Rabu, 08 Februari 2017

FILSAFAT ILMU DAN PENELITIAN KEAGAMAAN

PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS SAINS ALQUR’AN




 







MAKALAH


FILSAFAT ILMU DAN PENELITIAN KEAGAMAAN
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu yang diampu oleh:
Dr.Zaenal Sukawi,MA


Disusun oleh:
Achmad Zudin,S.Ag
NIM: 

2015


MAKALAH FILSAFAT ILMU DAN PENELITIAN KEAGAMAAN
BAB    I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang Masalah
            A. Filsafat Ilmu
Manusia senantiasa menggunakan akal fikirannya didalam mengkaji dan menggali ayat ayat Allah baik yang bersifat kauliyah maupun kauniyah,sehingga hal ini yang menjadikan manusia menjadi makhluk yang istimewa dibandingkan makhluk lainnya. Kemauan dan kemampuan berpikir manusia yang menyebabkannya mampu mengembangkan pengetahuan dan ilmu pengetahuan di berbagai bidang termasuk didalamnya adalah ilmu dan filsafat. Ilmu (science) dan filsafat (Philosophy) merupakan instrument utama yang membentuk pengetahuan intelektual manusia(episteme).Perbedaan kedua bidang intelektual ini tercermin dari subyek-matter-nya masing-masing ilmu hanya berurusan dengan penyelidikan dunia empiris,sedangkan filsafat lebih terfokus pada pengkajian wilayah metaempiris(metafisik).Dalam dikursus pemikiran modern dan kontenporer keberadaan ilmu dan filsafat bahkan telah diposisikan secara integrative(terpadu) sehingga perbedaan keduanya hanya bersifat kategoris bukan dikotomis.[1]Filsafat juga dikatakan sebagai ilmu karena didalam pengertian filsafat mengandung empat pertanyaan ilmiah,yaitu bagaimanakah,mengapakah,kemanakah,dan apakah.[2]Dengan berpegang pada filsafat kita akan mengetahui mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk, yang indah dan yang jelek. Salah satu kebiasaan didunia penelitian dan keilmuan bahwa penemuan konsep tentang sesuatu berawal dari pengetahuan tentang satuan-satuan. Setiap satuan yang ditemukan itu dipilah-pilah, dikelompokkan berdasarkan persamaan, perbedaan, ciri-ciri tertentu dan sebagainya sehingga berdasarkan penemuan  yang telah diverivikasi itulah orang merumuskan definisi tentang sesuatu itu.Dalam sejarah perkembangan pemikirian manusia, filsafat juga bukan diawali dari definisi, tetapi diawali dengan kegiatan berfikir tentang segala sesuatu secara mendalam. Orang yang berfikir tentang segala sesuatu itu tidak semuanya merumuskan definisi dari sesuatu yang dia teliti, termasuk juga pengkajian tentang filsafat.
Dengan berfilsafat manusia akan mampu mencintai kebijaksanaan, sehingga dengan hal itu manusia mampu menjadi insan yang sempurna, sebab dia bisa mengoptimalkan akal ini untuk berfikir.
Ciri – ciri dari filsafat adalah :
1. Radikal, artinya berpikir sampai ke akar-akarnya, hingga sampai pada hakikat atau substansi  
    yang dipikirkan.
2. Universal, artinya pemikiran filsafat menyangkut pengalaman umum manusia. Kekhususan
     berpikir kefilsafatan menurut Jespers terletak pada aspek keumumannya.
3. Konseptual, artinya merupakan hasil generalisasi dan abstraksi pengalaman manusia.
    Misalnya :Apakah Kebebasan itu ?
4. Koheren atau konsisten . Koheren artinya sesuai dengan kaidah-kaidah berpikir
     logis.Konsisten artinya tidak mengandung kontradiksi.
5. Sistematik, artinya pendapat yang merupakan uraian kefilsafatan itu harus saling berhubungan
    secara teratur dan terkandung adanya maksud atau tujuan tertentu.
6. Komprehensif, artinya mencakup atau menyeluruh. Berpikir secara kefilsafatan merupakan
    usaha untuk menjelaskan alam semesta secara keseluruhan.
7. Bebas, artinya sampai batas-batas yang luas, pemikiran filsafati boleh dikatakan merupakan
     hasil pemikiran yang bebas, yakni bebas dari prasangka-prasangka sosial, historis, kultural,
    bahkan religius.
8.Bertanggungjawab, artinya seseorang yang berfilsafat adalah orang-orang yang berpikir
    sekaligus bertanggungjawab terhadap hasil pemikirannya, paling tidak terhadap hati
    nuraninya sendiri.
Berpikir, meneliti dan menganalisa adalah proses awal dalam memperoleh ilmu pengetahuan. Dengan berpikir, seseorang sebenarnya tengah menempuh satu langkah untuk mendapatkan pengetahuan yang baru. Aktivitas berpikir akan membuahkan pengetahuan jika disertai dengan meneliti dan menganalisa secara kritis terhadap suatu obyek.
            B. Penelitian Keagamaan
Penelitian keagamaan telah dilakukan beberapa abad yang lalu namun hasil penelitiannya masih dalam bentuk aktual atau perbuatan saja dan belum dijadikan sebagi sebuah ilmu. Setelah bertambahnya gejala-gejala agama yang berbentuk sosial dan budaya, ternyata penelitian dapat dijadikan sebagai ilmu yang khusus dalam rangka untuk menyelidiki gejala-gejala agama tersebut. Dick Hartoko menyebut agama itu dengan religi, yaitu ilmu yang meneliti hubungan antara manusia dengan “Yang Kudus” dan hubungan itu direalisasikan dalam ibadat-ibadat.[3] Kata religi berasal dari bahasa Latin rele dan gere yang berarti mengumpulkan dan membaca. Sidi Gazalba memberikan definisi bahwa agama ialah kepercayaan kepada Yang Kudus, menyatakan diri berhubungan dengan Dia dalam bentuk ritus, kultus dan permohonan dan membentuk sikap hidup berdasarkan doktrin tertentu[4]. Karena dalam definisi yang dikemukakan di atas terlihat kepercayaan yang diungkapkan dalam agama itu masih bersifat umum, Gazalba mengemukakan definisi agama Islam, yaitu: kepercayaan kepada Allah yang direalisasikan dalam bentuk peribadatan, sehingga membentuk taqwa berdasarkan al-Quran dan Sunnah[5].Muhammad Abdul Qadir Ahmad mengatakan agama yang diambil dari pengertian din al-haq ialah sistem hidup yang diterima dan diredai Allah ialah sistem yang hanya diciptakan Allah sendiri dan atas dasar itu manusia tunduk dan patuh kepada-Nya. Sistem hidup itu mencakup berbagai aspek kehidupan, termasuk akidah, akhlak, ibadah dan amal perbuatan yang disyari`atkan Allah untuk manusia[6].Selanjutnya dijelaskan bahwa agama itu dapat dikelompokkan menjadi dua bentuk, yaitu agama yang menekankan kepada iman dan kepercayaan dan yang ke dua menekankan kepada aturan tentang cara hidup. Namun demikian kombinasi antara keduanya akan menjadi definisi agama yang lebih memadai, yaitu sistem keperca-yaan dan praktek yang sesuai dengan kepercayaan tersebut, atau cara hidup lahir dan batin[7].    
Perkembangan penelitian keagamaan pada saat ini sangatlah pesat karena tuntutan-tuntutan kehidupan sosial yang selalu mengalami perubahan. Kajian-kajian agama memerlukan relevansidari kehidupan sosial berlangsung. Permasalahan-permasalahan seperti inilah yang mendasari perkembangan penelitian-penelitian keagamaan guna mencari relevansi kehidupan sosial dan agama. Dewasa ini penelitian keagamaan diisi dengan penjelasan mengenai penelitian keagamaan dalam konteks penelitian pada umumnya, elaborasi mengenai penelitian agam dan penelitian keagamaan serta konstruksi teori penelitian keagamaan, dari penjelasan singkat tersebut maka pemakalah perlu mengkaji secara rinci trhadap penjelasan tersebut. Secara garis besar, pembahasan penelitian keagamaan dibagi menjadi dua, yakni penelitian keagamaan dan model-model penelitian agama.Penelitian keagamaan diisi dengan penjelasan mengenai kedudukan penelitian keagamaan dalam kompleks penelitian pada umumnya. Elaborasi mengenai penelitian agama( research on religious), penelitian keagamaan(religious research) dan konstruksi teori penelitian keagamaan.Pada makalah ini kami selaku pemakalah hanya akan menjelaskan model-model penelitian keagamaan seperti; model penelitian tafsir, model penelitian hadits, model penelitian filsafat islam, dan model penelitian pendidikan islam yang diteliti oleh para peneliti bidang tersebut dengan pendekatan-pendekatan serta metode-metode yang digunakan dalam penelitiannya
2.      Rumusan  Masalah
Agar pembahasan kita berjalan secara sistematis, maka kami  membuatkan rumusan  masalah dalam makalah  ini, sebagai berikut  :
a.  Definisi Filsafat Ilmu
b.  Objek dari  Filsafat Ilmu
c.  Fungsi Filsafat Ilmu
d.  Penelitian keagamaan
3.  Metodologi Penyusunan Makalah
Metodologi atau langkah yang kami lakukan dalam penyelesaian makalah Filsafat Ilmu ini adalah mencari referensi di buku – buku dan informasi dari berbagai situs internet.
4.      Tujuan Penulisan Makalah
Tujuan penulisan makalah ini, adalah mengetahui definisi,obyek,fungsi filsafat ilmu dan metode penelitian keagamaan.












