PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS SAINS ALQUR’AN
MAKALAH
FILSAFAT ILMU DAN PENELITIAN KEAGAMAAN
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu yang diampu oleh:
Dr.Zaenal Sukawi,MA
Disusun oleh:
Achmad Zudin,S.Ag
NIM:
2015
MAKALAH FILSAFAT
ILMU DAN PENELITIAN KEAGAMAAN
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
A. Filsafat Ilmu
Manusia senantiasa menggunakan akal fikirannya didalam mengkaji dan
menggali ayat ayat Allah baik yang bersifat kauliyah maupun kauniyah,sehingga
hal ini yang menjadikan manusia menjadi makhluk yang istimewa dibandingkan
makhluk lainnya. Kemauan dan kemampuan berpikir manusia yang menyebabkannya
mampu mengembangkan pengetahuan dan ilmu pengetahuan di berbagai bidang
termasuk didalamnya adalah ilmu dan filsafat. Ilmu (science) dan filsafat
(Philosophy) merupakan instrument utama yang membentuk pengetahuan intelektual
manusia(episteme).Perbedaan kedua bidang intelektual ini tercermin dari
subyek-matter-nya masing-masing ilmu hanya berurusan dengan penyelidikan dunia
empiris,sedangkan filsafat lebih terfokus pada pengkajian wilayah
metaempiris(metafisik).Dalam dikursus pemikiran modern dan kontenporer
keberadaan ilmu dan filsafat bahkan telah diposisikan secara
integrative(terpadu) sehingga perbedaan keduanya hanya bersifat kategoris bukan
dikotomis.[1]Filsafat
juga dikatakan sebagai ilmu karena didalam pengertian filsafat mengandung empat
pertanyaan ilmiah,yaitu bagaimanakah,mengapakah,kemanakah,dan apakah.[2]Dengan
berpegang pada filsafat kita akan mengetahui mana yang benar dan mana yang
salah, mana yang baik dan mana yang buruk, yang indah dan yang jelek. Salah
satu kebiasaan didunia penelitian dan keilmuan bahwa penemuan konsep tentang
sesuatu berawal dari pengetahuan tentang satuan-satuan. Setiap satuan yang
ditemukan itu dipilah-pilah, dikelompokkan berdasarkan persamaan, perbedaan,
ciri-ciri tertentu dan sebagainya sehingga berdasarkan penemuan yang telah diverivikasi itulah orang
merumuskan definisi tentang sesuatu itu.Dalam sejarah perkembangan pemikirian
manusia, filsafat juga bukan diawali dari definisi, tetapi diawali dengan
kegiatan berfikir tentang segala sesuatu secara mendalam. Orang yang berfikir
tentang segala sesuatu itu tidak semuanya merumuskan definisi dari sesuatu yang
dia teliti, termasuk juga pengkajian tentang filsafat.
Dengan berfilsafat manusia akan mampu mencintai kebijaksanaan,
sehingga dengan hal itu manusia mampu menjadi insan yang sempurna, sebab dia
bisa mengoptimalkan akal ini untuk berfikir.
Ciri
– ciri dari filsafat adalah :
1. Radikal,
artinya berpikir sampai ke akar-akarnya, hingga sampai pada hakikat atau
substansi
yang dipikirkan.
2. Universal,
artinya pemikiran filsafat menyangkut pengalaman umum manusia. Kekhususan
berpikir kefilsafatan menurut Jespers
terletak pada aspek keumumannya.
3. Konseptual,
artinya merupakan hasil generalisasi dan abstraksi pengalaman manusia.
Misalnya :Apakah Kebebasan itu ?
4. Koheren
atau konsisten . Koheren artinya sesuai dengan kaidah-kaidah berpikir
logis.Konsisten artinya tidak mengandung
kontradiksi.
5. Sistematik,
artinya pendapat yang merupakan uraian kefilsafatan itu harus saling
berhubungan
secara teratur dan terkandung adanya maksud
atau tujuan tertentu.
6. Komprehensif,
artinya mencakup atau menyeluruh. Berpikir secara kefilsafatan merupakan
usaha untuk menjelaskan alam semesta secara
keseluruhan.
7. Bebas,
artinya sampai batas-batas yang luas, pemikiran filsafati boleh dikatakan
merupakan
hasil pemikiran yang bebas, yakni bebas
dari prasangka-prasangka sosial, historis, kultural,
bahkan religius.
8.Bertanggungjawab,
artinya seseorang yang berfilsafat adalah orang-orang yang berpikir
sekaligus bertanggungjawab terhadap hasil
pemikirannya, paling tidak terhadap hati
nuraninya sendiri.
Berpikir, meneliti dan menganalisa adalah proses awal dalam
memperoleh ilmu pengetahuan. Dengan berpikir, seseorang sebenarnya tengah
menempuh satu langkah untuk mendapatkan pengetahuan yang baru. Aktivitas
berpikir akan membuahkan pengetahuan jika disertai dengan meneliti dan
menganalisa secara kritis terhadap suatu obyek.
B. Penelitian Keagamaan
Penelitian
keagamaan telah dilakukan beberapa abad yang lalu namun hasil penelitiannya
masih dalam bentuk aktual atau perbuatan saja dan belum dijadikan sebagi sebuah
ilmu. Setelah bertambahnya gejala-gejala agama yang berbentuk sosial dan
budaya, ternyata penelitian dapat dijadikan sebagai ilmu yang khusus dalam rangka
untuk menyelidiki gejala-gejala agama tersebut. Dick
Hartoko menyebut agama itu dengan religi, yaitu ilmu yang meneliti hubungan
antara manusia dengan “Yang Kudus” dan hubungan itu direalisasikan dalam
ibadat-ibadat.[3]
Kata religi berasal dari bahasa Latin rele dan gere yang berarti mengumpulkan
dan membaca. Sidi Gazalba memberikan definisi bahwa agama ialah kepercayaan
kepada Yang Kudus, menyatakan diri berhubungan dengan Dia dalam bentuk ritus,
kultus dan permohonan dan membentuk sikap hidup berdasarkan doktrin tertentu[4].
