Rabu, 15 Februari 2017

sejarah perkembangan kurikulum di Indonesia

PROGRAM PASCA SARJANA ( PPS )
UNIVERSITAS SAINS AL-QUR’AN (UNSIQ)
JAWA TENGAH DI WONOSOBO

Copy (2) of logo unsiq
 







MAKALAH

JUDUL
SEJARAH PERKEMBANGAN KURIKULUM DI INDONESIA
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah  yang diampu oleh:
Drs.H.Abdul Majid,M.Pd


Disusun oleh:
Acmad Zudin,S.Ag
NIM:  681.17.115



2015


SEJARAH PERKEMBANGAN KURIKULUM DI INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003: Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu
Tidak jauh beda dengan pengertian kurikulum di atas, para ahli mengartikan kurikulum sebagai berikut[1]:
  1. Saylor J. Gallen & William N. Alexander: “Keseluruhan usaha sekolah untuk mempengaruhi belajar, baik berlangsung di kelas, di halaman, maupun di luar sekolah”.
  2. Soedijarto: “Segala pengalaman dan kegiatan belajar yang direncanakan dan diorganisiasi untuk diatasi oleh para siswa/mahasiswa untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan bagi suatu lembaga pendidikan”.
  3. Sarimuda Nasution: “Usaha-usaha perbaikan dalam bidang pendidikan dan administrasi pendidikan” (gabungan definisi saylor Alexander & William B. Ragan).
Sementara itu, Moh. Roqib menjelaskan bahwa kurikulum merupakan softwere, yang bentuk operasionalnya menjabarkan konsep pendidikan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Objek kajian dalam kurikulum tidak terlepas dari tujuan pendidikan yang dilandasi prinsip dasar dan filsafat yang dipilih, kualifikasi pendidikan, kondisi subjek didik, materi yang akan diajarkan, buku teks, organisasi kurikulum, penjejnjangan ,metode, bimbngan dan penyuluhan, administrasi, prasarana, biaya, lingkungan, evaluasi, pengembangan, dan tindak lanjut.[2]
Istilah kurikulum (curriculum) berasal dari kata curir (pelari) dan curere (tempat berpacu), dan pada awalnya digunakan dalam dunia olahraga. Pada saat itu kurikulum diartikan sebagai jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari mulai dari start sampai finish untuk memperoleh medali/penghargaan. Kemudian, pengertian tersebut diterapkan dalam dunia pendidikan menjadi sejumlah mata pelajaran (subject) yang harus ditempuh oleh seorang siswa dari awal sampai akhir program pelajaran untuk memperoleh penghargaan dalam bentuk ijazah.
Berbicara tentang sejarah perjalanan kurikulum pendidikan di Indonesia, maka hal itu tidak terlepas dari sejarah perkembangan pendidikan bangsa Indonesia itu sendiri. Sejak zaman kolonialisme, bangsa Indonesia sudah mengenal sekolah, yang tentu saja juga ada kurikulum. Setiap generasi memiliki sejarah kurikulum yang berbeda antara satu dengan yang lain. Kurikulum pendidikan di Indonesia senantiasa berubah sesuai dengan zamannya. Bahkan tak jarang juga terdapat keterkaitan dengan unsur-unsur politis yang mengiringinya. Dalam pengertian bahwa kurikulum di Indonesia kerapkali mengikuti kehendak pemimpin yang berkuasa ketika itu. Ketika masa kolonialisme, maka kurikulum yang berkembang disesuaikan dengan tujuan melanggengkan imprialisme. Begitupula dengan beberapa masa setelahnya.
Dalam perjalanan sejarah sejak Indonesia merdeka atau tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, dan 2006, ( bahkan rencananya akan kembali terjadi perubahan kurikulum di 2013 ini ).[3] Sebaga bangsa yang pernah di jajah, sedikit tidak Negara ini akn terengaruh oleh kurikulum pendidikan dari Negara yang dulu pernah menjajah Indnesia.  Penting untuk kemudian dikaji untuk mengetahui bahwa Negara kita saat ini kurikulumnya masih berkaitan dengankepentingan penjajah dulu. Setidaknya, ketika fisik penjajah itu pergi, mereka sejatinya teta ada melalui kurkulum yang yang diturunkan pada Negara bekas jajahan.[4]
Perkembangan kurikulum sebagai suatu disiplin ilmu dewasa ini berkembang secara  pesat, baik secara teoritis maupun praktis. Jika dahulu kurikulum tradisional lebih banyak terfokus pada mata pelajaran dengan sistem penyampaian penuangan, maka sekarang kurikulum lebih banyak diorientasikan pada dimensi-dimensi baru, sperti kecakapan hidup,  pengembangan diri, pembangunan ekonomi dan industri, era globalisasi dengan berbagai  permasalahannya, politik, bahkan dalam praktiknya telah menyentuh dimensi teknologi terutama teknologi informasi dan komunikasi. Disiplin ilmu kurikulum harus membuka diri terhadap kekuatan-kekuatan eksternal yang dapat memengaruhi dan menentukan arah dan intensitas proses pengembangan kurikulum. Dalam dunia pendidikan, salah satu kunci untuk menentukan kualitas lulusan adalah kurikulum pendidikannya. Karena pentingnya maka setiap kurun waktu tertentu kurikulum selalu dievaluasi untuk kemudian disesuaikan dengan dimensi-dimensi baru seperti yang telah diungkapkan diatas.[5]. Pengembangan kurikulum sebenarnya merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Ia sebagai instrument yang membantu  praktisi pendidikan untuk memenuhi kebutuhan peserta didik dan kebutuhan masyarakat. Pengembangan kurikulum merupakan alat untuk membantu guru melakukan tugasnya mengajar dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Pengembangan kurikulum tidak pernah  berhenti, ia merupakan proses yang berkelanjutan dan terus menerus sejalan dengan  perkembangan dan tuntutan jaman dan perubahan yang terjadi didalam masyarakat.