BAB II
PEMBAHASAN MASALAH
A. Definisi Filsafat Ilmu
Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani philos/philia dan sophos/Sophia .Philos artinya cinta dan sophos artinya kebijaksanaan. Jika kedua kata ini  digabung menjadi philosophia yang berarti cinta kebijaksanaan.[8] Jadi Secara etimologis, filsafat berarti cinta kebijaksanaan (kecenderungan untuk menyenangi kebijaksanaan)sedangkan secara terminologis filsafat didefinisakan beragam oleh para filosof di antaranya. Jujun S.suria sumantri mendefinisikan filsafat sebagai suatu cara berfikir yang radikal dan menyeluruh, suatu cara berfikir yang mengupas sesuatu sedalam-dalamnya.[9]Menurut I.R. Poedjawiyatna filsafat adalah ilmu yang mencari sebab sealam-dalamnya bagi segala sesuatu yang ada dan mungkin ada.[10] Jadi Filsafat adalah aktivitas berfikir yang radikal,iontegral,universal,konseptual,komprehensip,koheren ,konsisten,bebas,sistematis,dan bertanggung jawab tentang segala sesuatu yang ada untuk mencapai kebenaran.[11]
Selanjutnya ,apa yang dimaksud dengan ilmu? Secara etimologi pengertian ilmu dapat dirujuk kepada istilah ‘ilm (Arab) science ( Inggris), Watenschap (Belanda)dan Wissenschap (Jerman) Keragaman istilah yang dimiliki setiap Negara diatas menunjukan bahwa setiap Negara atau bangsa memiliki pemahaman tentang ilmu.[12]Ilmu adalah pengetahuan yang disusun secara konsisten dan kebenarannya telah teruju secara empiris. Clamer A.F mndefinisikan ilmu sebagai pengetahuan yang ditarik secara ketat dari fakta-fakta pengalaman melalui observasi dan eksperimen.[13]Menurut Stefanus ilmu adalah rangkaian aktivitas pemikiran manusia yan rasional dan atau aktifitas penelitian dengan menggunakan metode ilmiah,sehingga menghasilakn kumpulan pengetahuan yang sistematis,teknologi dan seni mengenai gejala kealaman,kemasyarakatan,atau keorangan untuk tujuan mencapai kebenaran,member penjelasan,dan melakukan penerapan.[14]. Berbicara mengenai ilmu (sains) maka tidak akan terlepas dari filsafat. Tugas filsafat ilmu adalah menunjukkan bagaimana “pengetahuan tentang sesuatu sebagaimana adanya”.Will Duran dalam bukunya The story of Philosophy mengibaratkan bahwa filsafat seperti pasukan marinir yang merebut pantai untuk pendaratan pasukan infanteri. Pasukan infanteri inilah sebagai pengetahuan yang di antaranya ilmu.Filsafat yang memenangkan tempat berpijak bagi kegiatan keilmuan.Semua ilmu baik ilmu alam maupun ilmu sosial bertolak dari pengembangannya sebagai filsafat. 
Berikut ini kami paparkan beberapa definisi dari Filsafat Ilmu Menurut para ahli :
1)        May Brodbeck “Philosophy of science is the ethically and philosophically neutral  
            analysis, description, and clarifications of science.”
Filsafat Ilmu adalah analisis yang netral secara etis dan filsafati, pelukisan dan penjelasan mengenai landasan – landasan ilmu.
2)        Peter Caws “Philosophy of science is a part of philosophy, which attempts to do for science what philosophy in general does for the whole of human experience. Philosophy does two sorts of thing: on the other hand, it constructs theories about man and the universe, and offers them as grounds for belief and action; on the other, it examines critically everything that may be offered as a ground for belief or action, including its own theories, with a view to the elimination of inconsistency and error.
Filsafat Ilmu adalah suatu bagian filsafat, yang mencoba berbuat bagi ilmu apa yang filsafat seumumnya melakukan pada seluruh pengalaman manusia. Filsafat melakukan dua macam hal : di satu pihak, ini membangun teori-teori tentang manusia dan alam semesta, dan menyajikannya sebagai landasan-landasan bagi keyakinan dan tindakan; di lain pihak, filsafat memeriksa secara kritis segala hal yang dapat disajikan sebagai suatu landasan bagi keyakinan atau tindakan, termasuk teori-teorinya sendiri, dengan harapan pada penghapusan ketakajegan dan kesalahan
3)        Stephen R. Toulmin “As a discipline, the philosophy of science attempts, first, to elucidate the elements involved in the process of scientific inquiry observational procedures, patens of argument, methods of representation and calculation, metaphysical presuppositions, and so on and then to veluate the grounds of their validity from the points of view of formal logic, practical methodology and metaphysics”.
Filsafat Ilmu adalah suatu cabang ilmu filsafat yang  mencoba pertama-tama menjelaskan unsur-unsur yang terlibat dalam proses penyelidikan ilmiah prosedur-prosedur pengamatan, pola-pola perbincangan, metode-metode penggantian dan perhitungan, peranggapan - peranggapan metafisis, dan selanjutnya menilai landasan-landasan bagi kesalahannya dari sudut-sudut tinjauan logika formal, metodologi praktis, dan metafisika.
4)        Menurut Beerling filsafat ilmu adalah penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara-cara utnuk memperolehnya. Dengan kata lain filsafat ilmu sesungguhnya merupakan suatu penyelidikan lanjutan. Dia merupakan suatu bentuk pemikiran secara mendalam yang bersifat lanjutan atau secondary reflexion.Refleksi sekunder seperti itu merupakan syarat mutlak untuk menentang bahaya yang menjurus kepada keadaan cerai berai serta pertumbuhan yang tidak seimbang dari ilmu-ilmu yang ada.Refelksi sekunder banyak memberi sumbangan dalam usaha memberi tekanan perhatian pada metodika serta sistem dan untuk berusaha memperoleh pemahaman mengenai azas-azas, latar belakang serta hubungan-hubungan yang dipunyai kegiatan ilmiah. Sumbangan tersebut bisa berbentuk :
(1) mengarahkan metode-metode penyelidikan ilmiah kejuruan kepada penyelenggaaraan kegiatan ilmiah ;
(2) menerapkan penyelidikan kefilsafatan terhadap terhadap kegiatan-kegiatan ilmiah. Dalam hal ini mempertanyakan kembali secara de-jure mengenai landasan-landasan serta azas-azas yang memungkinkan ilmu itu memberi pembenaran pada dirinya serta apa yang dianggapnya benar.