Karena dalam definisi yang dikemukakan di atas terlihat kepercayaan yang
diungkapkan dalam agama itu masih bersifat umum, Gazalba mengemukakan definisi
agama Islam, yaitu: kepercayaan kepada Allah yang direalisasikan dalam bentuk
peribadatan, sehingga membentuk taqwa berdasarkan al-Quran dan Sunnah[5].Muhammad
Abdul Qadir Ahmad mengatakan agama yang diambil dari pengertian din al-haq
ialah sistem hidup yang diterima dan diredai Allah ialah sistem yang hanya
diciptakan Allah sendiri dan atas dasar itu manusia tunduk dan patuh
kepada-Nya. Sistem hidup itu mencakup berbagai aspek kehidupan, termasuk
akidah, akhlak, ibadah dan amal perbuatan yang disyari`atkan Allah untuk
manusia[6].Selanjutnya
dijelaskan bahwa agama itu dapat dikelompokkan menjadi dua bentuk, yaitu agama
yang menekankan kepada iman dan kepercayaan dan yang ke dua menekankan kepada
aturan tentang cara hidup. Namun demikian kombinasi antara keduanya akan
menjadi definisi agama yang lebih memadai, yaitu sistem keperca-yaan dan praktek
yang sesuai dengan kepercayaan tersebut, atau cara hidup lahir dan batin[7].
Perkembangan penelitian
keagamaan pada saat ini sangatlah pesat karena tuntutan-tuntutan kehidupan
sosial yang selalu mengalami perubahan. Kajian-kajian agama memerlukan relevansidari
kehidupan sosial berlangsung. Permasalahan-permasalahan seperti inilah yang
mendasari perkembangan penelitian-penelitian keagamaan guna mencari relevansi
kehidupan sosial dan agama. Dewasa ini penelitian keagamaan diisi dengan
penjelasan mengenai penelitian keagamaan dalam konteks penelitian pada umumnya,
elaborasi mengenai penelitian agam dan penelitian keagamaan serta konstruksi
teori penelitian keagamaan, dari penjelasan singkat tersebut maka pemakalah
perlu mengkaji secara rinci trhadap penjelasan tersebut. Secara garis besar,
pembahasan penelitian keagamaan dibagi menjadi dua, yakni penelitian keagamaan dan
model-model penelitian agama.Penelitian keagamaan diisi dengan penjelasan
mengenai kedudukan penelitian keagamaan dalam kompleks penelitian pada umumnya.
Elaborasi mengenai penelitian agama( research on religious),
penelitian keagamaan(religious research) dan konstruksi teori penelitian
keagamaan.Pada makalah ini kami selaku pemakalah hanya akan menjelaskan model-model
penelitian keagamaan seperti; model penelitian tafsir, model penelitian hadits,
model penelitian filsafat islam, dan model penelitian pendidikan islam yang
diteliti oleh para peneliti bidang tersebut dengan pendekatan-pendekatan serta
metode-metode yang digunakan dalam penelitiannya
2. Rumusan Masalah
Agar
pembahasan kita berjalan secara sistematis, maka kami membuatkan rumusan masalah dalam makalah ini, sebagai berikut :
a. Definisi Filsafat Ilmu
b. Objek dari
Filsafat Ilmu
c. Fungsi Filsafat Ilmu
d. Penelitian keagamaan
3. Metodologi Penyusunan Makalah
Metodologi
atau langkah yang kami lakukan dalam penyelesaian makalah Filsafat Ilmu ini
adalah mencari referensi di buku – buku dan informasi dari berbagai situs
internet.
4. Tujuan Penulisan Makalah
Tujuan
penulisan makalah ini, adalah mengetahui definisi,obyek,fungsi filsafat ilmu
dan metode penelitian keagamaan.
BAB II
PEMBAHASAN MASALAH
A. Definisi
Filsafat Ilmu
Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani philos/philia dan
sophos/Sophia .Philos artinya cinta dan sophos artinya
kebijaksanaan. Jika kedua kata ini
digabung menjadi philosophia yang berarti cinta kebijaksanaan.[8]
Jadi Secara etimologis, filsafat berarti cinta kebijaksanaan (kecenderungan
untuk menyenangi kebijaksanaan)sedangkan secara terminologis filsafat
didefinisakan beragam oleh para filosof di antaranya. Jujun S.suria sumantri
mendefinisikan filsafat sebagai suatu cara berfikir yang radikal dan
menyeluruh, suatu cara berfikir yang mengupas sesuatu sedalam-dalamnya.[9]Menurut
I.R. Poedjawiyatna filsafat adalah ilmu yang mencari sebab sealam-dalamnya bagi
segala sesuatu yang ada dan mungkin ada.[10] Jadi
Filsafat adalah aktivitas berfikir yang radikal,iontegral,universal,konseptual,komprehensip,koheren
,konsisten,bebas,sistematis,dan bertanggung jawab tentang segala sesuatu yang
ada untuk mencapai kebenaran.[11]
Selanjutnya ,apa yang dimaksud dengan ilmu? Secara etimologi
pengertian ilmu dapat dirujuk kepada istilah ‘ilm (Arab) science (
Inggris), Watenschap (Belanda)dan Wissenschap (Jerman) Keragaman istilah
yang dimiliki setiap Negara diatas menunjukan bahwa setiap Negara atau bangsa
memiliki pemahaman tentang ilmu.[12]Ilmu
adalah pengetahuan yang disusun secara konsisten dan kebenarannya telah teruju
secara empiris. Clamer A.F mndefinisikan ilmu sebagai pengetahuan yang ditarik
secara ketat dari fakta-fakta pengalaman melalui observasi dan eksperimen.[13]Menurut
Stefanus ilmu adalah rangkaian aktivitas pemikiran manusia yan rasional dan
atau aktifitas penelitian dengan menggunakan metode ilmiah,sehingga
menghasilakn kumpulan pengetahuan yang sistematis,teknologi dan seni mengenai
gejala kealaman,kemasyarakatan,atau keorangan untuk tujuan mencapai
kebenaran,member penjelasan,dan melakukan penerapan.[14].