B.RUMUSAN MASALAH
1.Bagaimana sejarah perkembangan kurikulum di Indonesia?
C.TUJUAN
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana sejarah dan  perkembangan kurikulum-kurikulum di Indonesia sampai sekarang.
D.MANFAAT
Manfaat yang diharapkan dari penulisan makalah ini adalah sebagai patokan bagi Pengajar, Siswa, Mahasiswa dan semua yang berada di ruang lingkup pendidikan untuk selalu siap mengembangkan pendidikan di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
 A.Sejarah dan Dinamika Perkembangan Kurikulum di Indonesia
 Berdasarkan UUD 1945 pasal 31 ayat 1 menyebutkan bahwa setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan.Kemudian ayat 3 dinyatakan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakansatu system pendidikan yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.[6]Lebih lanjut pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,pengendalian diri,kepribadian,kecerdasan ,akhlak muliaserta ketrampilan yang diperlukan dirinya,masyarakat bangsa dan Negara (UU.SPN Nomor 20/2003(Psl 1:1).[7]Prof. Dr. Engkoswara, guru besar Universitas Pendidikan Indonesia Bandung telah membuat 4 (empat) rumus pengertian kurikulum, lengkap dengan visualisasinya. Pertama, kurikulum adalah jarak yang harus ditempuh oleh pelari. Kedua, kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran. Keiga, kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran dan kegiata-kegiatan yang harus dilakukan oleh peserta didik. Keempat, kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran dan kegiatan-kegiatan, serta segala sesuati yang akan berpengaruh dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Rumus ini memudahkan kita untuk memahami  pengertian kurikulum. Rumus ini sama sekali tidak melenceng dari definisi yang telah dikemukakan para ahli, misalnya Hilda Taba menjelaskan dengan amat singkat bahwa“curriculum is a plan of learning ”. Demikian juga bila dibandingkan dengan pengertiankurikulum dalam Pasal 1 butir 19 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyebutkan bahwa “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.[8]
B.Kurikulum 1975
 Lahirnya kurikulum 1975 bertujuan untuk mencapai tujuan instruksional umum, tujuan instruksional khusus, dan berbagai rincian lainnya. Adapun ciri-ciri lebih lengkap kurikulum ini adalah sebagai berikut: 1). Berorientasi pada tujuan. 2). Menganut pendekatan integratif dalam arti bahwa setiap pelajaran memiliki arti dan peranan yang menunjang kepada tercapainya tujuan-tujuan yang lebih integratif. 3). Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu. 4). Menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Sistem yang senantiasa mengarah kepada tercapainya tujuan yang spesifik, dapat diukur dan dirumuskan dalam bentuk tingkah laku siswa. 5). Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus respon (rangsang-jawab) dan latihan (drill).
C. Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL).Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986 yang juga Rektor IKIP Jakarta — sekarang Universitas Negeri Jakarta — periode 1984-1992. Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah. Penolakan CBSA bermunculan.[9] Sebelum pemberlakuan kurikulum 1984, yaitu pada tahun 1983 mata pelajaran Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) ditetapkan sebagai mata pelajaran wajib. Dengan demikian maka pendidikan idiologi dilakukan melalui Pendidikan Pancasila yang memiliki komponen Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4), Pendidikan Moral Pancasila (PMP), dan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB). Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan  pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut“Kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Ciri-Ciri umum dari Kurikulum CBSA adalah: 1). Berorientasi pada tujuan instruksional. 2). Pendekatan pembelajaran adalah berpusat pada anak didik; Pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). 3). Pelaksanaan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB). 4). Materi pelajaran menggunakan pendekatan spiral, semakin tinggi tingkat kelas semakin banyak materi pelajaran yang di bebankan pada peserta didik. 5). Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan. 6). Konsep-konsep yang dipelajari siswa harus didasarkan kepada pengertian, baru kemudian diberikan latihan setelah mengerti.[10]
D.Kurikulum 1994
 Kurikulum 1994 merupakan hasil upaya untuk memadukan kurikulum-kurikulumsebelumnya, terutama kurikulum 1975 dan 1984. Sayang, perpaduan antara tujuan dan proses belum berhasil. Sehingga banyak kritik berdatangan, disebabkan oleh beban belajar siswa dinilai terlalu berat, dari muatan nasional sampai muatan lokal. Materimuatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasadaerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesak agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum.  Akhirnya, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat.[11]