Berdasarkan pendapat di atas kita memperoleh gambaran bahwa filsafat ilmu merupakan telaah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu, yang ditinjau dari segi ontologis, epistemelogis maupun aksiologisnya. Dengan kata lain filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi ( filsafat pengetahuan ) yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu.
B. Objek Filsafat Ilmu
 “ No problem, no science ”. Ungkapan Archi J Bahm ini seolah sederhana namun padat akan makna. Dari ungkapan ini kita bisa mengetahui bahwasanya Filsafat Ilmu  muncul dari adanya permasalahan tertentu. Filsafat Ilmu, menurut Bahm, diperoleh dari pemecahan suatu masalah keilmuan. Tidak ada masalah, berarti tidak ada solusi. Tidak ada solusi berarti tidak memperoleh metode yang tepat dalam memecahkan masalah. Ada metode berarti ada sistematika ilmiah.
Objek dari Filsafat Ilmu terbagi kedalam dua bagian, yaitu objek material dan objek formal :
1.  Objek Material filsafat
Yaitu suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan pengetahuan itu atau hal yang di selidiki, di pandang atau di sorot oleh suatu disiplin ilmu yang mencakup apa saja baik hal-hal yang konkrit ataupun yang abstrak.
Menurut Drs. H.A.Dardiri bahwa objek material adalah segala sesuatu yang ada, baik yang ada dalam pikiran, ada dalam kenyataan maupun ada dalam kemungkinan. Segala sesuatu yang ada itu di bagi dua, yaitu :
a. Ada yang bersifat umum ( ontology ), yakni ilmu yang menyelidiki tentang hal yang ada pada
    umumnya.
b. Ada yang bersifat khusus yang terbagi dua yaitu ada secara mutlak ( theodicae ) dan tidak
    mutlak yang terdiri dari manusia  ( antropologi metafisik ) dan alam ( kosmologi ).
Sedangkan menurut Surajiyo dkk. obyek material dimaknai dengan suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan pengetahuan. Obyek material juga berarti hal yang diselidiki, dipandang atau disorot oleh suatu disiplin ilmu. Obyek material mencakup apa saja, baik yang konkret maupun yang abstrak, yang materil maupun yang non-materil. Bisa pula berupa hal-hal, masalah-masalah, ide-ide, konsep-konsep dan sebagainya. Misal: objek material dari sosiologi adalah manusia. Contoh lainnya, lapangan dalam logika adalah asas-asas yang menentukan pemikiran yang lurus, tepat, dan sehat. Maka, berpikir merupakan obyek material logika.
Istilah obyek material sering juga disebut pokok persoalan (subject matter). Pokok persoalan ini dibedakan atas dua arti, yaitu :
1). Pokok persoalan ini dapat dimaksudkan sebagai bidang khusus dari penyelidikan faktual.
     Misalnya: penyelidikan tentang atom termasuk bidang fisika; penyelidikan tentang  
    chlorophyl termasuk penelitian bidang botani atau bio-kimia dan sebagainya.
2). Dimaksudkan sebagai suatu kumpulan pertanyaan pokok yang saling berhubungan.
Misalnya: anatomi dan fisiologi keduanya berkaitan dengan struktur tubuh. Anatomi
mempelajari strukturnya sedangkan fisiologi mempelajari fungsinya. Kedua ilmu tersebut dapat dikatakan memiliki pokok persoalan yang sama, namun juga dikatakan berbeda. Perbedaaan ini dapat diketahui apabila dikaitkan dengan corak-corak pertanyaan yang diajukan dan aspek-aspek yang diselidiki dari tubuh tersebut. Anatomi mempelajari tubuh dalam aspeknya yang statis, sedangkan fisiologi dalam aspeknya yang dinamis.
2. Objek Formal filsafat
Obyek formal adalah pendekatan-pendekatan secara cermat dan bertahap menurut segi-segi yang dimiliki obyek materi dan menurut kemampuan seseorang. Obyek formal diartikan juga sebagai sudut pandang yang ditujukan pada bahan dari penelitian atau pembentukan pengetahuan itu, atau sudut pandang darimana obyek material itu disorot. Obyek formal suatu ilmu tidak hanya memberikan keutuhan ilmu, tetapi pada saat yang sama membedakannya dari bidang-bidang lain. Suatu obyek material dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang sehingga menghasilkan ilmu yang berbeda-beda. Oleh karena itu, akan tergambar lingkup suatu pengetahuan mengenai sesuatu hal menurut segi tertentu. Dengan kata lain, “tujuan pengetahuan sudah ditentukan.
Misalnya, obyek materialnya adalah “manusia”, kemudian, manusia ini ditinjau dari sudut pandang yang berbeda-beda sehingga ada beberapa ilmu yang mempelajari manusia, diantaranya : psikologi, antropologi, sosiologi dan sebagainya. 
3. Implikasi Obyek Material dan Obyek Formal
Persoalan-persoalan umum ( implikasi dari obyek material dan obyek formal ) yang ditemukan dalam bidang ilmu filsafat  antara lain sebagai berikut :
a). Sejauh mana batas-batas atau ruang lingkup yang menjadi wewenang masing-masing ilmu  
     filsafat  itu, dari mana ilmu filsafat  itu dimulai dan sampai mana harus berhenti.
b). Dimanakah sesungguhnya tempat-tempat ilmu filsafat  dalam realitas yang melingkupinya.
c). Metode-metode yang dipakai ilmu tersebut berlakunya sampai dimana.
d). Apakah persoalan kausalitas ( hubungan sebab-akibat yang berlaku dalam ilmu ke-alam-an
      juga berlaku juga bagi ilmu-ilmu sosial maupun humaniora ).
Substansi Filsafat Ilmu, telaah tentang substansi Filsafat Ilmu, Ismaun ( 2001 ) memaparkannya dalam empat bagian, yaitu substansi yang berkenaan dengan :
(1) fakta atau kenyataan,
(2) kebenaran ( truth ),
(3) konfirmasi
(4) logika inferensi.
Corak dan Ragam Filsafat Ilmu, Ismaun ( 2001 : 1 ) mengungkapkan beberapa corak ragam filsafat ilmu, diantaranya :
a.  Filsafat ilmu-ilmu sosial yang berkembang dalam tiga ragam, yaitu : (1) meta ideologi, (2)  
     meta fisik dan (3) metodologi disiplin ilmu.
b.  Filsafat teknologi yang bergeser dari C-E (conditions-Ends) menjadi means. Teknologi bukan
     lagi dilihat sebagai ends, melainkan sebagai kepanjangan ide manusia.
c.  Filsafat seni/estetika mutakhir menempatkan produk seni atau keindahan sebagai salah satu
    tri-partit, yakni kebudayaan, produk domain kognitif dan produk alasan praktis.