Berbicara mengenai ilmu (sains) maka tidak akan terlepas dari filsafat. Tugas
filsafat ilmu adalah menunjukkan bagaimana “pengetahuan tentang sesuatu
sebagaimana adanya”.Will Duran dalam bukunya The story of Philosophy
mengibaratkan bahwa filsafat seperti pasukan marinir yang merebut pantai untuk
pendaratan pasukan infanteri. Pasukan infanteri inilah sebagai pengetahuan yang
di antaranya ilmu.Filsafat yang memenangkan tempat berpijak bagi kegiatan
keilmuan.Semua ilmu baik ilmu alam maupun ilmu sosial bertolak dari
pengembangannya sebagai filsafat.
Berikut ini kami paparkan beberapa definisi dari Filsafat Ilmu
Menurut para ahli :
1) May Brodbeck “Philosophy of science is
the ethically and philosophically neutral
analysis, description, and
clarifications of science.”
Filsafat Ilmu adalah analisis yang netral secara etis dan
filsafati, pelukisan dan penjelasan mengenai landasan – landasan ilmu.
2) Peter Caws “Philosophy
of science is a part of philosophy, which attempts to do for science what
philosophy in general does for the whole of human experience. Philosophy does
two sorts of thing: on the other hand, it constructs theories about man and the
universe, and offers them as grounds for belief and action; on the other, it
examines critically everything that may be offered as a ground for belief or
action, including its own theories, with a view to the elimination of
inconsistency and error.
Filsafat Ilmu adalah suatu bagian filsafat, yang mencoba berbuat
bagi ilmu apa yang filsafat seumumnya melakukan pada seluruh pengalaman
manusia. Filsafat melakukan dua macam hal : di satu pihak, ini membangun
teori-teori tentang manusia dan alam semesta, dan menyajikannya sebagai landasan-landasan
bagi keyakinan dan tindakan; di lain pihak, filsafat memeriksa secara kritis
segala hal yang dapat disajikan sebagai suatu landasan bagi keyakinan atau
tindakan, termasuk teori-teorinya sendiri, dengan harapan pada penghapusan
ketakajegan dan kesalahan
3) Stephen R. Toulmin
“As a discipline, the philosophy of science attempts, first, to elucidate the
elements involved in the process of scientific inquiry observational
procedures, patens of argument, methods of representation and calculation,
metaphysical presuppositions, and so on and then to veluate the grounds of
their validity from the points of view of formal logic, practical methodology
and metaphysics”.
Filsafat Ilmu adalah suatu cabang ilmu filsafat yang mencoba pertama-tama menjelaskan unsur-unsur
yang terlibat dalam proses penyelidikan ilmiah prosedur-prosedur pengamatan,
pola-pola perbincangan, metode-metode penggantian dan perhitungan, peranggapan
- peranggapan metafisis, dan selanjutnya menilai landasan-landasan bagi kesalahannya
dari sudut-sudut tinjauan logika formal, metodologi praktis, dan metafisika.
4) Menurut Beerling filsafat
ilmu adalah penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara-cara
utnuk memperolehnya. Dengan kata lain filsafat ilmu sesungguhnya merupakan
suatu penyelidikan lanjutan. Dia merupakan suatu bentuk pemikiran secara
mendalam yang bersifat lanjutan atau secondary reflexion.Refleksi sekunder
seperti itu merupakan syarat mutlak untuk menentang bahaya yang menjurus kepada
keadaan cerai berai serta pertumbuhan yang tidak seimbang dari ilmu-ilmu yang
ada.Refelksi sekunder banyak memberi sumbangan dalam usaha memberi tekanan
perhatian pada metodika serta sistem dan untuk berusaha memperoleh pemahaman
mengenai azas-azas, latar belakang serta hubungan-hubungan yang dipunyai
kegiatan ilmiah. Sumbangan tersebut bisa berbentuk :
(1) mengarahkan metode-metode penyelidikan ilmiah kejuruan kepada
penyelenggaaraan kegiatan ilmiah ;
(2) menerapkan penyelidikan kefilsafatan terhadap terhadap
kegiatan-kegiatan ilmiah. Dalam hal ini mempertanyakan kembali secara de-jure
mengenai landasan-landasan serta azas-azas yang memungkinkan ilmu itu memberi
pembenaran pada dirinya serta apa yang dianggapnya benar.
Berdasarkan
pendapat di atas kita memperoleh gambaran bahwa filsafat ilmu merupakan telaah
kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu, yang
ditinjau dari segi ontologis, epistemelogis maupun aksiologisnya. Dengan kata
lain filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi ( filsafat pengetahuan )
yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu.