 Kurikulum 1994 ini merupakan revisi terhadap kurikulum 1984 tetapi pada dasarnya keduanya tidak memiliki perbedaan yang prinsipil. Orientasi pendidikan pada pengajaran disiplin ilmu menempatkan kurikulum sebagai instrumen untuk ”transfer of knowledge”.Penyempurnaan terjadi pada materi pendidikan sejarah karena materi pendidikan sejarah yang tercantum dalam kurikulum SMA 1984 (nama baru SMA berdasarkan Undang-Undang  Nomor 2 tahun 1989 adalah SMU) dianggap tidak lengkap, maka kurikulum SMU 1994 menyempurnakannya. Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan UU no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak  pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi  pelajaran cukup banyak. Tujuan pengajaran menekankan pada pemahaman konsep dan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.[12]
E.Kurikulum 2004 (KBK)
 Secara singkat dengan KBK ini ditekankan agar siswa yang mengikuti pendidikan di sekolah memiliki kompetensi yang diinginkan. Kompetensi merupakan perpaduan antara  pengetahuan, keterampilan, nilai serta sikap yang ditunjukkan dalam kebiasaan berpikir dan  bertindak (Mulyasa, E., 2010:37). Sehingga KBK diharapkan dapat mengembangkan  pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minat siswa agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk keterampilan, tepat, dan berhasil dengan penuh tanggung jawab. Kurikulum Berbasis Kompetensi berorientasi pada: (1) hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada diri peserta didik melalui serangkaian pengalaman belajar yang  bermakna, dan (2) keberagaman yang dapat dimanifestasikan sesuai dengan kebutuhannya (Puskur, 2002a). Tujuan yang ingin dicapai menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.[13]
F.Kurikulum 2006 (KTSP)
Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan. Muncullah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan.[14] Penyusunan KTSP dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memperhatikan dan berdasarkan standar kompetensi serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
KTSP sendiri disusun dan dikembangkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 36 ayat 1 dan 2, sebagai berikut :
a.       Pengembangan kurikulum mengacu pada Standar Nasional Pendidikan untuk mewujudkan Tujuan Pendidikan Nasional.
b.      Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.
Pelajaran KTSP masih tersendat,tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada.[15] Kusnandar, dalam Astrida[16], menerangkan, sebagai sebuah konsep dan program, KTSP memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) KTSP menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal. Dalam KTSP peserta didik dibentuk untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minat yang pada akhirnya akan membentuk pribadi yang terampil dan mandiri; (2) KTSP berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman; (3) penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi; (4) sumber belajar bukan hanya guru, tetapi sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif; (5) penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
Lebih lanjut, Astrida menjelaskan, bahwa dalam KTSP hanya dideskripsikan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Guru sendiri yang harus menentukan indikator dan materi pokok pelajaran, disesuaikan dengan situasi daerah dan minat peserta didik. Dalam KBK 2004 dideskripsikan kompetensi dasar, dijabarkan indikator, dan bahkan dipetakan pula materi pokok pelajaran. Oleh karena itu, dalam mengimplementasikan KTSP di sekolah (kepala sekolah dan guru) diberikan otonomi yang lebih besar dalam pengembangan kurikulum dengan tetap memperhatikan karakteristik KTSP, karena masing-masing sekolah dipandang lebih tahu tentang kondisi satuan pendidikannya. Keberhasilan atau kegagalan implementasi kurikulum di sekolah sangat bergantung pada kepala sekolah dan guru, karena dua figur tersebut merupakan kunci yang menentukan dan menggerakkan berbagai komponen di lingkungan sekolah. Setiap sekolah dapat mengelola dan mengembangkan berbagai potensinya secara optimal dalam kaitannya dengan implementasi KTSP.
Menurut Rusman (2009, hlm. 474 - 475), sebagaimana diungkapkan Astrida, prinsip-prinsip pengembangan KTSP adalah:
a.    Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
b.    Beragam dan terpadu
c.    Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
d.   Relevan dengan kebutuhan kehidupan
e.    Menyeluruh dan berkesinambungan
f.     Belajar sepanjang hayat
g.    Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah
h.    Berdasarkan prinsip-prinsip pengembangan KTSP di atas pada praktek pengajaran di dalam kelas sangat tergantung pada situasi dan kondisi peserta didik di sekolah sehingga setiap guru memiliki kebebasan untuk menentukan materi pelajaran (standar kompetensi dan kompetensi dasar), indikator, metode, media, dan ketercapaiannya.
 Oleh sebab itu kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program  pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah. Tujuan Panduan Penyusunan KTSP ini untuk menjadi acuan bagi satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, dan SMK/MAK dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum yang akan dilaksanakan pada tingkat satuan pendidikan yang bersangkutan.

