyibah,tahlil,yaitu Lailahailallah,membaca tasbih yaitu subhanallah,membaca takbir yaitu Allahu Akbar membaca tahmid yaitu Alhamdulillah,membaca basmalah yaitu bismillahirrahmanirrohim,membaca hauqalah yaitu Lahaulawalaquwwata illa billah,membaca istighfar yaitu Astaghfirullah al’adzim,membaca shalawat Allahumma sholli ‘ala sayyidina Muhammad,dan membaca ayat-ayat al Qur’an al Karim.[13]Tahlil berasal dari kata dasar hallala-yuhallilu-tahlilan  هَلَّل- يُهَلِّلُ- تَهْلِيْلاً yang artinya membaca kalimah   لاَ إلهَ إلاّ اللهُ (la illaha illallah,tiada Tuhan selain Allah),Menurut pengertian yang dipahami dalam perkataan sehari-hari,tahlil berarti”membaca serangkaian surat-saurat al-Qur’an,ayat-ayat pilihan dan kalimat-kalimat dzikir pilihan,yang diawali dengan membaca surat al Fatihah dengan niat pahalanya untuk para arwah yang dimaksudkan oleh si pembaca atau si empunya hajat,dan kemudian ditutup dengan do’a.[14]Inti dari tahlil adalah mendoakan para arwah agar diampuni dosanya dan ditempatkan ditempat yang mulia di sisi Allah SWT. Tradisi tahlil memang tidak asing bagi kalangan Muslim NU yang menganut paham “tradisionalis”. Tahlil merupakan perbuatan yang mengandung kebaikan. Artinya, tahlil bukan hanya untuk kepentingan almarhum, tetapi juga bagi orang-orang yang mendoakan serta membacanya tentu mendapatkan pahala karena kalimat-kalimat yang dibacanya[15].Mengapa amalan tersebut dinamakan tahlil atau acara tahlilan ada dua jawaban untuk pertanyaan itu:
a. acara tersebut dinamakan tahlil karena kalimah tahlil-lah yang banyak dibaca   didalamnya.
b. tahlil merupakan kalimah dzikir yang paling utama sehingga layaklah acara itu disebut dengan namanya.Nabi Muhammad SAW bersabda:
أَفْضَلُ الذِّكْرِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَفْضَلُ مَاقُلْتُ اَنَا وَالنَّبِيُّنَ مٍنْ قَبْلِى لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَهِيَ كَلِمَةُ التَّوْحِدِ وَاْلاِخْلاَصِ وَهِيَ اِسْمُ أللّه اَلاَعْظَمُ ( زواه الترمذى والنساءي وابن حبان والحاكم )
Seutama-utama zikir ialah la ilaha illallah (kalimah tahlil).Dan seutama-utama zikir yang aku dan para nabi sebelumku mengucapkannya ialah la ilaha illallah.Ia adalah kalimah tauhid dan kalimah kemurnian dan ke-Esaan Allah.Ia juga Asma Allah yang ter-Agung (HR.Imam At Turmuzdi.an Nasai,Ibnu Hiban dan al Hakim-Subulus salam Juz IV/hlm,215)        
Acara tahlil dengan mengundang tetangga dan dengan mengeluarkan shadaqah atau sedekah yang berupa makanan,sering disebut juga selamatan(slametan),karena :
Ø  Maksud tahlil tersebut adalah memohonkan keselamatan bagi arwah yang dituju oleh si-empunya hajat (sohibul hajah).      
Ø    Dalam do’a yang biasa dibaca untuk mengakhiri tahlil tersebut terdapat kata salamatan fiddin. [16]
Sedekah makanan itu biasa disuguhkan atau dibagikan setelah selesainya do’a dalam tahlil,baik untuk dimakan ditempat atau dibawa pulang.Dengan perkataan lain,sedekah itu diberikan setelah diberkahi dengan do’a.Mkanan yang sudah diberkahi do’a tersebut kemudian disebut dengan berkat .Berkat berasal dari bahasa arab barkatun bentuk jamakanya adalah barakat yang artinya kebaikan yang bertambah-tambah terus.[17] Nabi Muhammad SAW bersabda:
اِجْتَمِعُوْا عَلَى طَعَامِكُمْ وَاذْكُرُوْا اِسْمُ اللّه يُباَرِكُ لَكُمْ فِيْهِ (رواه احمد وابو داود وابن ماجه وابن حبان والحاكم)
“Berkumpulah pada jamuan makan kamu,dan sebutlah asma Allah SWT ketika hendak makan,niscaya Allah SWT memberkati kamu dan makanan itu ( HR.imam Ahmad,Abu Dawud,Ibnu Majjah,Ibnu Hibban,dan al-hakim (kitab Nadhrah an Nur)
Orang-orang yang diundang untuk tahlil adalah orang-orang yang bertaqwa dilingkungan shohibul hajah,sedangkan pelaksanaan tahlil dipimpin oleh orang yang dihormati sebagai pemimpin keagamaan dimasyarakat setempat.[18]Dasar pelaksanaan tahlil juga disebutkan dalam hadits nabi Muhammad SAW :
سنن الترمذي (5/ 243)
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ أَخْبَرَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ عَنْ الْعَلَاءِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثٍ صَدَقَةٌ جَارِيَةٌ وَعِلْمٌ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٌ صَالِحٌ يَدْعُو لَهُ
قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ
(Maktabah shamilah Kitab sunan At Tirmzdi bab waqaf juz 5 halaman 243 no 1297) hadits ini menurut Abu ‘Isa adalah hasan shohih.  
