PROGRAM
PASCA SARJANA ( PPS )
UNIVERSITAS
SAINS AL-QUR’AN (UNSIQ)
JAWA
TENGAH DI WONOSOBO
MAKALAH
JUDUL
SEJARAH
PERKEMBANGAN KURIKULUM DI INDONESIA
Untuk
Memenuhi Tugas Mata Kuliah yang diampu
oleh:
Drs.H.Abdul
Majid,M.Pd
Disusun
oleh:
Acmad
Zudin,S.Ag
NIM: 681.17.115
2015
SEJARAH PERKEMBANGAN KURIKULUM DI
INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR
BELAKANG
Sebagaimana tercantum dalam
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003: “Kurikulum
adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”
Tidak jauh beda dengan pengertian
kurikulum di atas, para ahli mengartikan kurikulum sebagai berikut[1]:
- Saylor J. Gallen & William
N. Alexander: “Keseluruhan usaha sekolah untuk mempengaruhi belajar, baik
berlangsung di kelas, di halaman, maupun di luar sekolah”.
- Soedijarto:
“Segala pengalaman dan kegiatan belajar yang direncanakan dan
diorganisiasi untuk diatasi oleh para siswa/mahasiswa untuk mencapai
tujuan pendidikan yang telah ditetapkan bagi suatu lembaga pendidikan”.
- Sarimuda
Nasution: “Usaha-usaha perbaikan dalam bidang pendidikan dan administrasi
pendidikan” (gabungan definisi saylor Alexander & William B.
Ragan).
Sementara itu, Moh. Roqib menjelaskan
bahwa kurikulum merupakan softwere, yang bentuk operasionalnya menjabarkan
konsep pendidikan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Objek kajian dalam
kurikulum tidak terlepas dari tujuan pendidikan yang dilandasi prinsip dasar
dan filsafat yang dipilih, kualifikasi pendidikan, kondisi subjek didik, materi
yang akan diajarkan, buku teks, organisasi kurikulum, penjejnjangan ,metode,
bimbngan dan penyuluhan, administrasi, prasarana, biaya, lingkungan, evaluasi,
pengembangan, dan tindak lanjut.[2]
Istilah kurikulum
(curriculum) berasal dari kata curir (pelari) dan curere (tempat berpacu), dan
pada awalnya digunakan dalam dunia olahraga. Pada saat itu kurikulum diartikan
sebagai jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari mulai dari start sampai
finish untuk memperoleh medali/penghargaan. Kemudian, pengertian tersebut
diterapkan dalam dunia pendidikan menjadi sejumlah mata pelajaran (subject) yang
harus ditempuh oleh seorang siswa dari awal sampai akhir program pelajaran
untuk memperoleh penghargaan dalam bentuk ijazah.
Berbicara tentang
sejarah perjalanan kurikulum pendidikan di Indonesia, maka hal itu tidak
terlepas dari sejarah perkembangan pendidikan bangsa Indonesia itu sendiri.
Sejak zaman kolonialisme, bangsa Indonesia sudah mengenal sekolah, yang tentu
saja juga ada kurikulum. Setiap generasi memiliki sejarah kurikulum yang
berbeda antara satu dengan yang lain. Kurikulum pendidikan di Indonesia
senantiasa berubah sesuai dengan zamannya. Bahkan tak jarang juga terdapat
keterkaitan dengan unsur-unsur politis yang mengiringinya. Dalam pengertian
bahwa kurikulum di Indonesia kerapkali mengikuti kehendak pemimpin yang
berkuasa ketika itu. Ketika masa kolonialisme, maka kurikulum yang berkembang
disesuaikan dengan tujuan melanggengkan imprialisme. Begitupula dengan beberapa
masa setelahnya.
Dalam perjalanan
sejarah sejak Indonesia merdeka atau tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional
telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984,
1994, 2004, dan 2006, ( bahkan rencananya akan kembali terjadi perubahan
kurikulum di 2013 ini ).[3] Sebaga bangsa yang pernah di jajah, sedikit tidak Negara ini
akn terengaruh oleh kurikulum pendidikan dari Negara yang dulu pernah menjajah
Indnesia. Penting untuk kemudian dikaji untuk mengetahui bahwa Negara
kita saat ini kurikulumnya masih berkaitan dengankepentingan penjajah dulu.