G.Kurikulum 2013
Ketika banyak praktisi pendidikan, khususnya guru, belum memahami dan menerapkan konsep KTSP, pemerintah sudah mengubah kurikulum tersebut. Perubahan kurikulum akan berdampak besar pada perubahan-perubahan lain di tingkat stakeholder, selain juga membutuhkan anggaran yang besar. Oleh sebab itu, agar nasib kurikulum yang kemudian diberi nama Kurikulum 2013 tidak setali tiga uang dengan kurikulum-kurikulum sebelumnya, penting sekali dilakukan penggodokan sampai benar-benar matang.
Namun begitu, sejauh ini pemerintah hanya melemparkan wacana yang sepotong-sepotong kepada masyarakat. Misalnya, bahwa pada Kurikulum 2013, akan ada penggabungan beberapa mata pelajaran dan penguatan pada nilai-nilai karakter. Wacana yang sepotong-sepotong tersebut justru membuat masyarakat bingung dan frustasi.
Pemerintah memang telah meminta masukan dari para tokoh agama. Juga, melibatkan pakar-pakar pendidikan untuk bersama-sama menyusun draft kurikulum sebelum diuji cobakan dan kemduian disahkan. Tetapi, keterlibatan para tokoh dan pakar pendidikan saja tidak cukup menjamin lahirnya kurikulum yang baik. Lebih-lebih jika polanya masih bersifat ‘tradisional’ seperti proses lahirnya kurikulum-kurikulum sebelumnya.
Benarlah, Konsep Kurikulum 2013 ternyata tidak membasa sesuatu yang baru. Kurikulum yang menitik beratkan pada keaktifan siswa belajar ini nyaris sama dengan kurikulum Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) yang telah puluhan tahun lalu digunakan.
Tetapi toh kurikulum 2013 sudah mulai diterapkan di sekolah-sekolah. Mengapa harus berubah? Itulah pertanyaan yang akan kita jawab.
Ada beberapa hal yang mengemuka, kenapa kurikulum KTSP harus diganti, antara lain:
1.    Kurikulum 2013 perlu berubah untuk mempersiapkan generasi sekarang agar mampu menjawab tantangan masa depan Indonesia. Tuntutan masa depan berubah, maka kita perlu menyesuaikan kurikulum pendidikan kita.
2.    Substansi perubahan kurikulum 2013 adalah perubahan pada: Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi (kompetensi inti dan kompetensi dasar), Standar Proses, dan Standar Penilaian.
3.    Menurut Pak Wamen Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Pendidikan Musliar Kasim Perubahan kurikulum merupakan keharusan. Kualitas pendidikan Indonesia sudah sangat jauh tertinggal dibandingkan dengan negara lain.[17] Perubahan kurikulum ini untuk mengatasi ketertinggalan Indonesia. ”Jika penerapan kurikulum ditunda, akan lebih lama kita mengejar ketertinggalan dari negara lain.
4.    Dengan kurikulum baru diharapkan menghasilkan lulusan dengan kompetensi tinggi dan berpikir analitis.
Berdasarkan paparan Mendikbud Mohamad Nuh, Penyempurnaan pola pikir kurikulum 2013 adalah sebagai berikut:
No
KBK 2004
KTSP 2006
Kurikulum 2013
1
Standar Kompetensi Lulusan diturunkan dari Standar Isi
Standar Kompetensi Lulusan diturunkan dari kebutuhan
2
Standar Isi dirumuskan berdasarkan Tujuan Mata Pelajaran (Standar Kompetensi Lulusan Mata Pelajaran) yang dirinci menjadi Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran
Standar Isi diturunkan dari Standar Kompetensi Lulusan melalui Kompetensi Inti yang bebas mata pelajaran
3
Pemisahan antara mata pelajaran pembentuk sikap, pembentuk keterampilan, dan pembentuk pengetahuan
Semua mata pelajaran harus berkontribusi terhadap pembentukan sikap, keterampilan, dan pengetahuan,
4
Kompetensi diturunkan dari mata pelajaran
Mata pelajaran diturunkan dari kompetensi yang ingin dicapai
5
Mata pelajaran lepas satu dengan yang lain, seperti sekumpulan mata pelajaran terpisah
Semua mata pelajaran diikat oleh kompetensi inti (tiap kelas)