“Apabila manusia meninggal terputuslah amalnya kecuali tiga perkara sodaqoh jariyah,ilmu yang bermanfaat dan anak yang sholih yang mendoakan  kedua orang tuanya “(Juga disebutkan didalam hadits dari Abdullah bin Abbas :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَلَامٍ أَخْبَرَنَا مَخْلَدُ بْنُ يَزِيدَ أَخْبَرَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ قَالَ أَخْبَرَنِي يَعْلَى أَنَّهُ سَمِعَ عِكْرِمَةَ يَقُولُ أَنْبَأَنَا ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَاأَنَّ سَعْدَ بْنَ عُبَادَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ تُوُفِّيَتْ أُمُّهُ وَهُوَ غَائِبٌ عَنْهَا فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أُمِّي تُوُفِّيَتْ وَأَنَا غَائِبٌ عَنْهَا أَيَنْفَعُهَا شَيْءٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ بِهِ عَنْهَا قَالَ نَعَمْ قَالَ فَإِنِّي أُشْهِدُكَ أَنَّ حَائِطِيَ الْمِخْرَافَ صَدَقَةٌ عَلَيْهَا
.(Maktabah shamilah Kitab sakhih Bukhori bab al Washoya  juz 59halaman 298  no. 2551 )
Sesungguhnya Ibu dari Sa’ad bin Ubadah radhiyallahu ‘anhu meninggal dunia, sedangkan Sa’ad pada saat itu tidak berada di sampingnya. Kemudian Sa’ad mengatakan, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah meninggal, sedangkan aku pada saat itu tidak berada di sampingnya. Apakah bermanfaat jika aku menyedekahkan sesuatu untuknya?’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Iya, bermanfaat.’ Kemudian Sa’ad mengatakan pada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Kalau begitu aku bersaksi padamu bahwa kebun yang siap berbuah ini aku sedekahkan untuknya”.
Dari generasi ke generasi, tradisi tahlil merupakan warisan yang senantiasa hidup di tengah-tengah masyarakat. Mereka atau masyarakat Muslim NU sudah terbiasa, setiap ada orang yang meninggal dunia, maka anggota keluarganya mengadakan tahlilan dengan memberitahukan segenap kerabat dekat maupun jauh dan juga masyarakat setempat.Umumnya tahlilan diadakan selepas shalat Isya di kediaman keluarga almarhum. Biasanya tahlilan berlangsung selama tujuh hari sejak hari kematian almarhum. Terkadang ada juga masyarakat yang menyelenggarakannya hanya pada hari pertama, hari ketiga dan hari ketujuh. Setelah itu kegiatan tahlilan dihentikan. Untuk mengenang kepergian almarhum kepangkuan illahi rabbi, keluarga mengadakan kembali pada hari keempat puluh, hari keseratus, menginjak satu tahun, dan tiga tahun kemudian. Kegiatan tahlilan bertujuan agar almarhum yang telah tiada mendapatkan ampunan dan rahmat Allah swt.[19] Tahlil tidaklah mengganggu akidah seorang muslim dan bukan pula sumber utama terjadinya konflik atau perpecahan dalam masyarakat muslim Indonesia. Karena tahlil bukanlah masalah pokok tetapi hanya masalah cabang sehingga melakukan tahlil adalah boleh atau tidak melakukan tidak berdosa. Orang yang tidak melakukan tidak boleh melarang bahkan mengharamkannya.Berikut kami sampaikan pendapat imam mazdhab antara lain :
1. Imam Hanafi
من صام أو صلى أو تصدق وجعل ثوابه لغيره من الاموات والاحياء جاز، ويصل ثوابها إليهم عند أهل السنة والجماعة
( Maktabah shamilah Kitab hasyiyah rodul mukhtar  bab al juz’u  2  juz 2 halaman 264 )
Barangsiapa puasa, sholat atau bershodaqah dan ia jadikan pahalanya untuk orang yang mati atau yang hidup,maka boleh dan sampai pahalanya itu kepada mereka.
2. Imam Malik
وَإِنْ قَرَأَ الرَّجُلُ وَأَهْدَى ثَوَابَ قِرَاءَتِهِ لِلْمَيِّتِ جَازَ ذَلِكَ وَحَصَلَ لِلْمَيِّتِ أَجْرُهُ
( Maktabah shamilah Kitab حاشية الدسوقي على الشرح الكبير  bab ziarotul kubur  juz 4 halaman 173 )
Jika seseorang membaca Al Qur’an, dan ia hadiahkan pahalanya untuk mayit, maka boleh itu dan sampai pahalanya untuk si mayit.
3. Imam Syafi’i
قال الشوكاني : وقال في شرح الكنز إن الأنسان أن يجعل ثواب عمله لغيره صلاة كان او صوما او حجا او صدقة اوقرأة قرأن او غير ذلك من جميع أنواع البر،ويصل ذلك إلى الميت و ينفعه
Bahwasannya manusia itu bisa menjadikan pahala amalnya itu untuk orang lain, baik berupa sholat, puasa, haji, sodakoh atau bacaan Al Qur’an atau selain dari itu semua yang berupa berbagai macam amal kebaikan, dan pahalanya itu semua bisa sampai kepada mayit dan bisa bermanfaat bagi mayit.
4. Imam Hambali
وحكي عن أحمد بن حنبل : أنه قال : يلحق الميت ثواب ما يفعل عنه من الصلاة والقراءة والذكر
Diriwayatkan dari Imam Ahmad bin Hambal, bahwa beliau berkata : Mayit bisa mendpat pahala yang dikerjakan untuk dia dari sholat, bacaan Al Qur’an dan Dzikir-dzikir.