Setidaknya, ketika fisik penjajah itu pergi, mereka sejatinya teta ada melalui
kurkulum yang yang diturunkan pada Negara bekas jajahan.[4]
Perkembangan
kurikulum sebagai suatu disiplin ilmu dewasa ini berkembang secara pesat,
baik secara teoritis maupun praktis. Jika dahulu kurikulum tradisional lebih
banyak terfokus pada mata pelajaran dengan sistem penyampaian penuangan, maka
sekarang kurikulum lebih banyak diorientasikan pada dimensi-dimensi baru,
sperti kecakapan hidup, pengembangan diri, pembangunan ekonomi dan
industri, era globalisasi dengan berbagai permasalahannya, politik,
bahkan dalam praktiknya telah menyentuh dimensi teknologi terutama teknologi
informasi dan komunikasi. Disiplin ilmu kurikulum harus membuka diri terhadap
kekuatan-kekuatan eksternal yang dapat memengaruhi dan menentukan arah dan
intensitas proses pengembangan kurikulum. Dalam dunia pendidikan, salah satu
kunci untuk menentukan kualitas lulusan adalah kurikulum pendidikannya. Karena
pentingnya maka setiap kurun waktu tertentu kurikulum selalu dievaluasi untuk
kemudian disesuaikan dengan dimensi-dimensi baru seperti yang telah diungkapkan
diatas.[5].
Pengembangan kurikulum sebenarnya merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan
kualitas pendidikan di Indonesia. Ia sebagai instrument yang membantu
praktisi pendidikan untuk memenuhi kebutuhan peserta didik dan kebutuhan
masyarakat. Pengembangan kurikulum merupakan alat untuk membantu guru melakukan
tugasnya mengajar dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Pengembangan kurikulum
tidak pernah berhenti, ia merupakan proses yang berkelanjutan dan terus
menerus sejalan dengan perkembangan dan tuntutan jaman dan perubahan yang
terjadi didalam masyarakat.
B.RUMUSAN
MASALAH
1.Bagaimana
sejarah perkembangan kurikulum di Indonesia?
C.TUJUAN
Tujuan
penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana sejarah dan
perkembangan kurikulum-kurikulum di Indonesia sampai sekarang.
D.MANFAAT
Manfaat
yang diharapkan dari penulisan makalah ini adalah sebagai patokan bagi Pengajar,
Siswa, Mahasiswa dan semua yang berada di ruang lingkup pendidikan untuk selalu
siap mengembangkan pendidikan di Indonesia
BAB
II
PEMBAHASAN
A.Sejarah
dan Dinamika Perkembangan Kurikulum di Indonesia
Berdasarkan
UUD 1945 pasal 31 ayat 1 menyebutkan bahwa setiap warga Negara berhak
mendapatkan pendidikan.Kemudian ayat 3 dinyatakan bahwa pemerintah mengusahakan
dan menyelenggarakansatu system pendidikan yang meningkatkan keimanan dan
ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.[6]Lebih
lanjut pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,pengendalian diri,kepribadian,kecerdasan
,akhlak muliaserta ketrampilan yang diperlukan dirinya,masyarakat bangsa dan Negara
(UU.SPN Nomor 20/2003(Psl 1:1).[7]Prof.
Dr. Engkoswara, guru besar Universitas Pendidikan Indonesia Bandung telah
membuat 4 (empat) rumus pengertian kurikulum, lengkap dengan visualisasinya.
Pertama, kurikulum adalah jarak yang harus ditempuh oleh pelari. Kedua,
kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran. Keiga, kurikulum adalah sejumlah mata
pelajaran dan kegiata-kegiatan yang harus dilakukan oleh peserta didik.
Keempat, kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran dan kegiatan-kegiatan, serta
segala sesuati yang akan berpengaruh dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan
yang telah ditetapkan. Rumus ini memudahkan kita untuk memahami
pengertian kurikulum. Rumus ini sama sekali tidak melenceng dari definisi
yang telah dikemukakan para ahli, misalnya Hilda Taba menjelaskan dengan amat
singkat bahwa“curriculum is a plan of learning ”. Demikian juga bila
dibandingkan dengan pengertiankurikulum dalam Pasal 1 butir 19 UU Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyebutkan bahwa
“Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.[8]
B.Kurikulum
1975
Lahirnya
kurikulum 1975 bertujuan untuk mencapai tujuan instruksional umum, tujuan
instruksional khusus, dan berbagai rincian lainnya. Adapun ciri-ciri lebih
lengkap kurikulum ini adalah sebagai berikut: 1). Berorientasi pada tujuan. 2).