B. Objek Filsafat Ilmu
“ No problem, no science ”.
Ungkapan Archi J Bahm ini seolah sederhana namun padat akan makna. Dari
ungkapan ini kita bisa mengetahui bahwasanya Filsafat Ilmu muncul dari adanya permasalahan tertentu.
Filsafat Ilmu, menurut Bahm, diperoleh dari pemecahan suatu masalah keilmuan.
Tidak ada masalah, berarti tidak ada solusi. Tidak ada solusi berarti tidak
memperoleh metode yang tepat dalam memecahkan masalah. Ada metode berarti ada
sistematika ilmiah.
Objek
dari Filsafat Ilmu terbagi kedalam dua bagian, yaitu objek material dan objek
formal :
1. Objek Material filsafat
Yaitu suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan
pengetahuan itu atau hal yang di selidiki, di pandang atau di sorot oleh suatu
disiplin ilmu yang mencakup apa saja baik hal-hal yang konkrit ataupun yang
abstrak.
Menurut Drs. H.A.Dardiri bahwa objek material adalah segala sesuatu
yang ada, baik yang ada dalam pikiran, ada dalam kenyataan maupun ada dalam
kemungkinan. Segala sesuatu yang ada itu di bagi dua, yaitu :
a.
Ada yang bersifat umum ( ontology ), yakni ilmu yang menyelidiki tentang hal
yang ada pada
umumnya.
b.
Ada yang bersifat khusus yang terbagi dua yaitu ada secara mutlak ( theodicae )
dan tidak
mutlak yang terdiri dari manusia ( antropologi metafisik ) dan alam (
kosmologi ).
Sedangkan
menurut Surajiyo dkk. obyek material dimaknai dengan suatu bahan yang menjadi
tinjauan penelitian atau pembentukan pengetahuan. Obyek material juga berarti
hal yang diselidiki, dipandang atau disorot oleh suatu disiplin ilmu. Obyek
material mencakup apa saja, baik yang konkret maupun yang abstrak, yang materil
maupun yang non-materil. Bisa pula berupa hal-hal, masalah-masalah, ide-ide,
konsep-konsep dan sebagainya. Misal: objek material dari sosiologi adalah
manusia. Contoh lainnya, lapangan dalam logika adalah asas-asas yang menentukan
pemikiran yang lurus, tepat, dan sehat. Maka, berpikir merupakan obyek material
logika.
Istilah
obyek material sering juga disebut pokok persoalan (subject matter). Pokok
persoalan ini dibedakan atas dua arti, yaitu :
1). Pokok
persoalan ini dapat dimaksudkan sebagai bidang khusus dari penyelidikan
faktual.
Misalnya:
penyelidikan tentang atom termasuk bidang fisika; penyelidikan tentang
chlorophyl termasuk penelitian bidang
botani atau bio-kimia dan sebagainya.
2). Dimaksudkan
sebagai suatu kumpulan pertanyaan pokok yang saling berhubungan.
Misalnya: anatomi dan fisiologi keduanya berkaitan dengan struktur
tubuh. Anatomi
mempelajari strukturnya sedangkan fisiologi mempelajari fungsinya.
Kedua ilmu tersebut dapat dikatakan memiliki pokok persoalan yang sama, namun
juga dikatakan berbeda. Perbedaaan ini dapat diketahui apabila dikaitkan dengan
corak-corak pertanyaan yang diajukan dan aspek-aspek yang diselidiki dari tubuh
tersebut. Anatomi mempelajari tubuh dalam aspeknya yang statis, sedangkan
fisiologi dalam aspeknya yang dinamis.
2.
Objek Formal filsafat
Obyek formal adalah pendekatan-pendekatan secara cermat dan
bertahap menurut segi-segi yang dimiliki obyek materi dan menurut kemampuan
seseorang. Obyek formal diartikan juga sebagai sudut pandang yang ditujukan
pada bahan dari penelitian atau pembentukan pengetahuan itu, atau sudut pandang
darimana obyek material itu disorot. Obyek formal suatu ilmu tidak hanya
memberikan keutuhan ilmu, tetapi pada saat yang sama membedakannya dari
bidang-bidang lain. Suatu obyek material dapat ditinjau dari berbagai sudut
pandang sehingga menghasilkan ilmu yang berbeda-beda. Oleh karena itu, akan
tergambar lingkup suatu pengetahuan mengenai sesuatu hal menurut segi tertentu.
Dengan kata lain, “tujuan pengetahuan sudah ditentukan.
Misalnya, obyek materialnya adalah “manusia”, kemudian, manusia ini
ditinjau dari sudut pandang yang berbeda-beda sehingga ada beberapa ilmu yang
mempelajari manusia, diantaranya : psikologi, antropologi, sosiologi dan
sebagainya.
3. Implikasi
Obyek Material dan Obyek Formal
Persoalan-persoalan umum ( implikasi dari obyek material dan obyek
formal ) yang ditemukan dalam bidang ilmu filsafat antara lain sebagai berikut :
a). Sejauh
mana batas-batas atau ruang lingkup yang menjadi wewenang masing-masing ilmu
filsafat
itu, dari mana ilmu filsafat itu
dimulai dan sampai mana harus berhenti.
b). Dimanakah
sesungguhnya tempat-tempat ilmu filsafat
dalam realitas yang melingkupinya.
c). Metode-metode
yang dipakai ilmu tersebut berlakunya sampai dimana.
d). Apakah
persoalan kausalitas ( hubungan sebab-akibat yang berlaku dalam ilmu ke-alam-an
juga berlaku juga bagi ilmu-ilmu sosial
maupun humaniora ).