C. Fungsi Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu merupakan salah satu cabang dari filsafat. Oleh karena itu, fungsi filsafat ilmu kiranya tidak bisa dilepaskan dari fungsi filsafat secara keseluruhan, yakni :
1.  Sebagai alat mencari kebenaran dari segala fenomena yang ada.
2. Mempertahankan, menunjang dan melawan atau berdiri netral terhadap pandangan filsafat
     lainnya.
3. Memberikan pengertian tentang cara hidup, pandangan hidup dan pandangan dunia.
4. Memberikan ajaran tentang moral dan etika yang berguna dalam kehidupan
5. Menjadi sumber inspirasi dan pedoman untuk kehidupan dalam berbagai aspek kehidupan itu   
     sendiri, seperti ekonomi, politik, hukum dan sebagainya.[15]
Sedangkan Ismaun ( 2001 ) mengemukakan fungsi filsafat ilmu adalah untuk memberikan landasan filosofik dalam memahami berbagi konsep dan teori sesuatu disiplin ilmu dan membekali kemampuan untuk membangun teori ilmiah. Selanjutnya dikatakan pula, bahwa filsafat ilmu tumbuh dalam dua fungsi, yaitu : sebagai confirmatory theories yaitu berupaya mendekripsikan relasi normatif antara hipotesis dengan evidensi dan theory of explanation yakni berupaya menjelaskan berbagai fenomena kecil ataupun besar secara sederhana.