Menganut pendekatan integratif dalam arti bahwa setiap pelajaran memiliki arti
dan peranan yang menunjang kepada tercapainya tujuan-tujuan yang lebih
integratif. 3). Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan
waktu. 4). Menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan
Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Sistem yang senantiasa
mengarah kepada tercapainya tujuan yang spesifik, dapat diukur dan dirumuskan
dalam bentuk tingkah laku siswa. 5). Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan
menekankan kepada stimulus respon (rangsang-jawab) dan latihan (drill).
C.
Kurikulum 1984
Kurikulum
1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses,
tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum
1975 yang disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari
mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini
disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL).Tokoh
penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan,
Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986 yang juga Rektor IKIP
Jakarta — sekarang Universitas Negeri Jakarta — periode 1984-1992. Konsep CBSA
yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang
diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara
nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang
terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di
sana-sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model
berceramah. Penolakan CBSA bermunculan.[9] Sebelum
pemberlakuan kurikulum 1984, yaitu pada tahun 1983 mata pelajaran Pendidikan
Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) ditetapkan sebagai mata pelajaran wajib.
Dengan demikian maka pendidikan idiologi dilakukan melalui Pendidikan Pancasila
yang memiliki komponen Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4),
Pendidikan Moral Pancasila (PMP), dan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa
(PSPB). Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski
mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting.
Kurikulum ini juga sering disebut“Kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Ciri-Ciri
umum dari Kurikulum CBSA adalah: 1). Berorientasi pada tujuan instruksional.
2). Pendekatan pembelajaran adalah berpusat pada anak didik; Pendekatan Cara
Belajar Siswa Aktif (CBSA). 3). Pelaksanaan Pendidikan Sejarah Perjuangan
Bangsa (PSPB). 4). Materi pelajaran menggunakan pendekatan spiral, semakin
tinggi tingkat kelas semakin banyak materi pelajaran yang di bebankan pada
peserta didik. 5). Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan
latihan. 6). Konsep-konsep yang dipelajari siswa harus didasarkan kepada
pengertian, baru kemudian diberikan latihan setelah mengerti.[10]
D.Kurikulum
1994
Kurikulum 1994 merupakan hasil upaya untuk memadukan
kurikulum-kurikulumsebelumnya, terutama kurikulum 1975 dan 1984. Sayang,
perpaduan antara tujuan dan proses belum berhasil. Sehingga banyak kritik
berdatangan, disebabkan oleh beban belajar siswa dinilai terlalu berat, dari
muatan nasional sampai muatan lokal. Materimuatan lokal disesuaikan dengan
kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasadaerah kesenian, keterampilan
daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga
mendesak agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Akhirnya, Kurikulum 1994
menjelma menjadi kurikulum super padat.[11]
Kurikulum
1994 ini merupakan revisi terhadap kurikulum 1984 tetapi pada dasarnya keduanya
tidak memiliki perbedaan yang prinsipil. Orientasi pendidikan pada pengajaran disiplin
ilmu menempatkan kurikulum sebagai instrumen untuk ”transfer of
knowledge”.Penyempurnaan terjadi pada materi pendidikan sejarah karena materi
pendidikan sejarah yang tercantum dalam kurikulum SMA 1984 (nama baru SMA
berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 adalah SMU) dianggap tidak
lengkap, maka kurikulum SMU 1994 menyempurnakannya. Kurikulum 1994 dibuat
sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan UU no. 2
tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada
sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke
sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun
menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat
menerima materi pelajaran cukup banyak. Tujuan pengajaran menekankan pada
pemahaman konsep dan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.[12]
E.Kurikulum
2004 (KBK)
Secara
singkat dengan KBK ini ditekankan agar siswa yang mengikuti pendidikan di
sekolah memiliki kompetensi yang diinginkan. Kompetensi merupakan perpaduan
antara pengetahuan, keterampilan, nilai serta sikap yang ditunjukkan
dalam kebiasaan berpikir dan bertindak (Mulyasa, E., 2010:37). Sehingga
KBK diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan,
nilai, sikap, dan minat siswa agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk
keterampilan, tepat, dan berhasil dengan penuh tanggung jawab. Kurikulum
Berbasis Kompetensi berorientasi pada: (1) hasil dan dampak yang diharapkan
muncul pada diri peserta didik melalui serangkaian pengalaman belajar yang
bermakna, dan (2) keberagaman yang dapat dimanifestasikan sesuai dengan
kebutuhannya (Puskur, 2002a). Tujuan yang ingin dicapai menekankan pada
ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.[13]
F.Kurikulum
2006 (KTSP)
Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan.