Melihat tabel tersebut, maka kita berpikir bahwa jika dalam Kurikulum model KTSP yang dikembangkan berdasarkan pedoman dan rambu-rambu yang ditetapkan oleh BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan) menghargai otonomi guru dan sekolah serta keanerakagaman budaya dan konteks setempat. Kurikulum model KTSP memberi peluang bagi guru dengan harapan model KTSP dapat menjadi pedoman bagi  guru dalam menyusun silabus yang sesuai dengan kondisi sekolah dan potensi daerah masing-masing. Sedangkan kurikulum 2013 jelas tidak menghargai otonomi guru, sekolah, dan daerah. Penetapan Silabus dari pusat juga bisa membuat guru tidak kreatif.
Selain itu, rumusan kompetensi inti tidak berdasarkan kajian mendalam dan hasil riset dan inovasi. Hubungan antara kompetensi inti dan kompetensi dasar dalam mata pelajaran tidak koheren sehingga berdampak meningkatnya kepadatan kompetensi dan materi pada tiap mata pelajaran.

Adapun langkah penguatan tata kelolanya adalah sebagai berikut:











          Menyiapkan buku pegangan pembelajaran yang terdiri dari:
        Buku pegangan siswa
        Buku pegangan guru
          Menyiapkan guru supaya memahami pemanfaatan sumber belajar yang telah disiapkan dan sumber lain yang dapat mereka manfaatkan.
          Memperkuat peran pendampingan dan pemantauan oleh pusat dan daerah dalam pelaksanaan pembelajaran.

Dalam kurikulum 2013 beban guru dan murid disinyalir akan lebih ringan dari pada ketika menggunakan kurkulum model KTSP. Berikut adalah salah sau contoh penyesuaian beban guru dan murid SD:
         