BAB III
C. PENUTUP
1.    Kesimpulan
NU adalah jamm’iyah diniyah Islamiyah ( organisasi keagamaan Islam )  yang didirikan di Surabaya pada   16 Rajab 1344 H / 31 Januari 1926 M. Nahdlatul ‘Ulama sebagai jam’iyah diniyah adalah wadah para Ulama’ dan pengikut-pengikutnya, dengan tujuan memelihara, melestarikan, mengembangkan dan mengamalkan ajaran Islam yang berhaluan Ahlus Sunnah wal Jama’ah dan menganut salah satu dari madzhab empat tapi tidak menutup kemungkinan menganut madzhab yang lain dari empat madzhab. Nahdlatul ‘Ulama (NU) adalah merupakan gerakan keagamaan yang bertujuan untuk ikut membangun dan mengembangkan insan dan masyarakat yang bertaqwa kepada Allah SWT, cerdas, trampil, berakhlaq mulia, tenteram, adil dan sejahtera. NU mewujudkan cita-cita dan tujuannya melalui serangkaian ikhtiar yang didasari oleh dasar-dasar faham keagamaan, yang membentuk kepribadian khas Nahdlatul Ulama. Sehingga sebutan NU pada NU Kultural  tidak lagi menunjukan sebuah komunitas yang selama ini dianggap tradisional. Nahdlatul ‘Ulama (NU) merupakan organisasi sosial keagamaan yang berhaluan Ahlu as-Sunnah Wa al-Jama’ah, sebagai wadah pengemban dan mengamalkan ajaran Islam Ala Ahadi al-Mazhabi al-Arba’ah dalam rangka mewujudkan Islam sebagai rahmat bagi semesta alam. Dengan kata lain sebagai salah satu ormas tertua, NU merupakan satu-satunya organisasi masa yang secara keseluruhan bahwa Ahlu as-Sunnah Wa al-Jama’ah sebagai mazhabnya.
Sebelum jam’iyah ini terbentuk,ada beberapa hal yang langsung maupun tidak langsung diyakini menjadi latar belakang berdirinya NU,Misalnya gerakan pembaharuan di Mesir dan sebagian Timur Tengah lainnya. Latar belakang berdirinya NU juga berkaitan erat dengan perkembangan Globalisasi imperialisme fisik konvensional yang di Indonesia di lakukan oleh Belanda, Inggris, dan Jepang, sebagaimana juga terjadi di belahan bumi Afrika, Asia, Amerika Latin, dan negeri-negeri lain yang di jajah bangsa Eropa.
 pemikiran keagamaan dan politik dunia Islam kala itu. Salah satu faktor pendorong lahirnya NU adalah karena adanya tantangan yang bernama globalisasi yang terjadi.
Pada tanggal 31 Januari 1926 komite mengadakan rapat di Surabaya dengan mengundang para ‘ulama terkemuka di Surabaya dan dihadiri K.H. Hasyim Asy’ari dan K.H. Asnawi Kudus. rapat memutuskan K.H. Asnawi Kudus sebagai delegasi Komite Hijaz menghadiri muktamar dunia Islam di Mekkah.Tokoh-tokoh dibalik Berdirinya NU
Tahlil berasal dari kata dasar hallala-yuhallilu-tahlilan  هَلَّل- 1يُهَلِّلُ- تَهْلِيْلاً yang artinya membaca kalimah   لاَ إلهَ إلاّ اللهُ (la illaha illallah,tiada Tuhan selain Allah),Menurut pengertian yang dipahami dalam perkataan sehari-hari,tahlil berarti”membaca serangkaian surat-saurat al-Qur’an,ayat-ayat pilihan dan kalimat-kalimat dzikir pilihan,yang diawali dengan membaca surat al Fatihah dengan niat pahalanya untuk para arwah yang dimaksudkan oleh si pembaca atau si empunya hajat,dan kemudian ditutup dengan do’a. Inti dari tahlil adalah mendoakan para arwah agar diampuni dosanya dan ditempatkan ditempat yang mulia di sisi Allah SWT. Akan tetapi tahlil bukan hanya untuk kepentingan almarhum saja, tetapi juga bagi orang-orang yang mendoakan serta membacanya tentu mendapatkan pahala karena kalimat-kalimat yang dibacanya. Sedekah makanan itu biasa disuguhkan atau dibagikan setelah selesainya do’a dalam tahlil,baik untuk dimakan ditempat atau dibawa pulang.Dengan perkataan lain,sedekah itu diberikan setelah diberkahi dengan do’a.Mkanan yang sudah diberkahi do’a tersebut kemudian disebut dengan berkat .Berkat berasal dari bahasa arab barkatun bentuk jamakanya adalah barakat yang artinya kebaikan yang bertambah-tambah terus. Tahlil tidaklah mengganggu akidah seorang muslim dan bukan pula sumber utama terjadinya konflik atau perpecahan dalam masyarakat muslim Indonesia. Karena tahlil bukanlah masalah pokok tetapi hanya masalah cabang sehingga melakukan tahlil adalah boleh atau tidak melakukan tidak berdosa. Orang yang tidak melakukan tidak boleh melarang bahkan mengharamkannya.
2.    Saran
Dengan membaca makalah ini, pembaca disarankan agar bisa mengambil manfaat tentang pentingnya mengetahui pengertian NU, sejarah berdirinya Nahdlatul ‘Ulama, meneladani  para tokoh nasional yang merupakan para pendiri Nahdlatul ‘Ulama ini yang dengan pemikiran dan perjuangannya beliau dapat membuat koridor hubungan keagamaan secara horizontal dan verikal yang bersifat baik. Selain itu juga kita hendaknya tahu, tentang tradisi tahlil yang dilaksanakan kaum Nadhiyin,bukan hanya sebuah tradisi tapi mengandung unsur ibadah yang sangat luas.