Muncullah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh
masing-masing satuan pendidikan.[14]
Penyusunan KTSP dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memperhatikan dan
berdasarkan standar kompetensi serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
KTSP sendiri disusun dan dikembangkan
berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pasal 36 ayat 1 dan 2, sebagai berikut :
a. Pengembangan kurikulum mengacu pada
Standar Nasional Pendidikan untuk mewujudkan Tujuan Pendidikan Nasional.
b. Kurikulum pada semua jenjang dan jenis
pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan
pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.
Pelajaran KTSP
masih tersendat,tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi pelajaran oleh
siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004.
Perbedaan yang paling menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk
merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta
kondisi sekolah berada.[15] Kusnandar, dalam Astrida[16], menerangkan, sebagai sebuah konsep dan program, KTSP memiliki
karakteristik sebagai berikut: (1) KTSP menekankan pada ketercapaian kompetensi
siswa baik secara individual maupun klasikal. Dalam KTSP peserta didik dibentuk
untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minat
yang pada akhirnya akan membentuk pribadi yang terampil dan mandiri; (2) KTSP
berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman; (3)
penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang
bervariasi; (4) sumber belajar bukan hanya guru, tetapi sumber belajar lainnya
yang memenuhi unsur edukatif; (5) penilaian menekankan pada proses dan hasil
belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
Lebih lanjut, Astrida menjelaskan, bahwa dalam KTSP
hanya dideskripsikan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Guru sendiri yang
harus menentukan indikator dan materi pokok pelajaran, disesuaikan dengan
situasi daerah dan minat peserta didik. Dalam KBK 2004 dideskripsikan
kompetensi dasar, dijabarkan indikator, dan bahkan dipetakan pula materi pokok
pelajaran. Oleh karena itu, dalam mengimplementasikan KTSP di sekolah (kepala
sekolah dan guru) diberikan otonomi yang lebih besar dalam pengembangan kurikulum
dengan tetap memperhatikan karakteristik KTSP, karena masing-masing sekolah
dipandang lebih tahu tentang kondisi satuan pendidikannya. Keberhasilan atau
kegagalan implementasi kurikulum di sekolah sangat bergantung
pada kepala sekolah dan guru, karena dua figur tersebut merupakan kunci yang
menentukan dan menggerakkan berbagai komponen di lingkungan sekolah. Setiap
sekolah dapat mengelola dan mengembangkan berbagai potensinya secara optimal
dalam kaitannya dengan implementasi KTSP.
Menurut Rusman (2009, hlm. 474 - 475), sebagaimana
diungkapkan Astrida, prinsip-prinsip pengembangan KTSP adalah:
a.
Berpusat pada potensi, perkembangan,
kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
b.
Beragam dan terpadu
c.
Tanggap terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni
d.
Relevan dengan kebutuhan kehidupan
e.
Menyeluruh dan berkesinambungan
f.
Belajar sepanjang hayat
g.
Seimbang antara kepentingan nasional
dan kepentingan daerah
h.
Berdasarkan prinsip-prinsip
pengembangan KTSP di atas pada praktek pengajaran di dalam kelas sangat
tergantung pada situasi dan kondisi peserta didik di sekolah sehingga setiap
guru memiliki kebebasan untuk menentukan materi pelajaran (standar kompetensi
dan kompetensi dasar), indikator, metode, media, dan ketercapaiannya.
Oleh sebab itu kurikulum disusun oleh satuan
pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan
kebutuhan dan potensi yang ada di daerah. Tujuan Panduan Penyusunan KTSP ini
untuk menjadi acuan bagi satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB,
dan SMK/MAK dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum yang akan dilaksanakan
pada tingkat satuan pendidikan yang bersangkutan.
G.Kurikulum
2013
Ketika banyak praktisi pendidikan,
khususnya guru, belum memahami dan menerapkan konsep KTSP, pemerintah sudah
mengubah kurikulum tersebut. Perubahan kurikulum akan berdampak besar pada
perubahan-perubahan lain di tingkat stakeholder, selain juga membutuhkan
anggaran yang besar. Oleh sebab itu, agar nasib kurikulum yang kemudian diberi
nama Kurikulum 2013 tidak setali tiga uang dengan kurikulum-kurikulum
sebelumnya, penting sekali dilakukan penggodokan sampai benar-benar matang.
Namun begitu, sejauh ini pemerintah
hanya melemparkan wacana yang sepotong-sepotong kepada masyarakat. Misalnya,
bahwa pada Kurikulum 2013, akan ada penggabungan beberapa mata pelajaran dan
penguatan pada nilai-nilai karakter. Wacana yang sepotong-sepotong tersebut
justru membuat masyarakat bingung dan frustasi.