Disana kita melihat, guru dan siswa diberi buku gratis oleh pemerintah pusat. Di sinilah berbagai kritik kemudian dilontarkan. Banyak kalangan menganggap bahwa buku yang diterbitkan oleh pemerintah seringkali tidak bermutu, dan kurang sesuai dengan kebutuhan satuan pendidikan tertentu. Pola sentralisasi penerbitan buku ini juga rawan penyelewengan anggaran. Selain juga, membuat guru-guru tidak kreatif untuk menentukan buku yang akan dijadikan acuannya, atau bahkan membuat buku sendiri.
Kemudian, dalam kurikulum 2013 juga terjadi pengurangan dan penambahan jam. Berikut penulis paparkan struktur kurikulum SMP yang terjadi perubahan jam pelajaran setiap minggunya.
Penghilangan mata pelajaran seperti Teknik Informatika (TIK) menuai kontroversi. Intergrasi TIK dalam semua mata pelajaran mustahil dilakukan, khususnya untuk sekolah-sekolah yang tiak memiliki perangkat TIK.
Selain itu, jumlah mata pelajaran dalam kurikulum 2013 dikurangi dengan maksud mengurangi beban belajar siswa, namun muatannya berlipat ganda karena mengikuti alur pikiran kompetensi inti dan jumlah jam pelajaran per minggu ditambah. Dampaknya adalah beban belajar siswa semakin berlipat ganda.
Penolakan terhadap kurikulum jelas akan memacetkan proses pembelajaran. Oleh karena itu, revisi kurikulum mestinya lebih inklusif, demokratis, dan tidak terburu-buru.
Selama ini, pengamatan mengenai sejumlah karakteristik perkembangan kurikulum di Indonesia menyarankan perlunya studi yang mendalam mengenai mengapa kurikulum senantiasa bersifat problematis. Dalam ekspose awal ini diidentifikasi beberapa faktor lahirnya kondisi yang problematis tersebut yang akhirnya bersinergi sebagai kurikulum yang menjebak. Sumber dan karakteristik kurikulum yang menjebak ternyata menjadi daya halang yang menyebabkan guru tidak dapat secara optimal melaksanakan apa yang diharapkan dari mereka. Bahkan tidak mustahil birokrasi dan penyusun kurikulum pun terjebak sendiri oleh ciptaannya.[18] 
Pengalaman dan pengamatan di bidang pengembangan kurikulum sejak kemerdekaan sampai sekarang memberi kesan pengembangan yang mengecewakan. Sedikitnya ada empat sebab utama mengapa demikian. Ketika birokrat pendidikan memprioritaskan kurikulum di atas segala-galanya seabgai kunci peningkatan kualitas, unsur guru dinomorduakan. Ketika para perumus kurikulum menerjemahkannya ke dalam rumus-rumus operasional dan teknis, pandangan mereka tentang falsadah metafisik manusia, epistemologi ilmu, aksiologi nilai, etika dan estetika, menjadi kabur. Lingkungan pendidkan pun, habitat guru berbakti, tidak banyak--kalau ada--memberikan dukungan pada keberhasilan pelaksanaan kurikulum. Karena itu, ketika kurikulum yang tidak ramah guru akhirnya jatuh di tangan mereka untuk dilaksanakan, kegagalan yang dihindari justru menjadi kenyataaan.[19]
Apa pun itu, kurikulum 2013 sudah diterapkan dan dipraktekkan disekolah-sekolah yang ditunjuk oleh Kemendikbud. Kita hanya bisa berharap, pemerintah agar selalu mendampingi para guru seabai ujung tombak pelaksana kurikulum untuk bisa mengamalkan dan mempraktekkan kurikulum itu dengan baik. Sebab, sebaik apapun konsep kurikul 2013, kalau itu tidak diikuti dengan pemahaman dan pendampingan yang terarah maka mustahil ia bisa membuahkan hasil yang baik.
Masalah rendahnya kualitas guru, seharusnya bukan dijawab dengan pergantian kurikulum baru. Semestinya pemerintah menjawabnya dengan pelatihan-pelatihan guru yang mampu meningkatkan kualitas guru. Pendidik kita banyak yang belum mengikuti pelatihan untuk meningkatkan profesionalitasnya. Bahkan ada guru PNS di daerah yang sudah puluhan tahun belum mendapatkan pelatihan guru dari pemerintah. Itulah fakta yang dapat dilihat dengan kasat mata, tanpa harus melakukan penelitian.