Substansi
Filsafat Ilmu, telaah tentang substansi Filsafat Ilmu, Ismaun ( 2001 )
memaparkannya dalam empat bagian, yaitu substansi yang berkenaan dengan :
(1)
fakta atau kenyataan,
(2)
kebenaran ( truth ),
(3)
konfirmasi
(4)
logika inferensi.
Corak
dan Ragam Filsafat Ilmu, Ismaun ( 2001 : 1 ) mengungkapkan beberapa corak ragam
filsafat ilmu, diantaranya :
a. Filsafat ilmu-ilmu sosial yang berkembang
dalam tiga ragam, yaitu : (1) meta ideologi, (2)
meta fisik dan (3) metodologi disiplin
ilmu.
b. Filsafat teknologi yang bergeser dari C-E
(conditions-Ends) menjadi means. Teknologi bukan
lagi dilihat sebagai ends, melainkan
sebagai kepanjangan ide manusia.
c. Filsafat seni/estetika mutakhir menempatkan
produk seni atau keindahan sebagai salah satu
tri-partit, yakni kebudayaan, produk domain
kognitif dan produk alasan praktis.
C. Fungsi Filsafat Ilmu
Filsafat
ilmu merupakan salah satu cabang dari filsafat. Oleh karena itu, fungsi
filsafat ilmu kiranya tidak bisa dilepaskan dari fungsi filsafat secara
keseluruhan, yakni :
1. Sebagai alat mencari kebenaran dari segala
fenomena yang ada.
2. Mempertahankan,
menunjang dan melawan atau berdiri netral terhadap pandangan filsafat
lainnya.
3. Memberikan
pengertian tentang cara hidup, pandangan hidup dan pandangan dunia.
4. Memberikan
ajaran tentang moral dan etika yang berguna dalam kehidupan
5. Menjadi
sumber inspirasi dan pedoman untuk kehidupan dalam berbagai aspek kehidupan itu
sendiri, seperti ekonomi, politik, hukum
dan sebagainya.[15]
Sedangkan
Ismaun ( 2001 ) mengemukakan fungsi filsafat ilmu adalah untuk memberikan
landasan filosofik dalam memahami berbagi konsep dan teori sesuatu disiplin
ilmu dan membekali kemampuan untuk membangun teori ilmiah. Selanjutnya
dikatakan pula, bahwa filsafat ilmu tumbuh dalam dua fungsi, yaitu : sebagai
confirmatory theories yaitu berupaya mendekripsikan relasi normatif antara
hipotesis dengan evidensi dan theory of explanation yakni berupaya menjelaskan
berbagai fenomena kecil ataupun besar secara sederhana.
D. Penelitian Keagamaan
1. Penelitian Tafsir
Penelitian
Tafsir adalah salah satu model penelitian. Kata “model” berarti contoh, acuan,
ragam, atau macam. Sedangkan penelitian berarti pemerikasaan, penyelidikan yang
dilakukan dengan berbagai cara seksama dengan tujuan mencari
kebenaran-kebenaran yang disimpulkan melalui data-data yang terkumpul.
Penelitian adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sistematis untuk
mengumpulkan, mengelola, dan menyimpulkan data dengan menggunakan metode dan
teknik tertentu dalam rangka mencari jawaban atas permasalahan yang dihadapi.
Para ahli menterjemahkan research sebagai riset itu sendiri
berasal dari kata “re” yang berarti kembali dan “ to search” yang berarti
mencari. Dengan demikian arti sebenarnya dari riset adalah mencari kembali.[16] Adapun
kata tafsir berasal dari kata bahasa Arab Fassara, yufassiru, tafsiran, yang
berarti penjelasan, pemahaman, dan rincian. Menurut Abudin Nata, tafsir
memiliki tiga ciri utama, yaitu; pertama, dari segi obyek pembahsannya
al-quran. Kedua, dilihat dari segi tujuannya adalah untuk menjelaskan,
menerangkan, menyikap kendungan al-Quran, sehingga dapat dijumpai hikmah,
hukum, ketetapan, dan ajaran yang terkandung didalamya. Ketiga, dilihat dari
segi sifat dan kedudukannya adalah hasil penalaran, kajian dan ijtihad para
mufassir dan yang didasarkan pada kesanggupan dan kemampuan yang
dimilikinya, sehingga suatu saat dapat ditinjau kembali.[17] Menurut
Az-Zarkasyi Tafsir adalah suatu pengetahuan yang dengan pengetahuan itu dapat
dipahamkan kitabullah yang diturunkan kepada Nabi-Nya Muhammad SAW, menjelaskan
maksud-maksudnya, mengeluarkan hukum-hukumnya dan hikmah-hikmahnya.[18] Dengan
demikian model penelitian tafsir adalah ragam penelitian yang dilakukan secara
ilmiah, sistematis, serta seksama terhadap penafsiran al-quran yang pernah
dilakukan oelh orang-orang terdahulu hingga sekarang untuk mengetahui atau
memahami secara hakiki atau pasti tentang hal-hal yang masih dalam konteks
pembahasan yang terdapat di dalam Al-Quran dengan menggunakan pendeketan
pendeketan serta metode-metode dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Quaran seperti;
metode ijmaly, metode muqarin, metode mawadhu’i. Seperti model penelitian
tafsir Quraish Shihab, asy-Syarbashi, Muhammad al-Ghazali.