Pemerintah memang telah meminta masukan
dari para tokoh agama. Juga, melibatkan pakar-pakar pendidikan untuk
bersama-sama menyusun draft kurikulum sebelum diuji cobakan dan kemduian
disahkan. Tetapi, keterlibatan para tokoh dan pakar pendidikan saja tidak cukup
menjamin lahirnya kurikulum yang baik. Lebih-lebih jika polanya masih bersifat
‘tradisional’ seperti proses lahirnya kurikulum-kurikulum sebelumnya.
Benarlah, Konsep Kurikulum 2013 ternyata
tidak membasa sesuatu yang baru. Kurikulum
yang menitik beratkan pada keaktifan siswa belajar ini nyaris sama dengan kurikulum
Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) yang telah puluhan tahun lalu digunakan.
Tetapi toh kurikulum 2013 sudah mulai diterapkan di
sekolah-sekolah. Mengapa harus berubah? Itulah
pertanyaan yang akan kita jawab.
Ada beberapa hal yang mengemuka, kenapa
kurikulum KTSP harus diganti, antara lain:
1. Kurikulum
2013 perlu berubah untuk mempersiapkan generasi sekarang agar mampu
menjawab tantangan masa depan Indonesia. Tuntutan masa depan berubah, maka kita
perlu menyesuaikan kurikulum pendidikan kita.
2. Substansi
perubahan kurikulum 2013 adalah perubahan pada: Standar Kompetensi Lulusan,
Standar Isi (kompetensi inti dan kompetensi dasar), Standar Proses, dan Standar
Penilaian.
3. Menurut Pak
Wamen Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Pendidikan Musliar Kasim Perubahan
kurikulum merupakan keharusan. Kualitas pendidikan Indonesia sudah sangat jauh
tertinggal dibandingkan dengan negara lain.[17]
Perubahan kurikulum ini untuk mengatasi ketertinggalan Indonesia. ”Jika
penerapan kurikulum ditunda, akan lebih lama kita mengejar ketertinggalan dari
negara lain.
4. Dengan
kurikulum baru diharapkan menghasilkan lulusan dengan kompetensi tinggi dan
berpikir analitis.
Berdasarkan
paparan Mendikbud Mohamad Nuh, Penyempurnaan pola pikir kurikulum 2013 adalah
sebagai berikut:
No
|
KBK 2004
|
KTSP 2006
|
Kurikulum 2013
|
1
|
Standar Kompetensi Lulusan diturunkan dari Standar Isi
|
Standar Kompetensi Lulusan diturunkan dari kebutuhan
|
|
2
|
Standar Isi dirumuskan berdasarkan Tujuan Mata Pelajaran (Standar
Kompetensi Lulusan Mata Pelajaran) yang dirinci menjadi Standar Kompetensi
dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran
|
Standar Isi diturunkan dari Standar Kompetensi Lulusan melalui Kompetensi
Inti yang bebas mata pelajaran
|
|
3
|
Pemisahan antara mata pelajaran pembentuk sikap, pembentuk keterampilan,
dan pembentuk pengetahuan
|
Semua mata pelajaran harus berkontribusi terhadap pembentukan sikap,
keterampilan, dan pengetahuan,
|
|
4
|
Kompetensi diturunkan dari mata pelajaran
|
Mata pelajaran diturunkan dari kompetensi yang ingin dicapai
|
|
5
|
Mata pelajaran lepas satu dengan yang lain, seperti sekumpulan mata
pelajaran terpisah
|
Semua mata pelajaran diikat oleh kompetensi inti (tiap kelas)
|
Melihat
tabel tersebut, maka kita berpikir bahwa jika dalam Kurikulum
model KTSP yang dikembangkan berdasarkan pedoman dan rambu-rambu yang
ditetapkan oleh BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan) menghargai otonomi
guru dan sekolah serta keanerakagaman budaya dan konteks setempat. Kurikulum
model KTSP memberi peluang bagi guru dengan harapan model KTSP dapat menjadi
pedoman bagi guru dalam menyusun silabus yang sesuai dengan kondisi sekolah
dan potensi daerah masing-masing. Sedangkan kurikulum 2013 jelas tidak
menghargai otonomi guru, sekolah, dan daerah. Penetapan Silabus dari pusat juga
bisa membuat guru tidak kreatif.
Selain
itu, rumusan kompetensi inti tidak berdasarkan kajian mendalam dan hasil
riset dan inovasi. Hubungan antara kompetensi inti dan kompetensi dasar dalam
mata pelajaran tidak koheren sehingga berdampak meningkatnya kepadatan
kompetensi dan materi pada tiap mata pelajaran.