Muhammad Nuh, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, menegaskan bahwa kurikukulum terbaru 2013 ini lebih ditekankan pada kompetensi dengan pemikiran kompetensi berbasis sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Adapun ciri kurikulum 2013 yang paling mendasar ialah menuntut kemampuan guru dalam berpengetahuan dan mencari tahu pengetahuan sebanyak-banyaknya karena siswa zaman sekarang telah mudah mencari informasi dengan bebas melalui perkembangan teknologi dan informasi. Kesiapan guru  berdampak pada kegiatan guru dalam mendorong siswa melakukan observasi, bertanya,  bernalar, dan mengkomunikasikan apa yang telah mereka peroleh setelah menerima materi  pembelajaran. Sedangkan untuk siswa lebih didorong untuk memiliki tanggung jawab kepada lingkungan, kemampuan interpersonal, antarpersonal, maupun memiliki kemampuan  berpikir kritis. Tujuannya adalah terbentuk generasi produktif, kreatif, inovatif, dan afektif. Khusus untuk tingkat SD, pendekatan tematik integrative memberi kesempatan siswa untuk mengenal dan memahami suatu tema dalam berbagai mata pelajaran. Pelajaran IPA dan IPS diajarkan dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Pasca kemerdekaan, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan,yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, 2006 dan 2013.Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik,sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegaraPengembangan kurikulum sebenarnya merupakan salah satu upaya untukmeningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Ia sebagai instrument yang membantu praktisi pendidikan untuk memenuhi kebutuhan peserta didik dan kebutuhan 
masyarakat.Pengembangan kurikulum merupakan alat untuk membantu guru melakukan tugasnyamengajar dan memenuhi kebutuhan masyarakat. kurikulum merupakan salah satu alat untukmembina dan mengembangkan siswa menjadi manusia yang bertakwa, kepada Allah SWT, berakhlak mulia, sehat, cerdas, berilmu, cakap, kreatif dan mampu menjadi warga Negara yang bertanggung jawab.Terdapat berbagai macam pertimbangan atau landasan untuk mengembangkankurikulum menjadi yang lebih baik. Diantaranya adalah landasan filosofis, landasansosiologis, landasan psikologis, dan organisatoris. Terdapat empat standar kualitas pendidikan yaitu: 1. Guru, 2. Kurikulum, 3. Atmosfer akademik, dan 4. Sumber keilmuan.Mutu atau kualitas pendidikan ditentukan oleh kualitas dan komitmen seorang guru.
B.Saran
Makalah ini tentu masih mempunyai banyak kekurangan dan kesalahan, karena itukepada para pembaca untuk berkenan menyumbangkan kritik dan saran yang bersifatmembangun demi bertambahnya wawasan kami di bidang ini. Akhirnya kepada Allah jualahkami memohon taufik dan hidayah. Semoga usaha kami ini mendapat manfaat yang baik,serta mendapat ridho dari Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA
1.Pengertian dan Hakikat Kurikulum, http://azmi648.blogspot.com/2013/03/pengertian-dan-hakikat-kurikulum.html, diunduh 12 Desember 2015.
2.Pengertian dan Fungsi Kurikulum, http://ikhwaninsancita.blogspot.com/2012/05/pengertian-kurikulum-fungsi-dan.html, diunduh 13 Desember 2015
3.Astrida,Konsep Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Dan Implementasinya,   
    http://sumsel.kemenag.go.id/file/dokumen/ktsp.pdf, diunduh 13 Desember 2015
4.Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam: Pengembangan Pendidikan Islam Integratif di Sekolah, Keluarga, dan Masyarakat, Jogjakarta: LKiS, 2007
5.Saeful Bahri , Pemikiran Dan Kritik Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP),
6.Standar Nasional Pemdidikan (SNP) pada pasal 1 ayat 15
7.Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, Jakarta, Grasindo, 2009
8.Winarno Surakhmad, Pendidikan Nasional, Strategi, dan Tragedi, Jakarta, Penerbit Kompas, 2009.
9.Pengembangan Kurikulum Konsep Implementasi Konsep Dan Inovasi,Yogyakarta : erasMomod. 2013.  
   Kurikulum 2013
10.Dasar –  Dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung : Remaja
     http://www.academia.edu/9195382/Makalah_sejarah_dan_dinamika_perkembangan_kurikulum_di_Indonesia
11.Abdul Majid Pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam  (Wonosobo: Media Kreasi 2015)
       Desember 2015