D. Penelitian Keagamaan
1.   Penelitian Tafsir

Penelitian Tafsir adalah salah satu model penelitian. Kata “model” berarti contoh, acuan, ragam, atau macam. Sedangkan penelitian berarti pemerikasaan, penyelidikan yang dilakukan dengan berbagai cara seksama dengan tujuan mencari kebenaran-kebenaran yang disimpulkan melalui data-data yang terkumpul. Penelitian adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sistematis untuk mengumpulkan, mengelola, dan menyimpulkan data dengan menggunakan metode dan teknik tertentu dalam rangka mencari jawaban atas permasalahan yang dihadapi. Para ahli menterjemahkan research sebagai riset itu sendiri berasal dari kata “re” yang berarti kembali dan “ to search” yang berarti mencari. Dengan demikian arti sebenarnya dari riset adalah mencari kembali.[16] Adapun kata tafsir berasal dari kata bahasa Arab Fassara, yufassiru, tafsiran, yang berarti penjelasan, pemahaman, dan rincian. Menurut Abudin Nata, tafsir memiliki tiga ciri utama, yaitu; pertama, dari segi obyek pembahsannya al-quran. Kedua, dilihat dari segi tujuannya adalah untuk menjelaskan, menerangkan, menyikap kendungan al-Quran, sehingga dapat dijumpai hikmah, hukum, ketetapan, dan ajaran yang terkandung didalamya. Ketiga, dilihat dari segi sifat dan kedudukannya adalah hasil penalaran, kajian dan ijtihad para mufassir  dan yang didasarkan pada kesanggupan dan kemampuan yang dimilikinya, sehingga suatu saat dapat ditinjau kembali.[17] Menurut Az-Zarkasyi Tafsir adalah suatu pengetahuan yang dengan pengetahuan itu dapat dipahamkan kitabullah yang diturunkan kepada Nabi-Nya Muhammad SAW, menjelaskan maksud-maksudnya, mengeluarkan hukum-hukumnya dan hikmah-hikmahnya.[18] Dengan demikian model penelitian tafsir adalah ragam penelitian yang dilakukan secara ilmiah, sistematis, serta seksama terhadap penafsiran al-quran yang pernah dilakukan oelh orang-orang terdahulu hingga sekarang untuk mengetahui atau memahami secara hakiki atau pasti tentang hal-hal yang masih dalam konteks pembahasan yang terdapat di dalam Al-Quran dengan menggunakan pendeketan pendeketan serta metode-metode dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Quaran seperti; metode ijmaly, metode muqarin, metode mawadhu’i. Seperti model penelitian tafsir Quraish Shihab, asy-Syarbashi, Muhammad al-Ghazali.
2.      Latar belakang penelitian Tafsir