2. Latar
belakang penelitian Tafsir
Dalam tradisi
keilmuan umat islam, penafsiran al-Quran termasuk yang paling tua usianya
dibandingkan dengan kegiatan ilmiah lainnya. Pada saat al-Quran diturunkan lima
belas abad yang lalu, Rasulullah SAW yang berfungsi sebagai mubayyin (
pemberi penjelas ) telah menjalaskan arti dan kandungan al-Quran kepada para
sahabatnya, khususnya menyangkut ayat-ayat yang tidak dipahami atau sama
artinya. Keadaan ini berlangsug sampai dengan wafatnya Rasulullah SAW.[19] Jika
pada masa Rasullah SAW masih hidup semua persoalan dikembalikan kepada beliau,
maka setalah beliau wafat kondisinya menjadi berbeda. Tidak ada lagi tempat
bertanya langsung bagi para sahabat, sehingga mereka terpaksa melakukan
ijtihad, khususnya mereka yang mempunyai kemampuan seperti, Ali bin Abi Thalib,
Ibn ‘Abas bin Ka’ab dan Ibn Mas’ud.[20] Berakhirnya
masa tabi’in, sekitar 150 Hijriyah, yang merupakan periode kedua dari sejarah
perkembangan tafsir. Pada periode ini, hadist-hadist sudah berkembang dengan
sangat pesat dan banyak bermunculan hadist palsu ditengah-tengah masyarakat.
Sementara itu, persolan umat semakin berkembang seiring dengan perubahan dan
tuntutan kemajuan zaman. Kondisi ini yang semakin mendorong berkembangnya
tafsir al-Quran. Tafsir berkembang menjadi disiplin ilmu yang berdiri sendiri,
terpisah dari hadist. Pada masa itu, kajian tafsir yang membahas seluruh ayat
al-Quran ditulis dan disusun sesuai dengan susunan yang terdapat didalam al-Mushaf.
Pada mulanya, usaha penafsiran ayat-ayat al-Quran berdasarkan ijtihad masih
sangat terbatas sangat terikat dengan kaidah-kaidah bahsa serta arti-arti yang
terkandung oleh satu kosa kata. Namun, seiring dengan berkembangnya masyakat,
maka semakin berkembang pula porsi peranan akal atau ijtihad dalam penafsiran
ayat-ayat al-Quran, sehingga bermuculan kitab-kitab tafsir yang beraneka ragam
coraknya.
3. Macam-macam
Metode Penafsiran
Dalam ilmu
tafsir, berkembang dua metode penafsiran terkenal, yaitu tafsir bi
al-Ma’tsur dan tafsir bi al-Ra’yi. Tafsir bi
al- Matsur adalah metode menafsirkan al-Quran dengan dalil al-Quran
itu sendiri, dengan hadits Nabi, dengan pendapat sahabat, dengan perkataan para
tabi’in yang menjelaskan maksud Allah SWT dari nas-nas Al-Quran. Tokoh ahli
tafsir terkemuka yang menggunakan metode ini adalah Ibnu Jarir Ath-Thabary
dengan karyanya yang berjudul Jami’ Al Bayan fi Tafsir Al-quran. Sementara
metode tafsir bi al-Ra’yi adalah penafsiran ayat-ayat Al quran berdasarkan
ijtihad para mufasirnya dan menjadiokan akal sebagai pendekatan ulama utama.
Tokoh yang menggunakan metode ini pada masa abbasiyyah adalah Abu bakar Asham
(w.240 H ) dan Abu muslim Muhammad bin Nashr Isfahany (w. 322 H). Menurut Al
Farmawi, metode tafsir bi Al-Ra’yi dapat dibagi menjadi empat metode, yaitu.[21]:
a. Metode
Tahlily
Tafsir tahlily
adalah suatu metode tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan ayat-ayat Al Quran
dari seluruh aspeknya. Kelebihan metode ini, menurut Taufik Adnan amal, antara
lain adlah adanya potensi untuk memperkaya kata-kata melalui usaha penafsiran
terhadap kosa kata ayat, syair-syair kuno, dan kaidah-kaidah ilmu nahwu
walaupun disuatu sisi metode ini dinilai luas tetapi menyelesaikan pokok
bahasan karena sering kali satu pokok bahasan diuraikan sisinya atau
kelanjutannya pada ayat lain.
b. Metode
Ijmaly
Metode ijmaly
atau disebut dengan metode global adalah cara menafsirkan ayat-ayat al-Quran
dengan menunjukkan kandungan makna pada suatu ayat secara global. Dalam
prakteknya, metode ini sering terintegrasi dengan metode tahlily, sehingga
seringkali metode ini tidak dibahas secara tersendiri. Dengan metode ini
seorang mufassir cukup menjelaskan kandungan makna dalam suatu ayat secara
garis besar saja.[22]
c. Metode
Muqarin
Metode muqarin
adalah suatu metode tafsir al-Quran yang dilakukan dengan cara membandingkan
ayat al-Quran yang satu dengan lainnya, yaitu ayat-ayat yang mempunyai kemiripan
redaksi dalam dua atau lebih kasus yang berbeda, atau yang memiliki
redaksi yang berbeda untuk masalah atau kasus yang sama atau diduga sama, atau
membandingkan ayat-ayat al-Quran dengan hadis-hadis Nabi Muhammad Saw., yang
tampak bertentangan, serta membandingkan pendapat-pendapat ulama tafsir
menyangkut penafsiran al-uran.[23]
d. Metode
mawadhu’i.
Metode
mawadhu’I adalah cara menafsirkan al-Quran dengan menghimpun ayat-ayat yang
mempunyai maksud yang sama atau ayat-ayat yang membicrakan tentang topik yang
sama dan menyusunnya berdasarkan kronologi serta sebab-sebab turunnya ayat
tersebut.