[1] ___, Pengertian dan Hakikat Kurikulum, http://azmi648.blogspot.com/2013/03/pengertian-dan-hakikat-kurikulum.html, diunduh 12 September 2013.
[2] Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam: Pengembangan Pendidikan Islam Integratif di Sekolah, Keluarga, dan Masyarakat, Jogjakarta: LkiS, 2007, hlm.77
[6] abdul Majid Pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam(Wonosobo:media kreasi 2015 ) hlmn 71
[7] Ibid hlmn71-72
[14] Standar Nasional Pemdidikan (SNP) pada pasal 1 ayat 15
[16] Astrida, Konsep Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Dan Implementasinya, http://sumsel.kemenag.go.id/file/dokumen/ktsp.pdf, diunduh 13 September 2013.

[17] Kompetensi pelajar Indonesia masih di bawah pelajar lain di Asia, seperti Jepang, Thailand, Singapura, dan Malaysia. Hanya 5 persen pelajar Indonesia memiliki kompetensi berpikir analitis. Kompetensi sebagian besar pelajar pada tingkat mengetahui. Data itu mengacu laporan McKinsey Global Institute ”Indonesia Today” dan sejumlah data rangkuman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. KOMPAS, 3 Desember 2012
[18] Winarno Surakhmad, Pendidikan Nasional…, hlm. 66
[19] Ibid, hlm. 67

0 komentar:

Posting Komentar