Dalam tradisi keilmuan umat islam, penafsiran al-Quran termasuk yang paling tua usianya dibandingkan dengan kegiatan ilmiah lainnya. Pada saat al-Quran diturunkan lima belas abad yang lalu, Rasulullah SAW yang berfungsi sebagai mubayyin ( pemberi penjelas ) telah menjalaskan arti dan kandungan al-Quran kepada para sahabatnya, khususnya menyangkut ayat-ayat yang tidak dipahami atau sama artinya. Keadaan ini berlangsug sampai dengan wafatnya Rasulullah SAW.[19] Jika pada masa Rasullah SAW masih hidup semua persoalan dikembalikan kepada beliau, maka setalah beliau wafat kondisinya menjadi berbeda. Tidak ada lagi tempat bertanya langsung bagi para sahabat, sehingga mereka terpaksa melakukan ijtihad, khususnya mereka yang mempunyai kemampuan seperti, Ali bin Abi Thalib, Ibn ‘Abas bin Ka’ab dan Ibn Mas’ud.[20] Berakhirnya masa tabi’in, sekitar 150 Hijriyah, yang merupakan periode kedua dari sejarah perkembangan tafsir. Pada periode ini, hadist-hadist sudah berkembang dengan sangat pesat dan banyak bermunculan hadist palsu ditengah-tengah masyarakat. Sementara itu, persolan umat semakin berkembang seiring dengan perubahan dan tuntutan kemajuan zaman. Kondisi ini yang semakin mendorong berkembangnya tafsir al-Quran. Tafsir berkembang menjadi disiplin ilmu yang berdiri sendiri, terpisah dari hadist. Pada masa itu, kajian tafsir yang membahas seluruh ayat al-Quran ditulis dan disusun sesuai dengan susunan yang terdapat didalam al-Mushaf. Pada mulanya, usaha penafsiran ayat-ayat al-Quran berdasarkan ijtihad masih sangat terbatas sangat terikat dengan kaidah-kaidah bahsa serta arti-arti yang terkandung oleh satu kosa kata. Namun, seiring dengan berkembangnya masyakat, maka semakin berkembang pula porsi peranan akal atau ijtihad dalam penafsiran ayat-ayat al-Quran, sehingga bermuculan kitab-kitab tafsir yang beraneka ragam coraknya.
3.      Macam-macam Metode Penafsiran

Dalam ilmu tafsir, berkembang dua metode penafsiran terkenal, yaitu tafsir bi al-Ma’tsur dan  tafsir bi al-Ra’yi. Tafsir bi al- Matsur adalah metode menafsirkan al-Quran dengan dalil al-Quran itu sendiri, dengan hadits Nabi, dengan pendapat sahabat, dengan perkataan para tabi’in yang menjelaskan maksud Allah SWT dari nas-nas Al-Quran. Tokoh ahli tafsir terkemuka yang menggunakan metode ini adalah Ibnu Jarir Ath-Thabary dengan karyanya yang berjudul Jami’ Al Bayan fi Tafsir Al-quran. Sementara metode tafsir bi al-Ra’yi adalah penafsiran ayat-ayat Al quran berdasarkan ijtihad para mufasirnya dan menjadiokan akal sebagai pendekatan ulama utama. Tokoh yang menggunakan metode ini pada masa abbasiyyah adalah Abu bakar Asham (w.240 H ) dan Abu muslim Muhammad bin Nashr Isfahany (w. 322 H). Menurut Al Farmawi, metode tafsir bi Al-Ra’yi dapat dibagi menjadi empat metode, yaitu.[21]:
a.       Metode Tahlily

Tafsir tahlily adalah suatu metode tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan ayat-ayat Al Quran dari seluruh aspeknya. Kelebihan metode ini, menurut Taufik Adnan amal, antara lain adlah adanya potensi untuk memperkaya kata-kata melalui usaha penafsiran terhadap kosa kata ayat, syair-syair kuno, dan kaidah-kaidah ilmu nahwu walaupun disuatu sisi metode ini dinilai luas tetapi menyelesaikan pokok bahasan karena sering kali satu pokok bahasan diuraikan sisinya atau kelanjutannya pada ayat lain.
b.      Metode Ijmaly

Metode ijmaly atau disebut dengan metode global adalah cara menafsirkan ayat-ayat al-Quran dengan menunjukkan kandungan makna pada suatu ayat secara global. Dalam prakteknya, metode ini sering terintegrasi dengan metode tahlily, sehingga seringkali metode ini tidak dibahas secara tersendiri. Dengan metode ini seorang mufassir cukup menjelaskan kandungan makna dalam suatu ayat secara garis besar saja.[22]
c.       Metode Muqarin