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Filsafat ilmu adalah telaah kefilsafatan yang ingin menjawab
pertanyaan mengenai hakikat ilmu, yang ditinjau dari segi ontologis,
epistemelogis maupun aksiologisnya. Dengan kata lain filsafat ilmu merupakan
bagian dari epistemologi ( filsafat pengetahuan ) yang secara spesifik mengkaji
hakikat ilmu
Objek
Filsafat Ilmu ada 2, yaitu :
1) Objek Material filsafat
Yaitu
suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan pengetahuan itu
atau hal yang di selidiki, di pandang atau di sorot oleh suatu disiplin ilmu
yang mencakup apa saja baik hal-hal yang konkrit ataupun yang abstrak.
2) Objek Formal filsafat
Obyek
formal adalah pendekatan-pendekatan secara cermat dan bertahap menurut
segi-segi yang dimiliki obyek materi dan menurut kemampuan seseorang.
Substansi
Filsafat Ilmu, telaah tentang substansi Filsafat Ilmu, Ismaun ( 2001 )
memaparkannya dalam empat bagian, yaitu substansi yang berkenaan dengan :
(1)
fakta atau kenyataan,
(2)
kebenaran ( truth ),
(3)
konfirmasi dan
(4)
logika inferensi.
Corak
dan Ragam Filsafat Ilmu, Ismaun ( 2001 : 1 ) mengungkapkan beberapa corak ragam
filsafat ilmu, diantaranya :
a.
Filsafat ilmu-ilmu sosial yang berkembang dalam tiga ragam, yaitu : (1) meta
ideologi, (2) meta fisik dan (3) metodologi disiplin ilmu.
b.Filsafat
teknologi yang bergeser dari C-E (conditions-Ends) menjadi means. Teknologi
bukan lagi dilihat sebagai ends, melainkan sebagai kepanjangan ide manusia.
c.Filsafat
seni/estetika mutakhir menempatkan produk seni atau keindahan sebagai salah
satu tri-partit, yakni kebudayaan, produk domain kognitif dan produk alasan
praktis.
fungsi
filsafat ilmu,adalah :
1. Sebagai alat mencari kebenaran dari segala
fenomena yang ada.
2.
Mempertahankan, menunjang dan melawan atau berdiri netral terhadap pandangan
filsafat
lainnya.
3.
Memberikan pengertian tentang cara hidup, pandangan hidup dan pandangan dunia.
4.
Memberikan ajaran tentang moral dan etika yang berguna dalam kehidupan
5.
Menjadi sumber inspirasi dan pedoman untuk kehidupan dalam berbagai aspek
kehidupan itu
sendiri, seperti ekonomi, politik, hukum
dan sebagainya.
Penelitian
Tafsir adalah salah satu model penyelidikan yang dilakukan dengan berbagai cara
seksama dengan tujuan mencari kebenaran-kebenaran yang dilakukan secara sistematis untuk
mengumpulkan, mengelola, dan menyimpulkan data dengan menggunakan metode dan
teknik tertentu dalam rangka mencari jawaban atas permasalahan yang dihadapi.
Dalam ilmu tafsir, berkembang dua metode
penafsiran terkenal, yaitu tafsir bi al-Ma’tsur dan
tafsir bi al-Ra’yi. Tafsir bi al- Matsur adalah
metode menafsirkan al-Quran dengan dalil al-Quran itu sendiri, dengan hadits
Nabi, dengan pendapat sahabat, dengan perkataan para tabi’in yang menjelaskan
maksud Allah SWT dari nas-nas Al-Quran. Sementara metode tafsir bi al-Ra’yi
adalah penafsiran ayat-ayat Al quran berdasarkan ijtihad para mufasirnya dan
menjadikan akal sebagai pendekatan ulama utama.
Dengan demikian, seorang ahli agama bisa menyelidiki ajaran agamanya sendiri,
demikian juga agama lain, tetapi dia harus menyadari posisinya pada waktu
meneliti agama untuk menghindari banyaknya unsur subjektif yang sering muncul
dalam pekiran ahli agama itu. Menurut Al Farmawi, metode tafsir bi Al-Ra’yi
dapat dibagi menjadi empat metode, yaitu
a. Metode
Tahlily
Tafsir tahlily
adalah suatu metode tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan ayat-ayat Al
Quran dari seluruh aspeknya. Kelebihan metode ini, menurut Taufik Adnan amal,
antara lain adlah adanya potensi untuk memperkaya kata-kata melalui usaha
penafsiran terhadap kosa kata ayat, syair-syair kuno, dan kaidah-kaidah ilmu
nahwu walaupun disuatu sisi metode ini dinilai luas tetapi menyelesaikan pokok
bahasan karena sering kali satu pokok bahasan diuraikan sisinya atau
kelanjutannya pada ayat lain.
b. Metode
Ijmaly
Metode ijmaly
atau disebut dengan metode global adalah cara menafsirkan ayat-ayat al-Quran dengan
menunjukkan kandungan makna pada suatu ayat secara global. Dalam prakteknya,
metode ini sering terintegrasi dengan metode tahlily, sehingga seringkali
metode ini tidak dibahas secara tersendiri. Dengan metode ini seorang mufassir
cukup menjelaskan kandungan makna dalam suatu ayat secara garis besar saja.[24]
c. Metode
Muqarin
Metode muqarin
adalah suatu metode tafsir al-Quran yang dilakukan dengan cara membandingkan
ayat al-Quran yang satu dengan lainnya, yaitu ayat-ayat yang mempunyai
kemiripan redaksi dalam dua atau lebih kasus yang berbeda, atau yang
memiliki redaksi yang berbeda untuk masalah atau kasus yang sama atau diduga
sama, atau membandingkan ayat-ayat al-Quran dengan hadis-hadis Nabi Muhammad
Saw., yang tampak bertentangan, serta membandingkan pendapat-pendapat ulama
tafsir menyangkut penafsiran al-uran.[25]
d. Metode
mawadhu’i.