DAFTAR PUSTAKA
1.M.Madchan Anies,Tahlil dan kenduri tradisi santri dan kyai (Yogyakarta,PT LKis 2009)
2. Ahmad Zahro,pengantar Said Agil Husen Al-Munawar,Tradisi Intelektual (Yogyakarta,PT LKiS 2004)       
3. Abdul Munir Mulkhan,Moral politik santri agama dan pembelaan kaum tertindas(Jakarta:Erlangga 2003) .
4. Ahmad baso,NU Studies Pergolakan pemikiran antara fundamentalisme Islam danfundamentalisme neo-liberal (Jakarta:Erlangga )
5. Maktabah Samilah.
6. http://id.wikipedia.org/wiki/Nahdlatul_%27Ulama
7. http://ilmutuhan.blogspot.com/2012/03/sejarah-dan-pokok-pikiran-nahdlatul.html
8. http://my-dock.blogspot.com/2013/03/sejarah-singkat-kelahiran-nahdlatul.html
10. http://zackszoilusz.blogspot.co.id/2011/05/gadis-sempurna.html hukum tahlilan dan yasinan (makalah)
11. http://makalahpendidikanagamaislamtarbiyah.blogspot.co.id/2014/02/sejarah-peradaban-islam-di-indonesia.html

13. Abdul Munir Mulkhan,Moral politik santri agama dan pembelaan kaum tertindas (Jakarta:Erlangga 2003) 

15.Ahmad Zahro,Tradisi Intelektual NU(Yogyakarta: LKIS Yogyakarta 2004)

18. Ahmad baso,NU Studies Pergolakan pemikiran antara fundamentalisme Islam dan fundamentalisme neo-liberal (Jakarta:Erlangga )
19. Madchan Anies,Tahlil dan kenduri(tradisi santri dan kiai) (Yogyakarta:PT LKiS Printing cemerlang, 2009) 
  20.  http://zackszoilusz.blogspot.co.id/2011/05/gadis-sempurna.html diunduh tanggal 7 september 2015hukum tahlilan dan yasinan (makalah)




0 komentar:

Posting Komentar