Adapun langkah
penguatan tata kelolanya adalah sebagai berikut:
•
Menyiapkan buku
pegangan pembelajaran yang terdiri dari:
–
Buku pegangan siswa
–
Buku pegangan guru
•
Menyiapkan guru
supaya memahami pemanfaatan sumber belajar yang telah disiapkan dan sumber lain
yang dapat mereka manfaatkan.
•
Memperkuat peran
pendampingan dan pemantauan oleh pusat dan daerah dalam pelaksanaan
pembelajaran.
Dalam kurikulum 2013 beban guru dan murid disinyalir
akan lebih ringan dari pada ketika menggunakan kurkulum model KTSP. Berikut
adalah salah sau contoh penyesuaian beban guru dan murid SD:
•
Disana kita melihat,
guru dan siswa diberi buku gratis oleh pemerintah pusat. Di sinilah berbagai
kritik kemudian dilontarkan. Banyak kalangan menganggap bahwa buku yang
diterbitkan oleh pemerintah seringkali tidak bermutu, dan kurang sesuai dengan
kebutuhan satuan pendidikan tertentu. Pola sentralisasi penerbitan buku ini
juga rawan penyelewengan anggaran. Selain juga, membuat guru-guru tidak kreatif
untuk menentukan buku yang akan dijadikan acuannya, atau bahkan membuat buku
sendiri.
Kemudian, dalam
kurikulum 2013 juga terjadi pengurangan dan penambahan jam. Berikut penulis
paparkan struktur kurikulum SMP yang terjadi perubahan jam pelajaran setiap
minggunya.
Penghilangan mata pelajaran seperti Teknik
Informatika (TIK) menuai kontroversi. Intergrasi TIK dalam semua mata pelajaran
mustahil dilakukan, khususnya untuk sekolah-sekolah yang tiak memiliki
perangkat TIK.
Selain itu, jumlah mata
pelajaran dalam kurikulum 2013 dikurangi dengan maksud mengurangi beban belajar
siswa, namun muatannya berlipat ganda karena mengikuti alur pikiran kompetensi
inti dan jumlah jam pelajaran per minggu ditambah. Dampaknya adalah beban
belajar siswa semakin berlipat ganda.
Penolakan
terhadap kurikulum jelas akan memacetkan proses pembelajaran. Oleh karena itu,
revisi kurikulum mestinya
lebih inklusif, demokratis, dan tidak terburu-buru.
Selama ini, pengamatan mengenai sejumlah
karakteristik perkembangan kurikulum di Indonesia menyarankan perlunya studi
yang mendalam mengenai mengapa kurikulum senantiasa bersifat problematis. Dalam
ekspose awal ini diidentifikasi beberapa faktor lahirnya kondisi yang
problematis tersebut yang akhirnya bersinergi sebagai kurikulum yang menjebak.
Sumber dan karakteristik kurikulum yang menjebak ternyata menjadi daya halang
yang menyebabkan guru tidak dapat secara optimal melaksanakan apa yang
diharapkan dari mereka. Bahkan tidak mustahil birokrasi dan penyusun kurikulum
pun terjebak sendiri oleh ciptaannya.[18]
Pengalaman dan pengamatan di bidang pengembangan
kurikulum sejak kemerdekaan sampai sekarang memberi kesan pengembangan yang
mengecewakan. Sedikitnya ada empat sebab utama mengapa demikian. Ketika
birokrat pendidikan memprioritaskan kurikulum di atas segala-galanya seabgai
kunci peningkatan kualitas, unsur guru dinomorduakan. Ketika para perumus
kurikulum menerjemahkannya ke dalam rumus-rumus operasional dan teknis,
pandangan mereka tentang falsadah metafisik manusia, epistemologi ilmu,
aksiologi nilai, etika dan estetika, menjadi kabur. Lingkungan pendidkan pun,
habitat guru berbakti, tidak banyak--kalau ada--memberikan dukungan pada
keberhasilan pelaksanaan kurikulum. Karena itu, ketika kurikulum yang tidak
ramah guru akhirnya jatuh di tangan mereka untuk dilaksanakan, kegagalan yang
dihindari justru menjadi kenyataaan.[19]
Apa pun itu, kurikulum 2013 sudah
diterapkan dan dipraktekkan disekolah-sekolah yang ditunjuk oleh Kemendikbud.