Metode muqarin adalah suatu metode tafsir al-Quran yang dilakukan dengan cara membandingkan ayat al-Quran yang satu dengan lainnya, yaitu ayat-ayat yang mempunyai kemiripan redaksi dalam dua atau lebih kasus yang berbeda, atau  yang memiliki redaksi yang berbeda untuk masalah atau kasus yang sama atau diduga sama, atau membandingkan ayat-ayat al-Quran dengan hadis-hadis Nabi Muhammad Saw., yang tampak bertentangan, serta membandingkan pendapat-pendapat ulama tafsir menyangkut penafsiran al-uran.[23]
d.     Metode mawadhu’i.
Metode mawadhu’I adalah cara menafsirkan al-Quran dengan menghimpun ayat-ayat yang mempunyai maksud yang sama atau ayat-ayat yang membicrakan tentang topik yang sama dan menyusunnya berdasarkan kronologi serta sebab-sebab turunnya ayat tersebut.
BAB    III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Filsafat ilmu adalah telaah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu, yang ditinjau dari segi ontologis, epistemelogis maupun aksiologisnya. Dengan kata lain filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi ( filsafat pengetahuan ) yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu
Objek Filsafat Ilmu ada 2, yaitu :
1)      Objek Material filsafat
Yaitu suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan pengetahuan itu atau hal yang di selidiki, di pandang atau di sorot oleh suatu disiplin ilmu yang mencakup apa saja baik hal-hal yang konkrit ataupun yang abstrak.
2)      Objek Formal filsafat
Obyek formal adalah pendekatan-pendekatan secara cermat dan bertahap menurut segi-segi yang dimiliki obyek materi dan menurut kemampuan seseorang.
Substansi Filsafat Ilmu, telaah tentang substansi Filsafat Ilmu, Ismaun ( 2001 ) memaparkannya dalam empat bagian, yaitu substansi yang berkenaan dengan :
(1) fakta atau kenyataan,
(2) kebenaran ( truth ),
(3) konfirmasi dan
(4) logika inferensi.
Corak dan Ragam Filsafat Ilmu, Ismaun ( 2001 : 1 ) mengungkapkan beberapa corak ragam filsafat ilmu, diantaranya :
a. Filsafat ilmu-ilmu sosial yang berkembang dalam tiga ragam, yaitu : (1) meta ideologi, (2) meta fisik dan (3) metodologi disiplin ilmu.
b.Filsafat teknologi yang bergeser dari C-E (conditions-Ends) menjadi means. Teknologi bukan lagi dilihat sebagai ends, melainkan sebagai kepanjangan ide manusia.
c.Filsafat seni/estetika mutakhir menempatkan produk seni atau keindahan sebagai salah satu tri-partit, yakni kebudayaan, produk domain kognitif dan produk alasan praktis.
fungsi filsafat ilmu,adalah :
1.  Sebagai alat mencari kebenaran dari segala fenomena yang ada.
2. Mempertahankan, menunjang dan melawan atau berdiri netral terhadap pandangan filsafat
     lainnya.
3. Memberikan pengertian tentang cara hidup, pandangan hidup dan pandangan dunia.
4. Memberikan ajaran tentang moral dan etika yang berguna dalam kehidupan
5. Menjadi sumber inspirasi dan pedoman untuk kehidupan dalam berbagai aspek kehidupan itu  
     sendiri, seperti ekonomi, politik, hukum dan sebagainya.
Penelitian Tafsir adalah salah satu model penyelidikan yang dilakukan dengan berbagai cara seksama dengan tujuan mencari kebenaran-kebenaran  yang dilakukan secara sistematis untuk mengumpulkan, mengelola, dan menyimpulkan data dengan menggunakan metode dan teknik tertentu dalam rangka mencari jawaban atas permasalahan yang dihadapi.
Dalam ilmu tafsir, berkembang dua metode penafsiran terkenal, yaitu tafsir bi al-Ma’tsur dan  tafsir bi al-Ra’yi. Tafsir bi al- Matsur adalah metode menafsirkan al-Quran dengan dalil al-Quran itu sendiri, dengan hadits Nabi, dengan pendapat sahabat, dengan perkataan para tabi’in yang menjelaskan maksud Allah SWT dari nas-nas Al-Quran. Sementara metode tafsir bi al-Ra’yi adalah penafsiran ayat-ayat Al quran berdasarkan ijtihad para mufasirnya dan menjadikan akal sebagai pendekatan ulama utama. Dengan demikian, seorang ahli agama bisa menyelidiki ajaran agamanya sendiri, demikian juga agama lain, tetapi dia harus menyadari posisinya pada waktu meneliti agama untuk menghindari banyaknya unsur subjektif yang sering muncul dalam pekiran ahli agama itu. Menurut Al Farmawi, metode tafsir bi Al-Ra’yi dapat dibagi menjadi empat metode, yaitu
a.       Metode Tahlily

Tafsir tahlily adalah suatu metode tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan ayat-ayat Al Quran dari seluruh aspeknya. Kelebihan metode ini, menurut Taufik Adnan amal, antara lain adlah adanya potensi untuk memperkaya kata-kata melalui usaha penafsiran terhadap kosa kata ayat, syair-syair kuno, dan kaidah-kaidah ilmu nahwu walaupun disuatu sisi metode ini dinilai luas tetapi menyelesaikan pokok bahasan karena sering kali satu pokok bahasan diuraikan sisinya atau kelanjutannya pada ayat lain.
b.      Metode Ijmaly

Metode ijmaly atau disebut dengan metode global adalah cara menafsirkan ayat-ayat al-Quran dengan menunjukkan kandungan makna pada suatu ayat secara global. Dalam prakteknya, metode ini sering terintegrasi dengan metode tahlily, sehingga seringkali metode ini tidak dibahas secara tersendiri. Dengan metode ini seorang mufassir cukup menjelaskan kandungan makna dalam suatu ayat secara garis besar saja.[24]
c.       Metode Muqarin

Metode muqarin adalah suatu metode tafsir al-Quran yang dilakukan dengan cara membandingkan ayat al-Quran yang satu dengan lainnya, yaitu ayat-ayat yang mempunyai kemiripan redaksi dalam dua atau lebih kasus yang berbeda, atau  yang memiliki redaksi yang berbeda untuk masalah atau kasus yang sama atau diduga sama, atau membandingkan ayat-ayat al-Quran dengan hadis-hadis Nabi Muhammad Saw., yang tampak bertentangan, serta membandingkan pendapat-pendapat ulama tafsir menyangkut penafsiran al-uran.[25]
d.     Metode mawadhu’i.
Metode mawadhu’I adalah cara menafsirkan al-Quran dengan menghimpun ayat-ayat yang mempunyai maksud yang sama atau ayat-ayat yang membicrakan tentang topik yang sama dan menyusunnya berdasarkan kronologi serta sebab-sebab turunnya ayat tersebut.