Metode
mawadhu’I adalah cara menafsirkan al-Quran dengan menghimpun ayat-ayat yang
mempunyai maksud yang sama atau ayat-ayat yang membicrakan tentang topik yang
sama dan menyusunnya berdasarkan kronologi serta sebab-sebab turunnya ayat
tersebut.
2. Saran – Saran
Sudah selayaknya kita mengoptimalkan akal ini untuk berfikir,
jangan sampai kita terus memanjakan akal ini dengan berfikir hal – hal yang
mudah, sekali – kali marilah kita belajar Filsafat, agar akal ini mampu berkembang
dan berfikir secara dalam.
DAFTAR
PUSTAKA
1. Asmoro
Achmadi,FilsafatUlmum,Jakarta,2013
2. Danial,filsafat
Ilmu,Yogyakarta,2014
3. Lorens Bagus Kamus filsafat,Cet VI (Jakarta :
GHramedia Pustaka Utama 1996)
4.Jujun S.Suriasumantri,Ilmu dalam perspektif,Cet
X,(Jakarta:Gramedia,1992)
5.
I.R.Poedjawiyatna,Tahu dan Pengetahuan,Cet IX,(Jakarta: Rineka
Cipta,2004)
6. Suwardi Endraswara,Filsafat Ilmu,konsep,sejarah dan
Pengembangan metode ilmiah,Cet 1(Yogyakarta: Buku seru,2012) hal 5
7.http://abiavisha.blogspot.com/2013/02/model-penelitian-keagaman.html.
diakses pada tanggal 11 Februari 2013.
8. Dic
Hartoko,op.cit.hal 90
9. Sidi
Gazalba,op.cit.hal.103
10.Muhamad
abdul qodir Ahmad.Metodologi Pengajaran Islam,terjemeh dari Turuq al-Ta’lim
al Tarbiyah al Islamiyah,Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam
1984-1985 hal 103
11.Sidi
Gazalba,op.cit hal 103
12. Saipul
Annur, Metodologi Penelitian Pendidikan,(Palembang: IAIN Raden Fatah
Press, cet. Ke 2, 2008), hlm. 22.
13. Fitri
oviyanti, Metodolgi Studi Islam, ( Palembang: Noer Fikri Offset, cet. Ke
3, 2014), hlm. 81-82.
14. Mashuri Sirojuddin Iqbal, dan A.Fudlali,
Pengantar Ilmu Tafsir,( Bandung: Angkasa, 1987) hlm. 87.
15. Fitri
oviyanti, Op.cit., hlm. 82 - 85
16. Abudin Nata, metodologi Studi Islam,
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008) hlm.220
https://sites.google.com/site/afrizalmansur/filsafat-agama
[1]
Danial,filsafat ilmu (Yogyakarta:
kaukaba dipantara) hlmn ix
[2]
Asmoro ahmadi, filsafat umum (Jakarta:
Rajawali pers ) hlmn, 4
[3] http://abiavisha.blogspot.com/2013/02/model-penelitian-keagaman.html.
diakses pada tanggal 11 Februari 2013.
[4]
Dic Hartoko,op.cit hal 90
[5]
Sidi Gazalba,op.cit.hal.103
[6]
Ibid
[7]
Muhamad Abdul Qodir Ahmad.Metodologi Pengajaran Islam,terjemah dari turuq
al-Ta’lim al-Tarbiyah al Islamiyah,Direktorat Jendral Kelembagaan agama
Islam 1984-1985 hal 103
[8]
Lorens Bagus Kamus filsafat,Cet VI (Jakarta : GHramedia Pustaka
Utama 1996) hal 142
[9]
Jujun S.Suriasumantri,Ilmu dalam perspektif,Cet
X,(Jakarta:Gramedia,1992) hal 4
[10]
I.R.Poedjawiyatna,Tahu dan Pengetahuan,Cet IX,(Jakarta: Rineka Cipta,2004)
hal 46
[11] Danial,
Filsafat Ilmu, ( Yogyakarta,Kaukaba Dipantara) hal 3
[12]
Suwardi Endraswara,Filsafat Ilmu,konsep,sejarah dan Pengembangan metode
ilmiah,Cet 1(Yogyakarta: Buku seru,2012) hal 5
[13]
Stefanus,filsafat….hal 42
[14] Ibid
Hal 41
[15] Saipul Annur,
Metodologi Penelitian Pendidikan,(Palembang: IAIN Raden Fatah Press, cet. Ke 2,
2008), hlm. 22.
[16] Saipul Annur, Metodologi Penelitian Pendidikan,(Palembang:
IAIN Raden Fatah Press, cet. Ke 2, 2008), hlm. 22.
[17] Fitri oviyanti, Metodolgi Studi Islam, (
Palembang: Noer Fikri Offset, cet. Ke 3, 2014), hlm. 81-82.
[18] Mashuri Sirojuddin Iqbal, dan A.Fudlali, Pengantar Ilmu
Tafsir,( Bandung: Angkasa, 1987) hlm. 87.
[19] Fitri oviyanti, Op.cit., hlm. 82.
[22] Abudin Nata, metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2008) hlm.220.
[24] Abudin Nata, metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2008) hlm.220.
0 komentar:
Posting Komentar