Kita hanya bisa berharap, pemerintah agar selalu mendampingi para guru seabai
ujung tombak pelaksana kurikulum untuk bisa mengamalkan dan mempraktekkan
kurikulum itu dengan baik. Sebab, sebaik apapun konsep kurikul 2013, kalau itu
tidak diikuti dengan pemahaman dan pendampingan yang terarah maka mustahil ia
bisa membuahkan hasil yang baik.
Masalah rendahnya kualitas guru,
seharusnya bukan dijawab dengan pergantian kurikulum baru. Semestinya
pemerintah menjawabnya dengan pelatihan-pelatihan guru yang
mampu meningkatkan kualitas guru. Pendidik kita banyak yang belum mengikuti
pelatihan untuk meningkatkan profesionalitasnya. Bahkan ada guru PNS di daerah
yang sudah puluhan tahun belum mendapatkan pelatihan guru dari pemerintah.
Itulah fakta yang dapat dilihat dengan kasat mata, tanpa harus melakukan
penelitian.
Muhammad Nuh, Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan, menegaskan bahwa kurikukulum terbaru 2013 ini lebih ditekankan pada
kompetensi dengan pemikiran kompetensi berbasis sikap, keterampilan, dan
pengetahuan. Adapun ciri kurikulum 2013 yang paling mendasar ialah menuntut
kemampuan guru dalam berpengetahuan dan mencari tahu pengetahuan
sebanyak-banyaknya karena siswa zaman sekarang telah mudah mencari informasi
dengan bebas melalui perkembangan teknologi dan informasi. Kesiapan guru
berdampak pada kegiatan guru dalam mendorong siswa melakukan observasi,
bertanya, bernalar, dan mengkomunikasikan apa yang telah mereka peroleh
setelah menerima materi pembelajaran. Sedangkan untuk siswa lebih
didorong untuk memiliki tanggung jawab kepada lingkungan, kemampuan
interpersonal, antarpersonal, maupun memiliki kemampuan berpikir kritis.
Tujuannya adalah terbentuk generasi produktif, kreatif, inovatif, dan afektif.
Khusus untuk tingkat SD, pendekatan tematik integrative memberi kesempatan
siswa untuk mengenal dan memahami suatu tema dalam berbagai mata pelajaran.
Pelajaran IPA dan IPS diajarkan dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Pasca kemerdekaan,
kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan,yaitu pada tahun 1947,
1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, 2006 dan 2013.Perubahan tersebut merupakan
konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik,sosial budaya,
ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegaraPengembangan
kurikulum sebenarnya merupakan salah satu upaya untukmeningkatkan kualitas
pendidikan di Indonesia. Ia sebagai instrument yang
membantu praktisi pendidikan untuk memenuhi kebutuhan peserta didik dan kebutuhan
masyarakat.Pengembangan
kurikulum merupakan alat untuk membantu guru melakukan tugasnyamengajar dan
memenuhi kebutuhan masyarakat. kurikulum merupakan salah satu alat untukmembina
dan mengembangkan siswa menjadi manusia yang bertakwa, kepada Allah
SWT, berakhlak mulia, sehat, cerdas, berilmu, cakap, kreatif dan mampu menjadi warga Negara
yang bertanggung jawab.Terdapat berbagai macam pertimbangan atau landasan untuk
mengembangkankurikulum menjadi yang lebih baik. Diantaranya adalah landasan
filosofis, landasansosiologis, landasan psikologis, dan organisatoris. Terdapat
empat standar kualitas pendidikan yaitu: 1. Guru,
2. Kurikulum, 3. Atmosfer akademik, dan 4. Sumber
keilmuan.Mutu atau kualitas pendidikan ditentukan oleh kualitas dan komitmen seorang
guru.
B.Saran
Makalah ini tentu masih
mempunyai banyak kekurangan dan kesalahan, karena itukepada para pembaca untuk
berkenan menyumbangkan kritik dan saran yang bersifatmembangun demi
bertambahnya wawasan kami di bidang ini. Akhirnya kepada Allah jualahkami
memohon taufik dan hidayah. Semoga usaha kami ini mendapat
manfaat yang baik,serta mendapat ridho dari Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA
1.Pengertian dan Hakikat Kurikulum, http://azmi648.blogspot.com/2013/03/pengertian-dan-hakikat-kurikulum.html, diunduh 12
Desember 2015.