2.      Saran – Saran
Sudah selayaknya kita mengoptimalkan akal ini untuk berfikir, jangan sampai kita terus memanjakan akal ini dengan berfikir hal – hal yang mudah, sekali – kali marilah kita belajar Filsafat, agar akal ini mampu berkembang dan berfikir secara dalam.
DAFTAR PUSTAKA
1. Asmoro Achmadi,FilsafatUlmum,Jakarta,2013
2. Danial,filsafat Ilmu,Yogyakarta,2014
3. Lorens Bagus Kamus filsafat,Cet VI (Jakarta : GHramedia Pustaka Utama 1996)
4.Jujun S.Suriasumantri,Ilmu dalam perspektif,Cet X,(Jakarta:Gramedia,1992)
5. I.R.Poedjawiyatna,Tahu dan Pengetahuan,Cet IX,(Jakarta: Rineka Cipta,2004)
6. Suwardi Endraswara,Filsafat Ilmu,konsep,sejarah dan Pengembangan metode ilmiah,Cet 1(Yogyakarta: Buku seru,2012) hal 5
7.http://abiavisha.blogspot.com/2013/02/model-penelitian-keagaman.html. diakses pada tanggal  11 Februari 2013.
8. Dic Hartoko,op.cit.hal 90
9. Sidi Gazalba,op.cit.hal.103
10.Muhamad abdul qodir Ahmad.Metodologi Pengajaran Islam,terjemeh dari Turuq al-Ta’lim al Tarbiyah al Islamiyah,Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam 1984-1985 hal 103
11.Sidi Gazalba,op.cit hal 103
12. Saipul Annur, Metodologi Penelitian Pendidikan,(Palembang: IAIN Raden Fatah Press, cet. Ke 2, 2008), hlm. 22.
13. Fitri oviyanti, Metodolgi Studi Islam, ( Palembang: Noer Fikri Offset, cet. Ke 3, 2014), hlm. 81-82.
14.  Mashuri Sirojuddin Iqbal, dan A.Fudlali, Pengantar Ilmu Tafsir,( Bandung: Angkasa, 1987) hlm. 87.
15. Fitri oviyanti, Op.cit., hlm. 82 - 85
 16. Abudin Nata, metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008) hlm.220
https://sites.google.com/site/afrizalmansur/filsafat-agama




[1] Danial,filsafat ilmu  (Yogyakarta: kaukaba dipantara) hlmn ix
[2] Asmoro ahmadi, filsafat umum  (Jakarta: Rajawali pers  ) hlmn, 4
[3] http://abiavisha.blogspot.com/2013/02/model-penelitian-keagaman.html. diakses pada tanggal 11 Februari 2013.
[4] Dic Hartoko,op.cit hal 90
[5] Sidi Gazalba,op.cit.hal.103
[6] Ibid
[7] Muhamad Abdul Qodir Ahmad.Metodologi Pengajaran Islam,terjemah dari turuq al-Ta’lim al-Tarbiyah al Islamiyah,Direktorat Jendral Kelembagaan agama Islam 1984-1985 hal 103
[8] Lorens Bagus Kamus filsafat,Cet VI (Jakarta : GHramedia Pustaka Utama 1996) hal 142
[9] Jujun S.Suriasumantri,Ilmu dalam perspektif,Cet X,(Jakarta:Gramedia,1992) hal 4
[10] I.R.Poedjawiyatna,Tahu dan Pengetahuan,Cet IX,(Jakarta: Rineka Cipta,2004) hal 46
[11] Danial, Filsafat Ilmu, ( Yogyakarta,Kaukaba Dipantara) hal 3
[12] Suwardi Endraswara,Filsafat Ilmu,konsep,sejarah dan Pengembangan metode ilmiah,Cet 1(Yogyakarta: Buku seru,2012) hal 5
[13] Stefanus,filsafat….hal 42
[14] Ibid Hal 41
[15] Saipul Annur, Metodologi Penelitian Pendidikan,(Palembang: IAIN Raden Fatah Press, cet. Ke 2, 2008), hlm. 22.
[16] Saipul Annur, Metodologi Penelitian Pendidikan,(Palembang: IAIN Raden Fatah Press, cet. Ke 2, 2008), hlm. 22.
[17] Fitri oviyanti, Metodolgi Studi Islam, ( Palembang: Noer Fikri Offset, cet. Ke 3, 2014), hlm. 81-82.
[18] Mashuri Sirojuddin Iqbal, dan A.Fudlali, Pengantar Ilmu Tafsir,( Bandung: Angkasa, 1987) hlm. 87.
[19] Fitri oviyanti, Op.cit., hlm. 82.
[20] Ibid., hlm. 83.
[21] Ibid., hlm. 84,85
[22] Abudin Nata, metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008) hlm.220.
[23]  Ibid., hlm.220[15] Ibid., hlm.222.
[24] Abudin Nata, metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008) hlm.220.
[25]  Ibid., hlm.220[15] Ibid., hlm.222.

0 komentar:

Posting Komentar