2.Pengertian dan Fungsi Kurikulum, http://ikhwaninsancita.blogspot.com/2012/05/pengertian-kurikulum-fungsi-dan.html, diunduh 13
Desember 2015
3.Astrida,Konsep Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Dan Implementasinya,
4.Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam: Pengembangan Pendidikan Islam
Integratif di Sekolah, Keluarga, dan Masyarakat, Jogjakarta: LKiS, 2007
5.Saeful Bahri , Pemikiran Dan Kritik Implementasi Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP),
http://pakepul.blogspot.com/2011/09/pemikiran-dan-kritik-implementasi.html, diunduh 13
September 2013
6.Standar Nasional Pemdidikan (SNP) pada pasal 1 ayat 15
7.Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, Ilmu dan Aplikasi
Pendidikan, Jakarta, Grasindo, 2009
8.Winarno Surakhmad, Pendidikan Nasional, Strategi, dan Tragedi, Jakarta, Penerbit
Kompas, 2009.
9.Pengembangan Kurikulum Konsep Implementasi
Konsep Dan Inovasi,Yogyakarta :
erasMomod. 2013.
Kurikulum 2013
10.Dasar – Dasar Pengembangan
Kurikulum. Bandung : Remaja
http://www.academia.edu/9195382/Makalah_sejarah_dan_dinamika_perkembangan_kurikulum_di_Indonesia
11.Abdul Majid
Pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam
(Wonosobo: Media Kreasi 2015)
12. https://gledysapricilia.wordpress.com/study/sejarah-perkembangan-kurikulum-di-indonesia/
diakses tanggal 12
Desember 2015
13.
http://www.sarjanaku.com/2012/01/perkembangan-kurikulum-di-indonesia.html di akses 11
Desember 2015
[1] ___, Pengertian dan Hakikat
Kurikulum, http://azmi648.blogspot.com/2013/03/pengertian-dan-hakikat-kurikulum.html, diunduh 12 September 2013.
[2] Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan
Islam: Pengembangan Pendidikan Islam Integratif di Sekolah, Keluarga, dan Masyarakat,
Jogjakarta: LkiS, 2007, hlm.77
[3] http://masnoer80.blogspot.co.id/2013/01/sejarah-perkembangan-kurikulum-di.html
di akses tanggal 10 Desembar 2015
[4] http://www.sarjanaku.com/2012/01/perkembangan-kurikulum-di-indonesia.html di akses 11 Desember 2015
[5] http://www.academia.edu/9195382/Makalah_sejarah_dan_dinamika_perkembangan_kurikulum_di_Indonesia di akses tanggal 10 Desembar 2015
[6] abdul Majid Pengembangan kurikulum pendidikan agama
Islam(Wonosobo:media kreasi 2015 ) hlmn 71
[7] Ibid hlmn71-72
[8]
http://www.academia.edu/9195382/Makalah_sejarah_dan_dinamika_perkembangan_kurikulum_di_Indonesia di akses tanggal 10 Desembar 2015
[9] https://gledysapricilia.wordpress.com/study/sejarah-perkembangan-kurikulum-di-indonesia/ diakses tanggal 12 Desember 2015
[10] http://www.academia.edu/9195382/Makalah_sejarah_dan_dinamika_perkembangan_kurikulum_di_Indonesia di akses tanggal 10 Desembar 2015
[11] http://www.sarjanaku.com/2012/01/perkembangan-kurikulum-di-indonesia.html di akses 11 Desember 2015
[12] http://www.academia.edu/9195382/Makalah_sejarah_dan_dinamika_perkembangan_kurikulum_di_Indonesia di akses tanggal 10 Desembar 2015
[13] http://www.academia.edu/9195382/Makalah_sejarah_dan_dinamika_perkembangan_kurikulum_di_Indonesia di akses tanggal 10 Desembar 2015
[14] Standar Nasional Pemdidikan
(SNP) pada pasal 1 ayat 15
[15]
https://gledysapricilia.wordpress.com/study/sejarah-perkembangan-kurikulum-di-indonesia/ diakses tanggal 12 Desember 2015
[16] Astrida, Konsep Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan Dan Implementasinya, http://sumsel.kemenag.go.id/file/dokumen/ktsp.pdf, diunduh 13 September 2013.
[17] Kompetensi pelajar Indonesia
masih di bawah pelajar lain di Asia, seperti Jepang, Thailand, Singapura, dan
Malaysia. Hanya 5 persen pelajar Indonesia memiliki kompetensi berpikir
analitis. Kompetensi sebagian besar pelajar pada tingkat mengetahui. Data itu
mengacu laporan McKinsey Global Institute ”Indonesia Today” dan sejumlah
data rangkuman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. KOMPAS, 3 Desember
2012
[19] Ibid, hlm. 67
0 komentar:
Posting Komentar